Berita

Ilustrasi

Publika

Bank Umum Vs BPR/BPRS Dan Bank Syariah Vs Non Suariah

SABTU, 14 DESEMBER 2019 | 11:02 WIB | OLEH: FUAD BAWAZIER

DULU semasa Orba sudah ada pembagian kerja atau rezeki antara bank umum dan BPR/BPRS.

Pengusaha besar mengembangkan bank umum (yang modalnya memang besar) dan karena itu diizinkan beroperasi secara nasional di seluruh wilayah Indonesia, bisa menjadi bank devisa maupun bank persepsi.

Sementara pengusaha kecil diberi kesempatan untuk mengembangkan perbankan dengan modal kecil dan untuk melayani debitur (peminjam) kecil, yaitu bank perkreditan rakyat (BPR) dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) yang wilayah operasinya hanya sebatas provinsi.

Bank umum melayani nasabah besar, yang bankable, sedangkan BPR/BPRS melayani debitur yang umumnya tidak bankable, seperti pedagang kecil dipasar tradisionil, atau penjual gorengan dipinggir jalan atau pedagang kaki lima (PKL), dan ada yang bayarnya kembali ke BPR secara harian. Itupun di jemput kepasar oleh petugas BPR/BPRS.

Sama dengan bank umum, BPR/ BPRS juga diawasi ketat oleh Bank Indonesia (BI) atau kini oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) termasuk permodalan dan direksi atau pengurusnya. Bahkan untuk bank  yang bersyariah, kepengurusannya harus dilengkapi dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang kesemuanya harus di setujui oleh OJK.

Dalam perjalanannya, konsensus pembagian lahan rezeki tadi dilanggar ketika diera reformasi bank bank umum diizinkan menjalankan micro banking yang hakekatnya adalah memasuki lahan BPR/BPRS, bahkan dengan wilayah atau cakupan operasinya secara nasional. Pemilik BPR-BPRS sebenarnya kecewa saat bank  bank umum memasuki wilayah mereka yaitu micro banking, tapi tidak ada yang bisa dilakukan kecuali pasrah.

BPR dan BPRS juga mendapatkan saingan langsung dari berbagai program perkreditan pemerintah seperti KUT, KUR, kredit candak culak, program Persero PMN dll.  BPR-BPRS memahami dan ikhlas dengan persaingan itu demi kesejahteraan rakyat kecil.

Padahal pangsa pasar BPR-BPRS masih amat amat kecil dibandingkan pangsa pasar bank bank umum.

Karena persaingan dan mismanagement, BPR dan BPRS terdesak dan terpuruk tapi masih bertahan meski  tidak sedikit yang bankrut. BPR /BPRS merasa bantuan dan perlindungan terhadap mereka tidak sebanyak seperti kepada bank umum yang bisa menikmati BLBI. Keluhan yang paling utama BPR-BPRS adalah proses pengesahan saham dan Pengurus mereka oleh OJK lama sekali. Sering membuat mereka frustasi dan kerepotan. Sangat tidak sejalan dengan semangat Presiden Jokowi yang menginginkan pelayanan serba  cepat. Tidak sedikit calon investor BPR/ BPRS yang mengundurkan diri karena lambannya proses di OJK. Konon tidak secepat proses yang sama untuk bank umum.

Yang membedakan bank umum dan bank syariah adalah yang pertama beroperasi berdasarkan riba sedangkan bank syariah menolak riba karena prinsip syariah adalah mengharamkan riba. Orang islam yang ke bank syariah adalah mereka yang anti riba karena alasan ajaran atau tuntunan agamanya.

Jumlah mereka yang anti riba kian membesar sehingga bank bank umum termasuk bank negara beramai ramai mendirikan bank syariah untuk menangkap pangsa pasar ini. So far so good, semua berjalan baik dan mulus.

Kini, tidak ada angin atau hujan tiba tiba para taipan yang biasa hidup didunia riba mendirikan Menara Syariah berlokasi di Pantai Indah Kapuk (PIK).

Seorang emak tokoh Majelis Taklim bertanya kepada saya bagaimana hukumnya bila bisnis syariah dimiliki oleh mereka yang non muslim dan biasa berbisnis atas dasar riba?

Dan bagaimana hukumnya orang islam yang berbisnis “syariah” dengan non muslim yang biasa bergelut  dengan riba; yang kemungkinan besar modalnya juga dari hasil bisnis riba.

Jujur saya tidak punya kepasitas menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut. Saya rasa itu tugas MUI dan para ulama syariah maupun ormas ormas islam. Monggo dijawab, ini soal riil yang dihadapi umat, jangan dibiarkan tersesat, atau menjadi bola liar.

Terima kasih.

Penulis adalah mantan Menteri Keuangan

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Prabowo-Gibran Perlu Buat Kabinet Zaken

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:00

Dahnil Jamin Pemerintahan Prabowo Jaga Kebebasan Pers

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:57

Dibantu China, Pakistan Sukses Luncurkan Misi Bulan Pertama

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:46

Prajurit Marinir Bersama Warga di Sebatik Gotong Royong Renovasi Gereja

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:36

Sakit Hati Usai Berkencan Jadi Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Pemerintah: Internet Garapan Elon Musk Menjangkau Titik Buta

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Bamsoet Minta Pemerintah Transparan Soal Vaksin AstraZeneca

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:16

DPR Imbau Masyarakat Tak Tergiur Investasi Bunga Besar

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:06

Hakim MK Singgung Kekalahan Timnas U-23 dalam Sidang Sengketa Pileg

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:53

Polisi Tangkap 2.100 Demonstran Pro-Palestina di Kampus-kampus AS

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:19

Selengkapnya