Berita

Ilustrasi/Net

Muhammad Najib

Sanksi Ilegal Amerika Terhadap Iran

RABU, 26 JUNI 2019 | 17:04 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

ISTILAH "sanksi ilegal" diberikan oleh Rusia untuk menyebut sanksi terbaru Amerika yang diberikan untuk sejumlah pejabat penting Iran, termasuk Menteri Luar Negeri serta pemimpin dan tokoh spiritual tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Sanksi tambahan ini diberikan untuk memaksa Iran tunduk pada tekanan Amerika, yang diharapkan kemudian mengikuti semua kemauan yang dikehendakinya. Di belakang Amerika berbaris Israel, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Bahrain.

Amerika menggunakan alasan, bahwa semua yang dilakukannya untuk mencegah Iran memiliki senjata nuklir dan menghentikan kegiatannya mensponsori kegiatan terorisme di kawasan Timur Tengah.

Amerika khususnya setelah Donald Trump menghuni Gedung Putih sering mengumbar dan bermain kata-kata yang tidak bermakna, atau jauh dari data, fakta, dan menggunakan logika "semau gue" ala cowboy.

Sebagai contoh: Israel yang sudah terbukti memiliki senjata nuklir, sementara Iran walaupun menguasai teknologi nuklir, akan tetapi masih jauh untuk bisa membuat senjata nuklir.

Lebih dari itu Iran menjadi anggota International Atomic Energy Agency (IAEA) yang menandatangani kesepakatan untuk tidak mengembangkan senjata nuklir, diikuti dengan pengawasan yang ketat. Sementara Israel menolak menjadi anggota IAEA dan menolak untuk diawasi oleh lembaga manapun. Iran dipersoalkan oleh Amerika sementara Israel, bukan hanya tidak dipersoalkan, juga dilindungi dan dibantu.

Dalam masalah isu terorisme di Timur Tengah, Amerika dan Israel telah lama menuduh para pejuang kemerdekaan di Timur Tengah yang tidak sejalan dengan kepentingannya sebagai organisasi teroris. Lebih dari itu, sejumlah pejabat atau mantan pejabat Gedung Putih telah mengakui secara terbuka, berulangkali mensponsori gerakan bersenjata ilegal di kawasan Timur Tengah.

Pertanyaannya siapa sebenarnya yang mendukung terorisme?

Sejak Amerika menyatakan keluar dari kesepakatan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang ditandatangani Amerika dan Iran bersama Rusia, Inggris, Perancis, China plus German yang dikenal dengan P6+1, Iran telah menerima sanksi dari Amerika, berupa sanksi ekonomi dan keuangan.

Menurut logika normal, seharusnya Amerika yang keluar dari perjanjian, tanpa alasan yang jelas yang mendapatkan sanksi dari negara-negara penandatangan.

Sanksi berikutnya diberikan dengan cara memasukkan Pasukan Pengawal Revolusi (Pasdaran) ke dalam daftar teroris, padahal Pasdaran merupakan bagian dari tentara resmi Iran. Selanjutnya sanksi berupa penghentian ekspor minyak Iran dengan cara memaksa negara importirnya untuk menghentikannya. Padahal 64 persen devisa Iran bersumber dari ekspor minyak.

Merujuk pada fakta-fakta ini, maka sanksi terbaru Amerika dipastikan tidak akan memberikan pengaruh apa-apa terhadap Iran. Akan tetapi hanya akan meningkatkan ketegangan yang sudah tinggi dan membuat solusi damai semakin sulit.

Sebenarnya Amerika sudah lama memainkan kartu sanksi, baik yang berupa ekonomi, politik, maupun militer, untuk mendikte negara lain. Akan tetapi selama ini dimainkan secara proporsional, halus, dan elegan.

Saat ini sanksi ekonomi, politik, dan militer diobral dan dimainkan secara vulgar oleh Trump, bukan saja kepada Iran akan tetapi juga telah dilakukan terhadap banyak negara lain, seperti Rusia, China, Korea Utara, Lebanon, Palestina dan Turki.

Kini Amerika kena batunya, ketika berbagai sanksi yang diberikan kepada Iran ternyata tidak berbuah sebagaimana yang diharapkan. Karena itu, sangat menarik untuk mengikuti bagaimana perkembangan ke depan, baik terkait Iran, negara-negara Timur Tengah, dan negara lain di dunia dengan manuver politik, ekonomi, dan militer yang dimainkan Amerika.

Penulis adalah Pengamat Politik Islam dan Demokrasi

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya