Berita

Kabinet Indonesia Maju/Net

Publika

Ekonomi Dan Korupsi, Bukan Radikalisme!

SELASA, 29 OKTOBER 2019 | 16:28 WIB | OLEH: EDY MULYADI

SAYA seharusnya marah kepada Presiden Joko Widodo dan para menterinya. Ada beberapa alasan penting kenapa saya layak marah kepada mereka. Antara lain, sebagai rakyat dan pembayar pajak saya berhak berharap punya Presiden dan menteri yang benar-benar profesional, mengerti tugas dan fungsinya, serta berintegritas.

Sebagai Presiden, Jokowi tidak membuktikan dirinya seorang profesional. Buktinya, dia abai terhadap kapasitas dan kapabilitas para pembantunya. Di periode kedua kekuasaannya, dia masih saja memilih orang-orang yang terbukti gagal menjalankan tugasnya. Sri Mulyani, Luhut Binsar Panjaitan, dan Airlangga Hartarto, misalnya. Mereka adalah barisan pejabat publik yang terbukti gagal tapi kembali dipercaya menghela perekonomian, agar negara maju dan rakyat sejahtera.

Mantan pengusaha mebel itu juga mengabaikan aspek integritas yang harus melekat pada para pembantunya. Dari 34 menteri, ada sembilan yang pernah terseret kasus korupsi. Mereka adalah Airlangga Hartato (Menko Perekonomian), Agus Gumiwang (Menteri Perindustrian), Tito Karnavian (Menteri Dalam Negeri), Luhut Binsar Panjaitan (Menko Maritim dan Investasi), dan Ida Fauziah (Menteri Ketenagakerjaan).


Empat nama lainnya, Yasonna Laoly (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia), Abdul Halim Iskandar (Menteri  Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi), Syahrul Yasin Limpo (Menteri Pertanian), dan Zainudin Amali (Menteri Pemuda dan Olah Raga).

Ekonomi Jeblok


Pada tulisan kali ini, saya tak hendak menyentuh aspek hukum yang menyeret sembilan nama tadi pada kasus korupsi. Joko dan para hulubalangnya akan gampang mengelak, dengan mengatakan semuanya belum terbukti di pengadilan. Tentu saja, argumen itu benar. Tapi siapa pun tahu, di negeri ini politik bisa mengendalikan dan mempermainkan hukum. Jadi, sudahlah...

Sejatinya, masalah yang kini Indonesia hadapi adalah ekonomi yang jeblok. Pertumbuhan yang macet. Utang yang tembus Rp 5.000 triliun. Terjadi deindustrialiasi yang tak terbendung. Pengangguran yang membangkak dan lapangan kerja yang entah untuk siapa. Kita juga mengalami kemiskinan yang tak kunjung turun secara berarti. Harga-harga yang terus melambung. Pajak yang mencekik.

Joko sepertinya tahu benar fakta ini. Tapi pada pidato pelantikannya, dia telanjur mengumbar mimpi, bahwa pendapatan rakyat Indonesia bakal mencapai Rp 27 juta per bulan.

Pertanyaanya, apakah dia tahu bahwa agar penduduk berpendapatan Rp 27 juta per bulan pada 2045, itu artinya Indonesia harus tumbuh 7,5% sampai 8% setiap tahun berturut-turut selama 26 tahun ke depan? Padahal, fakta menunjukkan selama lima tahun terakhir (dan itu artinya, selama pemerintahan Joko periode pertama) ekonomi kita cuma berkutat di angka 5%?

Stigma Radikalisme


Tapi, entah karena bisikan siapa, Joko kini sibuk mengalihkan perhatian rakyat pada isu radikalisme. Itulah sebabnya, para menterinya rajin menggonggong soal ini di kementerian masing-masing. Dan, yang membuat darah naik ke ubun-ubun, tudingan radikalisme para pejabat publik tersebut diarahkan kepada Islam dan ummat Islam.

Bahkan, Fachrul Razi yang jadi menteri agama pun mengaku secara khusus mendapat perintah dari mantan Wali Kota Solo itu untuk memerangi radikalisme. Razi, misalnya, begitu diangkat langsung proklamasi  bahwa dia bukanlah menteri agama Islam. “Saya adalah Menteri Agama Republik Indonesia. Di dalamnya ada agama-agama lain,” ujarnya kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (23/10).


Tapi anehnya, tak lama berselang, dia langsung menebar ancaman kepada para ustaz dan penceramah yang dianggapnya menebar radikalisme dan perpecahan. Pertanyaan mendasar buat Razi, katanya anda bukan Menteri Agama (hanya) Islam melainkan juga agama-agama lain, tapi kenapa tudingan radikalisme dan perpercahan bangsa hanya anda tujukan kepada para ustas dan kiai? Bagaimana dengan para pendeta di gereja, biksu di vihara, tokoh agama di pura dan lainnya? Apa menurut anda mereka pasti tidak radikal?

Lalu parameter radikal seperti apa? Apakah ustaz yang menyampaikan dalil Qur'an dan Sunnah kepada kaum muslimin masuk kategori radikal?  Bagaimana dengan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu? Apakah ini juga pasal ini termasuk radikal?

Setali tiga uang, Mahfud MD yang diangkat sebagai Menko Politik Hukum dan Keamanan pun berkoar seputar memerangi radikalisme. Profesor hukum tata negara ini terbilang rajin menebar stigma negatif kepada Islam dan ummatnya. Bahkan sikap ‘permusuhannya’ kepada agamanya sendiri telah tampak jauh sebelum diangkat sebagai menterinya Joko. Masih ingat ketika dia mengatakan, Prabowo menang di provinsi-provinsi yang radikal? Narasi yang dikembangkan sesaat usai dilantik jadi menteri, sama dengan Razi, soal masjid yang dia stigma jadi ajang penyebaran kebencian.

Sebetulnya sangat mengherankan, jika seorang Mahfud yang berlatar belakang madrasah dan nahdiyin bisa begitu memusuhi Islam. Itu barangkali  seorang warganet beragama nasrani Sad Ronin @wawat_kurniawan menulis, “pak @mahfudmd kalau anda tidak yakin agama yang anda yakini itu benar dan baik serta pembawa kedamaian, mending ikut saya pak ke gereja.”

Pengalihan Isu

Heboh narasi radikalisme yang dinyanyikan para menteri baru tentu bukan tanpa sebab. Tokoh nasional Rizal Ramli menengarai hal ini sebagai upaya pengalihan isu dari ketidakmampuan pemerintah mengatasi masalah ekonomi yang nyungsep.

“Setahun ke depan agaknya akan digoreng terus isu 3R (radikalisasi, radikulisasi & radikolisasi),” tulis RR, begitu dia biasa disapa, di akun twitternya @RamliRrizal, Ahad (27/10).

Pada titik ini, kemarahan rakyat, terutama yang beragama Islam, memang layak disemburkan kepada Joko, tim ekonomi, para menteri khususnya Mahfud dan Razi. Sebagai orang Islam, sudah semestinya saya akan mengerahkan semua kemampuan dan sumber daya yang saya miliki agar bisa melaksanakan semua ajaran Islam. Ini wajar dan normal. Sewajar dan senormal warga negara Indonesia yang beragama lain.

Dan, kini rezim Joko menjadikan Islam dan ummatnya sebagai musuh yang musti ditumpas. Wahai penguasa, kalau benar orang Islam radikal, tentu tidak akan ada WNI yang beragama selain Islam karena semua sudah dibunuhi oleh orang Islam. Tidak ada rumah ibadah selain masjid dan mushola karena yang lain sudah dirubuhkan oleh orang Islam.

Faktanya justru sebaliknya. Kendati muslim mayoritas, agama lain bisa tumbuh dan berkembang secara baik. Pemeluk agama lain bukan cuma dilindungi dan dihormati, mereka bahkan bisa dan boleh meraih puncak jenjang karir dalam pangkat dan jabatan. Tak terhitung jumlah kepala daerah, jenderal dan menteri yang beragama bukan Islam.

Soal toleran dan cinta mati NKRI, ummat Islam sudah khatam, bahkan sejak negara ini belum berdiri. Sebagian besar, kalau tidak disebut semua, pahlawan beragama Islam. Banyak dari mereka yang ulama, kyai, dan santri. Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Sentot Alibasyah, dan lainnya jelas berpakaian ulama.

Dengan pidato menggelegar dan berulang menyebut Allahu akbar, Bung Tomo menggelorakan semangat jihad arek-arek Suroboyo mengusir tentara sekutu dari Surabaya. Hasilnya, sekutu pergi walau harus ditebus dengan lebih dari 6.000 anak muda yang mati syahid, insya Allah.

Soekarno, Hatta, Sjahrir, Hasyim Asyhari, Ahmad Dahlan, Agus Salim, Natsir, Wahid Hasyim, Kasman, Abikusno, Roem, Soepomo, dan teramat banyak yang lain adalah muslim.

Lalu, apakah mereka ngotot menghendaki dan memaksa Islam sebagai dasar negara? Tidak, kan?

Cuma segitu?


Mosok profesor sekelas Mahfud tidak bisa melihat kenyataan ini? Mosok jenderal seperti Razi tidak tahu fakta ini? Terus terang, selain marah saya kasihan kepada kalian. Profesor dan  jenderal kok cuma segitu!

Jadi, sudahlah. Berhentilah rezim ini menebar stigma radikalisme terhadap Islam dan ummat Islam. Masalah yang Indonesia hadapi sama sekali bukan radikalisme. Masalah kita adalah ekonomi yang terpuruk, pendapatan rakyat merosot, beban hidup yang teramat berat.

Problem superberat lain adalah korupsi. Korupsi yang begitu massif telah merenggut hak-hak rakyat. Jangan lupa, para pelaku korupsi adalah mereka yang selama ini paling nyaring berteriak "Saya pancasila, NKRI harga mati." Mereka itulah yang radikal yang sesungguhnya.

Baiknya mulai sekarang, kalian bekerja bahu-membahu meningkatkan ekonomi kita. Joko dan kabinetnya harus ekstra sungguh-sungguh memerangi korupsi. Bukan sebaliknya malah melemahkan KPK. Dengan begitu, barulah kita boleh berharap rakyat bisa hidup sejahtera!

Penulis adalah wartawan senior

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya