Berita

Foto: Net

Bisnis

Defisit Ganda; Makro Jeblok Dan Dompet Pemerintah Minus

MINGGU, 26 MEI 2019 | 14:40 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

SEKARANG ini ekonomi Indonesia mengalami double deficit atau twin deficit atau defisit berganda. Apa itu? yakni suatu kondisi defisit di dalam neraca transaksi berjalan yang terjadi bersamaan dengan defisit Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Defisit neraca transaksi berjalan mencerminkan keadaan neraca ekonomi nasional terhadap luar negeri atau neraca eksternal yang buruk. nilai defist transaksi berjalan sepanjang tahun 2018 tersebut mencapai Rp -441,05 triliun (asumsi 1 dolar AS – Rp 14.200). Ini adalah nilai yang sangat besar yang belum pernah terjadi sejak Indonesia berdiri.

Sementara defisit APBN mencerminkan keadaan keuangan pemerintah yang juga buruk. Jadi seluruh pelaku ekonomi Indonesia yakni perusahaan termasuk BUMN, rumah tangga dalam keadaan buruk.

Sementara pada saat yang sama keuangan pemerintah dalam keadaan sekarat.

Data Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 per akhir Januari lalu sebesar Rp 45,8 triliun. Selanjutnya realisasi defisit anggaran di dalam APBN 2019 mencapai Rp54,61 triliun atau 0,34 persen terhadap PDB hingga akhir Februari 2019.

Defisit kembali meningkat per akhir Maret Tahun 2019 mencapai Rp 102 triliun. Realisasi defisit anggaran tersebut lebih tinggi dibandingkan defisit anggaran periode yang sama tahun 2018 yakni Rp 85,5 triliun.

Jika keadaan ini terus berlanjut maka defisit APBN akan melebihi batas yang ditetapkan UU keuangan Negara.

Defisit berganda tersebut mencerminkan Indonesia tidak memiliki kemampuan sama sekali dalam membiayai pembangunan ekonominya. Defisit transaski berjalan berarti bahwa Indonesia tidak memiliki lagi tabungan nasional untuk membiayai pembangunan.

Defisit APBN berarti pendapatan negara dari pajak dan non pajak sudah tidak sanggup lagi membiayai pengeluaran pemerintah.

Sementara arus modal masuk dari utang luar negeri dan investasi asing yang selama ini menjadi andalan pemerintah, tidak dapat menutupi jumlah arus modal keluar yang jauh lebih besar besar yang mengalir ke luar sebagai keuantungan investasi asing langsung, investasi asing tidak langsung atau investasi portofolio dan bunga utang luar negeri.

Berapa jumlah arus modal keluar sebagai keuantungan asing di Indonesia? Jumlahnya terlihat dari nilai defisit pendapatan primer yang merupakan kontributor terbesar defisit transaksi berjalan.

Menurut data Bank Indonesia, nilai defisit pendapatan primer tahun 2018 adalah sebesar -30,420 miliar dolar AS atau jika dirupiahkan mencapai Rp -431,95 triliun.

Di dalam defisit pendapatan primer tersebut terdapat defisit yang diakibatkan oleh pembayaran atas jasa jasa asing yakni senilai -7,101 miliar dolar AS atau dalam rupiah senilai Rp 100,84 triliun.

Itu berarti semakin banyak investasi asing yang masuk ke Indonesia, maka pada saat yang sama semakin besar keuntungan yang akan dikirim ke luar negeri.  
Semakin besar utang pemerintah dan swasta yang masuk ke Indonesia, maka lebih besar lagi yang dikirim ke luar negeri untuk pembayaran bunga.
Semakin besar tambahan utang pemerintah Indonesia, maka lebih besar lagi bunga dan utang jatuh tempo yang harus dibayarkan pemeritah kepada pemberi utang.  

Sementara itu pemerintah tidak mungkin untuk meningkatkan pendapatan Negara dari penerimaan pajak maupun penerimaan bukan pajak. Mengapa? kapasitas ekonomi nasional yang tidak bertambah, sehingga obyek pajak pun tidak bertambah.

Pada saat yang sama tidak tersedia tabungan nasional untuk pembangunan dan tidak terjadi re-investasi atas keuantungan yang dihasilkan modal asing dalam ekonomi Indonesia. Akibatnya penerimaan pemerintah tidak bertambah, sementara kewajiban pemerintah kian menggunung.  

Pemerintahan Indonesia sudah bangkrut?
    
 
Pengamat Ekonomi Politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya