Berita

Faried Wijdan Al-Jufry/Net

Publika

MAPK Dan Masa Depan Ketahanan Spiritual Bangsa

SELASA, 17 MARET 2020 | 15:57 WIB

LEBIH dari tiga dasawarsa Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) berdiri. Sejak dirintis tahun 1987 'pesantren negeri' yang merupakan 'ijtihad jenius dan futuris' mantan Menteri Agama RI zaman Orde Baru, Munawir Sadzali, sudah melahirkan puluah professor, ratusan Doktor alumni dalam dan luar negeri, penceramah agama, pejabat publik, praktisi hukum, jurnalis, pengamat politik, ahli ekonomi, dosen PTAIN, anggota TNI/Polri, hingga entrepreneur sukses.

Tidak berlebihan dikatakan bahwa hampir di semua sektor profesi di sana ada alumni MAPK menunjukkan perannya. Ada sebuah versi, yang jarang diketahui publik, bahkan alumninya, bahwa lahirnya program ini diilhami oleh Pesantren Mambaul Ulum, Surakarta, madrasah pertama di Indonesia yang melahirkan tokoh dan pemikir Islam jempolan di tanah air, sebut saja: K.H. Masykur, K.H. Saefuddin Zuhri (keduanya pernah menjabat Menteri Agama), Mahbub Djunaidi (Kolomnis), Prof. Dr. Baiquni (ahli fisika atom ITB), KH. Munawir Sadzali (pencetus ide MAPK), dan Prof. Dr. Amin Rais. Nah, Madrasah Aliyah Program Khusus ini merupakan versi modern dari Pesanten Mambaul Ulum.

Sejarah membuktikan bahwa MAPK merupakan ruh dari lembaga pendidikan yang ada di bawah Kementerian Agama. Sebab, melalui MAPK ini karakteristik madrasah dengan kekhususan tafaqquh fi al-din masih bisa dipertahankan. MAPK merupakan asset berharga yang wajib dipelihara dan dilestarikan bahkan dikembangkan keberadaannya agar tetap bisa menjadi kebanggaan bersama.


Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) mempunyai keistimewaan (mumayyizat) dalam hal kurikulum dan pembelajarannya dibanding sekolah menengah umum dan madrasah aliyah reguler.

Setidaknya penulis merangkum tigal hal penting yang menjadi keistimewaan (mumayyizat) pesantren negeri ini. Pertama, spirit moderasi beragama dimasukkan ke dalam kurikulum pembelajaran; kedua, penanaman pemahaman keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan yang tinggi; ketiga, penanaman sikap bijak dalam menyikapi perbedaan dalam kehidupan.

Peserta didiknya digembleng untuk mengkaji dan menganalisa kitab-kitab babon referensi keislaman, baik fikih, ushul fikih, tasawuf, ilmu mantik dan balaghah, ilmu tafsir dan Al-Quran, di samping penguasaan secara advance dalam berbahasa Inggris dan Arab, serta penguasaan ilmu non agama, seperti: filsafat, sosiologi, komunikasi, dan seni budaya. Soal olah pikir, rasa, dan karsa, santri MAPK di atas rata-rata.

Mereka mendalami secara serius ilmu-ilmu syariat, tasawuf, dan seni. Ketiga ilmu inilah, menurut Ali Syariati, yang akan menjaga eksistensi Islam di masa depan. Nah, santri MAPK menguasai ketiganya. Mereka adalah peserta didik berkultur hibrida, par excellent dalam hal bersikap  terbuka, dialogis, komunikatif, tidak gegar dan kagetan akan perbedaan pemikiran dan pandangan keagamaan.

MAPK lahir untuk mendidik kader ulama, ulama yang intelek dan intelek yang ulama. Program prestisius ini dijalankan untuk mengantisipasi akutnya persoalan madrasah, melahirkan input mahasiswa/i Perguruan Tinggi Agama Islam (UIN/IAIN/STAIN) yang berkualitas, di samping sebagai pilot project untuk dipersiapkan menjadi pegawai Kemenag yang lebih profesional, berwawasan luas, dan moderat agar mampu memahami perbedaan pemikiran keagamaan masyarakat.

Oleh karena itu, keberadaan dan eksistensi MAPK layaknya harus dipertahankan, ditingkatkan, dan dikelola secara serius oleh pihak terkait: Kementerian Agama. Terlebih, mutakhir ini, saat kondisi keberagamaan di Indonesia terkesan gerah, galak, dan tidak asyik. Bisa kita saksikan bersama saat sebagian rakyat Indonesia menjadikan agama sebagai juri, hakim, dan assessor untuk cara keberagaaman sesamanya.

Sungguh sangat miris saat agama identik dengan kebencian, permusuhan, perundungan, dan perlakuan tidak menyenangkan, apalagi saat beririsan dengan politik. MAPK bisa menjadi solusi alternatif dan bahkan avant-garde dalam kampanye moderasi beragama dan mewujudkan kehidupan keberagaman yang adem, ramah  dan tersenyum.

Revitalisasi MAPK Sampai Mana?


Ganti rezim, bergantilah peraturan. MAPK 'terombang-ambing' dalam problematika legalitas dan undang-undang. Kejelasan payung hukum dan penjabaran aturan serta ketentuan yang lebih pasti yang mengatur tentang MAPK bukannya semakin mantap dan kuat, malah semakin ‘lesu darah’.

Sedikit flash back: di tahun 1975, Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri 1975, untuk “memodernisasi” madrasah; namun di sisi lain telah berdampak pada mandegnya kaderisasi ulama di madrasah.

Tujuan Menteri Agama Prof. Mukti Ali untuk mencetak ulama intelek dan intelek yang ulama jauh panggang dari api. Kualitas lulusan madrasah dinilai serba tanggung: pengetahuan umum tidak menguasai, pengetahuan agama tidak mendalam.

Berawal dari keresahan akan akutnya persoalan madrasah, terutama menyangkut pengkaderan ulama (program tafaqquh fid-din), pada tahun 1987 Menteri Agama Munawir Sjadzali memprakarsai proyek penyelenggaraan Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) dengan kurikulum yang padat agama dan bahasa (Arab dan Inggris) serta pembelajaran yang intensif dengan sistem asrama seperti pesantren.

Di zaman Menteri Munawir, MAPK mengalami masa keemasan, berdirilah lima MAPK di lima kota (Padang Panjang, Ciamis, Yogyakarta, Jember, dan Ujung Pandang), berdasarkan Keputusan Menteri Agama nomor 73/1987. Selanjutnya, pada tahun 1990 dibuka lagi di Lampung, Surakarta, Mataram, dan Martapura. Di awal-awal pendiriannya, program MAPK ini benar-benar dikelola, diperhatikan secara serius, dengan seleksi ketat dan pendanaan memadai (didukung proyek).

Berkaca pada suksesnya MAPK, desakan masyarakat untuk membuka lebih banyak MAPK semakin massif. Untuk merespon desakan itu, melalui Keputusan Menteri Agama, Era Tarmizi Taher, melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 371/1993, restrukturisasi madrasah dilakukan lagi yaitu dengan mengubah MAPK menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAPK).

Secara substansial, antara MAPK dengan MAPK tidak ada perbedaan yang berarti, kecuali beban kurikuler MAPK agak lebih berat ketimbang MAPK. Dari segi operasional, MAPK didukung proyek, sedangkan MAPK tidak. Di samping itu, dengan KMA 371 Tahun 1993 ini Kanwil Depag diberi wewenang membuka MAPK sesuai kebutuhan dan bagi MA yang mau melaksanakan, bukan saja di MAN tetapi juga di MAS.

MAPKa jumlah MAPK menjadi seMAPKin banyak dan massif. Namun sayang, pertambahan jumlah yang sangat besar ini tidak dibarengi dengan dukungan dana, sarana, prasarana dan tenaga yang memadai. Akibatnya, kualitas MAPK menurun dan semakin lama semakin buruk. Pada gilirannya, minat masyarakat juga menurun drastis bahkan sejumlah MA swasta dan Pesantren penyelenggara program keagamaan menutup program ini karena tidak lagi mendapat murid.

Selanjutnya dikeluarkannya UU 20/2003 tentang Sisdiknas (UUSPN 2003) ternyata memunculkan persoalan baru. Beberapa klausul (UUSPN 2003) yang mengatur tentang jenis pendidikan, penyelenggaraan dan penjurusan (Pasal 15, 18, 30 ) tidak memberikan indikasi yang jelas tentang apa, bagaimana dan di mana status hukum dan legalitas MAPK. Artinya, bukan saja masalah degradasi kualitas dan animo masyarakat yang sedang menimpa Madrah Aliyah Keagamaan (MAPK), status kelembagaan MAPK pun sangat problematis.

Pada 1 Agustus tahun 2006 program keagamaan diberhentikan dengan keluarnya surat edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Nomor:   DJ.II.1/PP.00/ED/681/2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi pada poin 5 dinyatakan bahwa pada tahun pelajaran 2007/2008 Madrasah Aliyah penyelenggara Madrasah Aliyah Keagamaan (MAPK) tidak diperkenankan menerima murid lagi. Artinya, sejak tahun itu MAPK mulai berhenti beroperasi dengan kata lain dibubarkan. Sebagai  gantinya Madrasah Aliyah Keagamaan (MAPK) diubah menjadi Program Keagamaan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat    Satuan Pendidikan (KTSP) yang pemberlakuanya dimulai tahun ajaran 2007/2008 tanggal 6 Mei 2008.

Dengan mengacu setandar isi dan standar kelulusan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (PERMENDIKNAS) nomor 22 /2006, dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 2/2008.  Kemudian, tahun 2013 pemerintah mengeluarkan kebijakan baru berupa yaitu kurikulum 2013, dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No 90/2013  tentang  penyelenggaraan madrasah yang diberi nama Program  Studi Keagamaan.

Didukung  dengan  Peraturan  Menteri  Agama Republik Indonesia No 912/2013, tentang kurikulum madrasah 2013 mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab yang diberi nama Peminatan Ilmu-Ilmu Keagamaan Madrasah Aliyah. Produk Kebijakan-kebijakan madrasah aliyah program keagamaan selanjutnya adalah Peraturan Menteri Agama No 60/2015 tentang perubahan atas PMA Nomor 90/2013. Di dalam peraturan ini muncul tumpang tindih istilah: Madrasah Aliyah Kejuruan yang itu sama dengan Madrasah Aliyah Keagamaan. Ada lagi Madrasah Aliyah Akademik dan Madrasah Aliyah Keterampilan. Peraturan Menteri Agama No. 60/2015 ini dilengkapi dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam No. 1293/016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Program Keagamaan di Madrasah Aliyah.

Jika dicermati, petunjuk teknis ini terkesan ‘kurang work’, banyak ditemukan kelemahan-kelemahan, antara lain: Tidak ada satupun juknis yang memuat keterlibatan masyarakat, yakni alumni dan wali murid) dalam penyelenggaraan Program Keagamaan di Madrasah Aliyah, yakni pasal 46: komite madrasah tidak dimasukkan unsur alumni. Padahal alumni merupakan aset penting yang harus dirangkul dan dikembangkan. Peranan alumni dalam memajukan kualitas suatu institusi pendidikan formal sering terlupakan. Dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan dan pengembangan berbagai kegiatan di sekolah, alumni dapat berperan sebagai katalis dengan memberikan berbagai masukan kritis dan membangun kepada almamater mereka.

Alumni seharusnya memiliki posisi tawar yang unik dan strategis karena meskipun mereka tidak lagi merupakan bagian aktif dalam proses pendidikan di sekolah, namun pengalaman mereka selama menjadi siswa dan ikatan batin serta rasa memiliki mereka yang kuat terhadap almamater dapat menghasilkan dan menawarkan berbagai konsep, ide, pemikiran, masukan dan kritik membangun. Selanjutnya pasal 63 tentang Pengawasan Madrasah, tidak ada keterlibatan unsur masyarakat. Mengacu pada konsep "Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah", MAPKa diperlukan sinergi dan kerjasama antara beberapa komponen (stakeholders) yang melingkupi sekolah. Di antara stakeholder madrasah adalah pimpinan/guru/pengelola/siswa yang ada di madrasah, Pemerintah, dan masyarakat, meliputi orang tua, masyarakat umum, dan alumni. Kontribusi kedua pihak tersebut tidak hanya bersifat finansial atau materi saja, tetapi dalam konteks peningkatan mutu diperlukan sumbang saran dan pemikiran tentang berbagai macam hal yang berorientasi pada peningkatan mutu sekolah.

Berubah-ubahnya peraturan dan kebijakan ini menunjukkan bahwa: pertama, kebijakan seperti itu merupakan refleksi dari penyelesaian masalah secara tidak serius, program ini tidak dianggap sebagai program penting, barangkali hanya ‘sisipan’ dan ‘tempelan’. kedua, ‘mendistorsi’ sebagian misi utama Kementerian Agama sebagai pemegang tupoksi pembelajaran tafaqquh fid-din yang sudah diembannya sejak Republik Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Tanpa kebijakan yang arif, tepat, dan visioner bisa muncul preseden buruk bagi kiprah Kementerian Agama ke depan, terutama menyangkut masalah pendidikan agama dan  concern Kementerian Agama terhadap kelangkaan Ulama beberapa tahun ke depan, yang selama ini sering dikeluhkan oleh sebagaian masyarakat.

Format MAPK ke Depan

Program revitalisasi Program Keagamaan sudah dijalankan semenjak 2017. Miliaran dana digelontorkan untuk pembangunan fisik dan sarana non fisik. Program ini merupakan implementasi dari kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 60/2015 tentang perubahan atas PMA Nomor 90/2013. Pertanyaan besarnya adalah apakah dana revitalisasi MAPK sudah tepat sasaran dan peruntukannya? Dan di tahun ketiga program revitalisasi, masyarakat menunggu hasil evaluasi, monitoring, dan audit sesunguh-sungguhnya oleh lembaga terkait. Selanjutnya, di 2020, masihkah ada anggaran revitalisasi MAPK atau justru Rp. 0,-?

Ada beberapa strategi dan kebijakan terkait modifikasi format dan restrukturisasi penyelenggaraan MAPK ke depan, agar supaya tidak terus berada di persimpangan jalan:

Pertama, terkait payung hukum MAPK. Perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Agama RI yang baru dengan standarisasi baku, petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang jelas, menyeluruh dan terarah, serta didukung dana proyek khusus jangka panjang. Penulis mencoba membandingkan dengan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 42 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1524), kemudian diperkuat dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 3192 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Sebagai Madrasah Berasrama.

Dalam PMA ini disebutkan: MAN Insan Cendekia berada di bawah Direktur Jenderal Pendidikan Islam (pasal 2) dan MAN Insan Cendekia menyelenggarakan fungsi: perencanaan kegiatan dan anggaran, penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, penyelenggaraan kerjasama dan sinergi lintas sektoral, pengelolaan unit asrama, unit laboratorium, unit penjamin mutu, dan unit penunjang lainnya, pelaksaan administrasi, evaluasi, dan pelaporan (pasal 4), dan kepala madrasah IC wajib melaksanakan pengendalian internal, penilaian kinerja, dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Direktur Jenderal (pasal 16). Kenapa MAPK tidak bisa seperti itu? Kedua prototip sekolah unggulan ini bisa menjadi Magnet School-nya Kementerian Agama, yaitu model dan inspirasi bagi madrasah-madrasah lain.

Kedua, MAPK dijadikan nomenklatur pendidikan atau unit pelaksana teknis (UPT) tersendiri berdasarkan Peraturan Menteri Agama. Pelaksanaannya tidak dititipkan kepada satuan kerja Madrasah Aliyah Negeri yang ditunjuk. Secara administrasi kelembagaan, manajemen pengelolaan, sarana dan prasarana, gedung, tenaga guru, dan kurikulum dikelola secara penuh dan otonom oleh satuan kerja MAPK. Selama masih menempel pada MAN regular, pengelolaannya terasa ‘biasa’ dan hanya sampingan.

Ketiga, perlunya penerapan kebijakan secara teori transaktif, yakni perumusan kebijakan melalui diskusi dengan semua pihak. Proses pendiskusiannya perlu  melibatkan sebanyak mungkin pihak-pihak terkait atau stakeholder, termasuk dalam hal ini adalah founding fathers MAPK, tokoh pendidikan, kiai, perwakilan alumni MAPK dengan 'tuan rumah' Kementerian Agama, dengan menunjuk satuan tugas perumus kebijakan baru MAPK. Satuan tugas tersebut diisi oleh aktor-aktor yang paham sejarah dan dinamika MAPK, masih punya idealisme bukan yang ‘lesu darah’ dan sekadar berorientasi proyek.

Akhirul kalam, seyampang dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia kepada Menteri Agama terkait program kerja dan kebijakan menangkal radikalisme, MAPK bisa menjadi salah satu jawabannya. Siswa/i MAPK dan alumninya bisa diandalkan mengisi tim task force kampanye moderasi beragama dalam rangka membendung penetrasi ajaran radikal, baik di dunia nyata maupun maya, di berbagai matra dan lembaga.

Faried Wijdan Al-Jufry

Alumni MAPK Surakarta, pengelola pabrik aksara.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Cetak Rekor 4 Hari Beruntun! Emas Antam Nyaris Tembus Rp2,6 Juta per Gram

Rabu, 24 Desember 2025 | 10:13

Saham AYAM dan BULL Masuk Radar UMA

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:55

Legislator PKB Apresiasi Langkah Tegas KBRI London Laporkan Bonnie Blue

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:44

Prabowo Bahas Kampung Haji dengan Sejumlah Menteri di Hambalang

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:32

Pejabat Jangan Alergi Dikritik

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:31

Saleh Daulay Dukung Prabowo Bentuk Tim Arsitektur Perkotaan

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:26

Ribuan Petugas DLH Diterjunkan Jaga Kebersihan saat Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:21

Bursa Asia Bergerak Variatif Jelang Libur Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13

Satu Hati untuk Sumatera: Gerak Cepat BNI & BUMN Peduli Pulihkan Asa Warga

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:04

Harga Minyak Naik Jelang Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya