Berita

Ilustrasi zaman VOC/Net

Publika

Omnibus Law Menyeret NKRI Kembali Ke Zaman VOC

JUMAT, 13 MARET 2020 | 08:48 WIB | OLEH: ARIEF GUNAWAN

PENJAJAHAN di Nusantara sebenarnya juga didukung oleh lemahnya ekonomi kerajaan-kerajaan yang ada.

Kolonialisme di Jawa umumnya terjadi bukan dengan operasi militer, tapi melalui perjanjian-perjanjian ekonomi (semacam undang-undang), antara raja dengan VOC.

Kecuali Perang Jawa (1825-1830) yang dipimpin Diponegoro.

Perjanjian-perjanjian itu bukan untuk menguntungkan rakyat. Tapi untuk kemakmuran raja & kroninya serta negeri Belanda.

Menurut sejarawan Onghokham, VOC merupakan cukong terbesar kerajaan-kerajaan di Nusantara,  khususnya di Jawa.

VOC selalu memihak raja yang “legitim”, dan ikut serta memadamkan oposisi, kalangan kritis, dan para tokoh yang berbeda pendapat dengan raja. Termasuk membiayai penumpasan terhadap aspirasi rakyat dan memecah-belah keraton melalui perang takhta.

Perjanjian-perjanjian seperti Giyanti, Perjanjian Salatiga, Perjanjian Jepara, Perjanjian Ponorogo, ordonansi kuli (disertai poenale sanctie) adalah contoh-contoh, yang dalam konteks sekarang esensinya kurang lebih sama dengan Amandemen UUD ‘45, UU Migas, hingga Omnibus Law yang penuh kepentingan asing & aseng dan merugikan wong cilik. Dalam konteks Omnibus Law RUU ini sangat menindas hak-hak buruh/pekerja.

VOC sendiri terbiasa dengan perbudakan. Rakyat dari pulau-pulau Nusantara yang umumnya miskin direkrut untuk dijadikan budak. Bahkan  beberapa kerajaan di Nusantara hingga akhir abad 19 menggantungkan pendapatan dari mengekspor budak.

Ordonansi kuli esensinya adalah peraturan tentang perburuhan, mirip Omnibus Law, yang disamakan dengan budak. Poenale Sanctie  adalah hukuman fisik yang sangat kejam terhadap para buruh, misalnya terhadap para buruh perkebunan (kuli kontrak) di tanah Deli atau Senembah, Sumatera Timur, dan beberapa wilayah lain.

VOC rezim yang rapuh, yang hancur karena korupsi, sehingga dicela Vergaan Onder Corruptie, karena utang yang menumpuk, kalah teknologi dengan kapal Inggris, dan karena adanya traktat pembagian wilayah dagang dengan Inggris.

Jumlah tentara VOC sebenarnya tidak terlalu besar dan tidak terlalu canggih. Waktu agresi pertama di Aceh, 1873, belum dua minggu Jenderal Kohler yang mimpin penyerbuan mati ditembak pejuang Aceh.

Alutsista Belanda pada masa itu juga tidak mendominasi, bahkan beberapa kerajaan di Nusantara saat itu sudah memiliki semacam hubungan kerjasama pertahanan, seperti halnya Kerajaan Aceh dengan Turki.
 
Banyak kerajaan yang jatuh belakangan. Bali baru bisa ditaklukkan pada 1910, Ternate 1923, Ruteng 1928,  Sulawesi Selatan 1905, Toraja 1910, dan para pejuang Aceh berperang selama sekitar 70 tahun lebih melawan Belanda dengan gagah berani.

Namun elit penguasa hari ini menyeret kita untuk kembali ke zaman VOC melalui Omnibus Law.

Kini betapa kian terasa kita hidup dalam nafas zaman yang sama, zaman VOC.

Penulis adalah wartawan senior

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

UPDATE

Kini Jokowi Sapa Prabowo dengan Sebutan Mas Bowo

Minggu, 28 April 2024 | 18:03

Lagi, Prabowo Blak-blakan Didukung Jokowi

Minggu, 28 April 2024 | 17:34

Prabowo: Kami Butuh NU

Minggu, 28 April 2024 | 17:15

Yahya Staquf: Prabowo dan Gibran Keluarga NU

Minggu, 28 April 2024 | 17:01

Houthi Tembak Jatuh Drone Reaper Milik AS

Minggu, 28 April 2024 | 16:35

Besok, MK Mulai Gelar Sidang Sengketa Pileg

Minggu, 28 April 2024 | 16:30

Netanyahu: Keputusan ICC Tak Membuat Israel Berhenti Perang

Minggu, 28 April 2024 | 16:26

5.000 Peserta MTQ Jabar Meriahkan Pawai Taaruf

Minggu, 28 April 2024 | 16:20

Kepala Staf Angkatan Darat Israel Diperkirakan Mundur dalam Waktu Dekat

Minggu, 28 April 2024 | 16:12

Istri Rafael Alun Trisambodo Berpeluang Ditersangkakan

Minggu, 28 April 2024 | 16:05

Selengkapnya