Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Cerita Romo Ageng

SABTU, 18 APRIL 2020 | 12:50 WIB | OLEH: TRIAS KUNCAHYONO

SUATU hari Romo Ageng bercerita.

"Kiranya setiap zaman membutuhkan seorang nabi". Begitu, ia mengawali ceritanya. Tentu, bukan nabi dalam pengertian di agama, seperti masa lalu.

Seorang reformator. Yang bisa melihat keadaan sosial masyarakat, keadaan dunia senyatanya. Nut zaman kelakone, mengikuti kehendak zaman. Tidak hanya mampu melihat, tetapi bahkan mampu menyusup, menyelam masuk lebih dalam ke tengah masyarakat dunia untuk menemukan inti persoalan yang dihadapi warga dunia, warga masyarakat.


Ia tidak menyerah menghadapi tantangan zaman dan tampil sebagai pemenang. Mewujudkan visi dan mendirikannya dalam bangunan yang kokoh. Tindakannya menginspirasi dunia dan menentukan arah sejarah.

Mungkin, tindakan semacam itu, tidak populer. Dan, jangan-jangan malah akan menjadi korban kenabiannya. Nasihat-nasihatnya mungkin tidak dianggap, ibarat kata berteriak-teriak di padang gurun. Tapi, itulah nabi.

Sejarah menceritakan, feodalisme yang melahirkan sistem kelas dalam masyarakat - kelas penguasa, ningrat, borjuis, aristokrat, dan kelas bawah yang terdiri atas buruh, petani, dan hamba - dan triumphalisme Gereja di masa lalu, melahirkan tokoh yang bertekad meninggalkan sistem dan cara hidup yang tidak manusiawi, dan mengkhianati keluhuran agama.

Dialah Fransiskus Asisi (1181/1182-1226), dari keluarga kaya-raya, memilih meninggalkan kekayaan, kenikmatan, keduniawian dan memeluk kemiskinan untuk melayani sesama.

Tokoh inilah yang pada tahun 1219 bertemu Sultan Malik al-Kamil, keponakan Salahuddin, di Damietta, Mesir untuk mengakhiri Perang Salib yang sudah berkecamuk lebih dari satu abad. Pertemuan ini yang antara lain mengisipirasi pertemuan Paus Fransiskus dan Ulama Besar Al-Azhar Sheikh Ahmad Muhammad al-Tayyib, di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (2019).

Di zaman lain, muncul tokoh bernama Victor Marie Hugo (1802-1885). Ia seorang pengarang zaman Romantik Perancis yang sangat terkenal karena karya-karya puisi dan novelnya. Salah satunya adalah Les Miserables atau Orang Buangan (1862). Dengan Les Misarables, Hugo ingin menceritakan sekaligus melancarkan kritik sosial terhadap ketidakadilan yang begitu membabi-buta di Perancis, pada masa itu yang belum diguncang revolusi.

Revolusi telah menghancurkan dominasi, penekanan, dan pemaksaan dari monarki, feodalisme, aristokrasi, dan Gereja Katolik. Dan, digantikan prinsip-prinsip liberté, égalité, dan fraternité; kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Tapi, itu mulai dikhianati.

Pada masa yang hampir bersamaan, di Inggris terjadi Revolusi Industri. Revolusi Industri dimulai pada abad ke-18, ketika masyarakat pertanian menjadi lebih maju dan urban. Kereta api lintas benua, mesin uap (James Watt sebagai penyempurna), listrik (Michael Faraday), dan penemuan-penemuan lainnya mengubah masyarakat secara permanen. Revolusi Industri telah mempengaruhi  banyak aspek kehidupan masyarakat global.

Revolusi Industri selain membawa kemajuan tetapi juga memberikan dampak sosial yang sangat nyata. Muncul ketimpangan-ketimpangan sosial-ekonomi dan mendorong maraknya kriminalitas.

Kondisi seperti itu ditangkap oleh Charles Dickens (1812-1870), seorang novelis yang kemudian antara lain menulis novel Oliver Twist. Meskipun masih mengandung banyak komedi, namun Oliver Twist lebih memusatkan perhatiannya pada kejahatan sosial dan moral di tempat kerja dan dunia kriminal. Oliver Twist menjadi wahana kritik sosial yang ditujukan langsung pada masalah kemiskinan di London abad ke-19.

Di belahan dunia lain, Amerika, muncullah Harriet Beecher Stowe (1811-1896) seorang pengarang dan filantropis, yang menangkap kondisi masyarakat Amerika, yang rasialis. Lewat  karya kondanganya novel Uncle Tom’s Cabin, atau Life Among the Lowl, novelis perempuan ini mengkritik praktik perbudaan yang keji di negaranya.

Lalu Karl Marx yang melemparkan pemikiran-pemikiean revolusioner. Pemikiran Marx sebagai sebuah ideologi perjuangan politis, menyemangati sebagian besar gerakan buruh sejak akhir abad ke-19 dan pada abad ke-20, mendasari kebanyakan gerakan pembebasan sosial (Franz Magnis-Suseno: 1999). Tetapi oleh Lenin "diolah" dan menjadi bagian integral dalam ideologi revolusioner menyeluruh sebuah gerakan yang akan menjadi sistem kekuasaan totaliter paling dahsyat yang dikenal umat manusia sampai sekarang.

"Apakah zaman ini, yang mungkin oleh Ronggowarsito disebut Zaman Kabendu dan oleh Ki Narta Sabda disebut Zaman Kali Mataya, karena sepak terjang Covid-19, akan melahirkan 'nabi' baru, Romo?"

"Kita lihat saja, apakah zaman ini akan melahirkan tata nilai kehidupan baru atau tidak, termasuk tata nilai dalam bernegara, bermasyarakat, bahkan juga tata nilai dalam beragama. Apakah ibadat-ibadat virtual menjadi jawaban cara beragama zaman sekarang? Kita semua mengalami, pandemi virus ini telah menghilangkan kedekatan antar-manusia," jawan Romo Ageng.

Romo Ageng masih melanjutkan, "Apakah setelah pandemi ini bisa dikalahkah, hubungan antar-manusia, sekurang-kurangnya manusia Indonesia, menjadi lebih baik, lebih saling peduli, tidak lagi mementingkan diri, tidak berupaya dengan berbagai cara untuk menimbulkan pepercahan, namun bisa bersama-sama saling berbagai harapan?".

Lalu Romo Ageng batuk-batuk kecil dan menyudahi ceritanya dengan mengatakan, "Tempora mutantur et nos mutamur in illis, waktu berubah dan kita pun berubah karenanya".

Penulis adalah wartawan senior.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya