Berita

Jokowi dan Prabowo/Net

Publika

Anomali Politik Indonesia

SENIN, 29 APRIL 2019 | 05:39 WIB | OLEH: ZENG WEI JIAN

PILPRES 2019 usai. Penghitungan suara dimulai. Belum ada satu pun kepala negara dunia mengucapkan selamat kepada pemenang. Sudah 300 orang KPPS wafat. Pasukan Brimob ditarik ke Jakarta.

Penarikan pasukan luar daerah dilakukan PM Li Peng. Alasannya supaya tega menggilas demonstrasi di Tiananmen Square.

Beijing dikepung unit-unit PLA dari semua arah. Brigade 38, 63 dan 28 masuk dari Barat. Divisi Udara ke 15 dan Brigade Angkatan Darat 20, 26, 54 dari Selatan dan dari Utara datang Brigade 40 dan 64.

Jelang Pilpres 1969, President Marcos dan pemerintahnya mengklaim sudah membangun infrastruktur jalan dan gedung sekolah lebih banyak dibanding gabungan semua pendahulunya. Dia terpilih untuk periode kedua.

Tanggal 07 Februari 1986 Pilpres ke 4 digelar. Marcos dimenangkan KPU Philiphina i.e. Commission on Elections (COMELEC) dengan suara 10,807,197 lawan Aquino's 9,291,761 votes.

National Movement for Free Elections (NAMFREL) mengorganisir poll watcher dan merilis kemenangan Aquino dengan angka 7,835,070 against Marcos yang mengantongi 7,053,068 votes.

Maraknya Laporan kecurangan pilpres seperti ngga terdaftar DPT, jual-beli suara, dan manipulasi membuat Catholic Bishops' Conference of the Philippines (CBCP), Kardinal Jaime Sin dan President Ronald Reagan merilis mosi tidak percaya.

Dari tanggal 22-25 Februari 1986, Metropolis Manila lumpuh akibat aksi "People Power" 2 juta orang Pro Aquino atau sekitar 2% dari total 55.895.000 penduduk Philiphina.

Gerakan sipil tak bersenjata memecah tentara. Marcos didukung marinir dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Fabian Ver.

Tiba-tiba Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Wakil Kepala Staff Letnan Jenderal Fidel Ramos loncat pagar dan dukung Corazon "Cory" Aquino.

Tanggal 24 Februari, 3 ribu marinir loyalis Marcos membubarkan aksi massa "People Power" dengan badai gas air mata di sisi timur Camp Aguinaldo.

Suster-suster Katolik turun ke jalan memblokade tank-tank tentara loyalis Marcos.

Squadron helicopter dari 15th Strike Wing of the Philippine Air Force yang dipimpin Kolonel Antonio Sotelo mendukung oposisi dan bergabung dengan "People Power" di Camp Crame.

Jenderal Fabian Ver ingin menembaki massa. President Marcos bilang "No, no, no! Hold on. My order is not to attack."

Hari terakhir tanggal 25 Februari pagi, Rezim Marcos menempatkan snipers dari tentara loyalis di Menara Channel 9. Targetnya tembak di tempat. Tentara reformis Pro Aquino menggunakan helicopter S-76 menumbangkan Tower snipers.

Kombinasi partai oposisi "Laban", 2 juta civilians, Pemuka Agama Katolik, Suster-suster, tentara patriotik dan sebagainya berhasil menumbangkan Rezim Marcos. Letnan Jenderal Fidel Ramos direkomendasi jadi Jenderal Penuh.

Situasi di Indonesia agak mirip. Jokowi-Maruf dimenangkan Quick Count. Berita kecurangan marak di media sosial.

Psywar terus didrill. Moral massa oposisi runtuh. Gimmick merangkul PAN, Said Iqbal Buruh dan Erlangga Golkar diutus "bezoek" Ibu Ani Yudoyono di Singapura.

PAN solid. Hasibuan memang Pro Jokowi yang ditanam. Said Iqbal justru mendatangkan Pak Prabowo untuk pidato di Mayday.

Saya kira SBY dan Partai Demokrat tidak akan goyah dengan iming-iming. Rezim Jokowi bersifat "collective collegial". Janji satu faksi dalam rezim bisa dianulir faksi lain. Kasus Rommy, Idrus Marham dan Setya Novanto adalah contohnya.

Singapore dan Malaysia cenderung Pro Prabowo-Sandi. Sultan Islam Brunei kemungkinan besar Pro Indonesian Islamic Movement. Presiden Rodrigo Duterte anti Catholic Church dan Administrasi Obama.

Terobosan mesti dilakukan. Wapres JK menerobos benteng Asia Tenggara dan menghadap Chinese New Emperor Xi Jinping di Beijing.

Pertemuan kaku. Xi Jinping tidak antusias. Wapres JK cengar-cengir dan sambil grogi melaporkan bahwa Jokowi-Maruf sementara unggul di real count.

Media lokal mengabar 23 proyek OBOR diteken. Kabar lain menyatakan itu kerjasama "B-to-B" bukan "G-to-G". Jika benar artinya Pemerintah Xi Jinping belum interested dengan Jokowi-Maruf.

Kedatangan Rombongan Wapres JK bisa jadi blunder karena menekan Administrasi Trump turun tangan.

(Penulis merupakan Kolumnis dan Aktivis Komunitas Tionghoa Antikorupsi).

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya