Berita

Grafik perbandingan demokrasi Indonesia dan Malaysia/Repro

Politik

Miris! Indeks Demokrasi Indonesia Kalah Jauh Dari Malaysia

KAMIS, 23 JANUARI 2020 | 01:56 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Indonesia sudah dikenal di belahan dunia sebagai negara demokrasi. Saking demokratisnya, pemilihan umum paling rumit pun terjadi di Indonesia demi mengedepankan asas demokrasi.

Namun demikian, data berbicara lain.

Berdasarkan indeks demokrasi tahunan yang dirilis Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia bercokol di urutan ke-64 dari 167 negara di tahun 2019. Sedangkan di urutan pertama dan kedua diisi negara eropa sebagai negara demokrasi, yakni Norwegia dan Irlandia.


Setidaknya, ada lima kategori yang menjadi indikator EIU dalam mengukur indeks demokrasi negara, yakni proses pemilihan dan pluralisme, berfungsinya pemerintah, partisipasi politik, budaya politik, dan kebebasan sipil yang menggunakan skor 0-10.

Skor proses pemilihan dan pluralisme Indonesia berada di angka 7,92, berfungsinya pemerintah di angka 7,14, partisipasi politik 6,11, budaya politik 5,63, dan kebebasan sipil di angka 5,59. Total keseluruhan indeks demokrasi Indonesia hanya di angka 6,48.

Tren penurunan demokrasi Indonesia bahkan sudah terjadi sejak tahun 2015. Pada tahun 2015, indeks demokrasi Indonesia berada di angka 7,03. Tahun 2016 menurun ke angka 6,97. Tahun berikutnya kembali menurun di mana 2017 dan 2018 berada di angka 6,39.

Bahkan ada gap demokrasi yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga, yakni Malaysia.

EIU mencatat, Malaysia berada di urutan ke-43 dari 167 negara dalam indeks demokrasi tahunan dengan skor keseluruhan 7,16.

Dalam rilis yang dikeluarkan di tahun 2020 ini, EIU menyoroti dinamika politik yang terjadi di dalam negeri usai terpilihnya Joko Widodo di Pilpres 2019 untuk melanjutkan periode keduanya.

Dinamika politik yang disinggung adalah soal kemunculan usulan penghapusan pemilihan presiden langsung dan dikembalikan ke MPR RI.

"Ini akan membuat Indonesia kembali ke sistem pra-2004, di mana presiden dipilih oleh parlemen nasional. Langkah regresif seperti itu akan melemahkan sistem pemilihan negara, menggantikan pemilihan yang kompetitif seperti saat ini dengan prosedur yang tidak jelas. Jokowi menentang langkah tersebut, namun karena pengaruhnya berkurang di masa depan, pihak lain mungkin mendorong (penghapusan) ke depan," demikian bunyi laporan tersebut.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya