Berita

Rizal Ramli usai memberi keterangan di KPK/RMOL

Hukum

Rizal Cerita Kandasnya Usaha Pemerintahan Gus Dur Koreksi BLBI

JUMAT, 19 JULI 2019 | 20:00 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Ekonom senior, Rizal Ramli, membeberkan kaitan erat pergantian rezim di awal masa reformasi dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Rizal memberi penjelasan keada wartawan setelah memberi keterangan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Jakarta, pada Jumat (19/8).

Awalnya, mantan Menko Ekuin dan Menteri Keuangan itu menguraikan soal muasal Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI pada 2004, di saat dirinya sudah tidak lagi menjabat di pemerintahan. BLBI bermula dari tahun 1998 saat krisis moneter menimpa Indonesia pasca Soeharto jatuh dan keterlibatan International Monetary Fund (IMF).  Krisis dipicu swasta-swasta Indonesia yang utangnya besar sekali pada waktu itu.


"Kemudian IMF menaikkan tingkat bunga Bank Indonesia dari 18 persen ke 80 persen dan akhirnya bank-nya tumbang semua. Akhirnya pemerintah terpaksa menyuntik dengan apa yang disebut dana BLBI," jelas Rizal kepada wartawan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/7).

Rizal mengatakan, besar suntikan dana BLBI itu sekitar 80 miliar dolar AS. Di era Presiden BJ Habibie dengan Bambang Subianto sebagai Menteri Keuangan, pembayaran utang BLBI diubah dengan model aset. Perubahan itu berkat lobi Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) waktu itu, Glenn Muhammad Surya Yusuf.  

"Tapi ada juga (bank) yang bandel, padahal enggak bagus asetnya, busuk atau belum clean and clear. Misalnya tanah, padahal surat-suratnya belum jelas tapi dimasukkan sebagai aset," ungkap Rizal.

Kemudian, BPPN meminta bantuan perusahaan finansial di Amerika Serikat, Lehman Brothers, untuk melakukan valuasi (prosedur untuk mendapatkan nilai atas saham dari suatu perusahaan). Namun, kerja Lehman Brothers dianggapnya janggal karena dalam waktu satu bulan sudah bisa menilai ratusan perusahaan.

"Sehingga tidak aneh, banyak kasus di mana ngaku sudah menyerahkan aset segini, kenyataannya enggak segitu. Seandainya pada waktu itu BLBI ini dianggap sebagai utang tunai, pemerintah Indonesia malah selamat," kata Rizal.

Waktu membawa Rizal menjadi Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Perindustrian (Menko Ekuin) di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Menurut dia, posisi pemerintah secara hukum ingin memulihkan kondisi ekonomi kala itu.

"Tahun 2000 saya diangkat jadi Menko, saya pelajari kasus BLBI. Saya kaget ternyata posisi pemerintah lemah sekali secara hukum. Kenapa perjanjian Master Settlement and Acquisition and Agreement (MSAA) macam-macam itu didraf sama konsultan asing, dipasarkan. Itu membuat posisi tawar pemerintah Indonesia lemah," kata Rizal.

Kemudian, Rizal mengambil sikap dengan menuntut semua obligor BLBI menyerahkan "personal guarantee" agar posisi tawar pemerintah Indonesia lebih kuat. Personal guarantee itu membuat pemerintah dapat menagih utang sampai pada keturunan si obligor.

"Mereka menolak. Ada yang bilang enggak mau anak cucunya kena. Sampai ada yang bilang lebih bagus bunuh diri daripada harus menyerahkan personal guarantee," jelas Rizal.

Sayangnya, upaya menuntut personal guarantee yang dilakukan pemerintahan Gus Dur akhirnya kandas. Pemerintahan Gus Dur ditumbangkan parlemen.  

"Tapi saya enggak tahu alasannya, setelah pemerintahan Gus Dur jatuh diganti pemerintahan berikutnya, personal guarantee itu diubah. Posisi pemerintah Indonesia jadi lemah lagi," ungkap Rizal.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya