Berita

Presiden Joko Widodo/Net

Politik

BPJS Naik Dan Tak Keluarkan Perppu KPK, Bahan Evaluasi 100 Hari Kerja Jokowi

RABU, 29 JANUARI 2020 | 18:10 WIB | LAPORAN: RAIZA ANDINI

Masa kerja pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo telah memasuki hari ke-100. Terdapat beberapa catatan penting yang dapat dijadikan evaluasi untuk pemerintah ke depan.

Analis politik dari lembaga survei Kedai Kopi Hendri Satrio mencatat terdapat sejumlah evaluasi yang dirangkumnya selama 100 hari kerja. Beberapa di antaranya mengenai kenaikan tarif BPJS serta pemberantasan korupsi.

Dalam kenaikan tarif BPJS, Hensat sapaan akrabnya, Jokowi telah menyetujui kenaikan iuran BPJS kesehatan per-1 Januari 2020 yang tertuang dalam Perpres 75/2019 tentang perubahan atas peraturan presiden 82/2018 tentang jaminan kesehatan. Kebijakan tersebut dianggap kian menyengsarakan rakyat kecil.


“Alasan utama yang digembar-gemborkan atas kenaikan iuran BPJS tersebut adalah terkait kesinambungan program jaminan kesehatan, mengingat selama ini BPJS tercatat merugi,” kata Hensat kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (29/1).

“Namun hal tersebut dinilai kontraproduktif oleh beberapa pihak karena membebani ekonomi rakyat,” lanjutnya.

Mengenai upaya pemberantasan korupsi, Hensat pengesahan UU 19/2019 sebagai hasil revisi UU KPK menjadi preseden buruk pada pemerintah yang dipandang berupaya melemahkan lembaga antirasuah.

“Revisi UU KPK yang pada akhir periode pertama memantik protes dan demonstrasi besar-besaran ternyata tetap membuat Jokowi bergeming pada periode kedua,” katanya.

Padahal, berdasarkan survei Lembaga Survei Kedai KOPI pada 28-29 September 2019, tercatat 55,2 persen publik menganggap revisi UU KPK melemahkan KPK.

“Jokowi tidak kunjung menerbitkan Perppu untuk membatalkan revisi UU KPK tersebut yang merupakan salah satu poin utama dalam protes dan demonstrasi tersebut,” jelasnya.

Akibatnya, kata akademisi Universitas Paramadina ini, tidak jelasnya langkah pemberantasan korupsi membawa dampak pada iklim investasi di dalam negeri.

“Beberapa ekonom menjelaskan ketidakpastian ketegasan pemberantasan korupsi dapat membuat investor ragu-ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia,” tutupnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya