Berita

M. Nasir/Net

Publika

Batalkan Impor Rektor

SABTU, 03 AGUSTUS 2019 | 12:43 WIB

DARI baja sampai garam impor. Alasan bisa dibuat macam-macam. Yang menjadi fakta adalah semangat kemandirian rendah dan yang memprihatinkan yaitu merosotnya jiwa nasionalisme penyelenggara dan pemimpin negara.

"Saya Pancasila saya Indonesia" berkata sandi "bulshit". Para pedagang selalu berpikir untung. Namanya juga jual beli. Tapi mengelola negara ala pedagang sangat berbahaya. Nasionalisme pun bisa dijual bebas.

Rektor PTN tahun 2020 akan impor juga. Menristekdikti menyatakan Presiden sudah setuju. Alasannya kita butuh Rektor asing yang berkualitas. Sungguh alasan kualitas atau kualifikasi itu melecehkan kemampuan sumber daya negara sendiri.


Kita merdeka sudah 74 tahun dengan hampir lima ribu Perguruan Tinggi, ironi jika harus mengimpor Rektor. Perguruan Tinggi Negeri lagi. Mengatur negara kok seperti bermain-main tanpa idealisme. Rektor asing mana paham ideologi. Faktor penting edukasi.

Komentar nyinyir beragam setelah impor Rektor, impor Gubernur, lalu sekalian impor Presiden. Ejekan seperti ini menunjukan bahwa kebijakan tersebut memang "berkualitas rendah".

Pilpres berbarengan Pileg 2019 memakan biaya mahal hingga Rp 25 trilun. Hasilnya tidak istimewa malah gonjang-ganjing. Belum lagi korban ratusan tewas. Sungguh dramatis. Muncul pemikiran untuk kembali ke pemilihan oleh MPR meski ini artinya semangat awal untuk berdemokrasi langsung harus dianulir.

Kaitan dengan impor-imporan becandaan itu Presiden impor sebenarnya ada peluang setelah pasal 6 UUD 1945  "orang Indonesia asli" diamandemen. Hanya karena ada syarat harus WNI sejak lahir sedikit menyulitkan "perusahaan" importir.

Sekedar untuk memajukan PT apalagi negeri rasanya tidak perlu sampai mengimpor rektor. Lagi pula proses pemilihan rektor mesti melibatkan bagian dari civitas academica. Cukup tenaga dosen saja. Bahwa adanya niat ingin memperkuat jaringan internasional Kementerian Dikti dapat memfasilitasi maksimal. Bila perlu memiliki konsultan ahli asing. Lebih profesional dan proporsional.

Pemimpin puncak PTN asing akan menghambat komunikasi efektif. Beda budaya menjadi hambatan psikologis tersendiri. Atau rektor asing itu diperlukan untuk merealisasikan program deradikalisasi? Jangan-jangan malah justru rektornya yang liberal dan radikal. He he...

Moga Menristekdikti M. Nasir diganti agar program impor imporan rektor menguap dengan sendirinya. Proposal untuk jadi menteri lagi baiknya ditolak. Tidak terlalu menonjol prestasinya. Yang diprogramkan malah kontroversial soal radikalisme kampus lah, rektor asing lah.

Kita usulkan Pak Nasir jadi Rektor di luar negeri saja Amerika misalnya, untuk membuktikan yang bersangkutan memang berkualitas dengan pikiran-pikiran cerdas dan cemerlang. Berkelas dunia.

M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya