Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Ibu Pertiwi Sudah SOS

SENIN, 08 APRIL 2019 | 12:29 WIB

SOS, atau Self Our Souls, adalah bentuk narasi yang maksudnya “selamatkan jiwa kami”. Ibu Pertiwi sudah berteriak minta diselamatkan jiwanya karena telah diperkosa oleh mereka beramai-ramai, orang asing dan bangsa sendiri.

Gambaran itulah yang terbayang dalam pikiran saya, ketika Prabowo dalam pidato kampanyenya kemarin (7 April 2019) di GBK yang dihadiri ratusan ribu bahkan mungkin jutaan jika dihitung dengan yang di luar GBK. Menyebutkan Ibu Pertiwi telah “diperkosa”. Isi perut bumi yang dikandung Ibu Pertiwi sudah dikuras habis oleh asing, berkolaborasi dengan para “bangsat” bangsa sendiri.

Prabowo sangat marah, karena aset Republik ini, sudah berpindah ke luar negeri. Prabowo menghitung ada sekitar Rp10 ribu triliun, yang parkir diluar Indonesia, yang merupakan milik rakyat Indonesia.


Memang kalimat Ibu Pertiwi “diperkosa” sangat menyentak. Termasuk saya. Saya terperanggah mendengar ungkapan Prabowo tersebut. Jelas kalimat itu dipilih Prabowo untuk menggambarkan situasi Indonesia yang sedang sakit. Banyak indikator yang disampaikan dan dirasakan terjadi sehari-hari. Intinya kekuasaan yang sewenang-wenang menggunakan kekuasaannya (abuse of power).

Kalimat menyengat itu, bayangan saya akan memacu semua pihak, khususnya mereka yang sedang dalam memegang kekuasan untuk introspeksi diri. Ada kejujuran untuk mengakui kenyataan dilapangan yang jejak digitalnya dapat dilihat.

Tetapi luar biasa, sekali lagi luar biasa. Jokowi sebagai Petahana dalam pidato kampanye di hari yang sama di Banten, menyatakan bahwa Ibu Pertiwi sedang berprestasi bukan sedang diperkosa.

"Dalam beberapa tahun ini kita melihat bahwa negara kita terus mendulang prestasi-prestasi. Jangan sampai ada yang ngomong ibu Pertiwi sedang diperkosa, yang benar Ibu Pertiwi sedang berprestasi," kata Jokowi dalam sambutannya di acara deklarasi komunitas olahraga, pemuda, influencer dan disabilitas di ICE BSD, Tangerang, Minggu (7/4/2019).
Jika sudah seperti itu pernyataan Jokowi, memang persoalan menjadi rumit. Ada ketidak jujuran dalam melihat persoalan yang sudah kasat mata, dan dirasakan oleh rakyat itu sendiri.

Jokowi punya mata tetapi tidak melihat atas kehadiran masa dalam setiap kampnanye yang dilakuikan Paslon 02, secara spontan ibarat magnit, bahkan saweran memberikan bantuan uang untuk tim kampanye Paslon 02. Berbeda dengan Jokowi dan menterinya bagi-bagi uang, dan kaos atau barang sejenisnya dilemparkan ke masa rakyat yang hadir.

Itu suatu bukti bahwa rakyat sudah kecewa. Jika tidak ada intimidasi dari pihak “kekuasaan” lautan manusia tidak akan terbendung dan bisa menenggelamkan Jokowi. Rakyat sudah bosan dengan kebohongan dan kebohongan lainnya, untuk menutupi kebohongan sebelumnya.

Saya tidak bisa lagi mengungkapkan dengan kata-kata bagaimana perjalanan Bangsa ini 5 tahun kedepan dipimpin Jokowi. Rakyat menangis yang tidak ada gunanya. Perkosaan terhadap Ibu Pertiwi akan berjalan terus, dengan casing Ibu Pertiwi sedang berprestasi.

Apa prestasinya. Salah satu yang akan diukir oleh rezim Jokowi dengan “Panglima Talam”nya LBP, adalah akan ditandatanganinya MoU antara Jokowi dengan Pemerintah China, proyek OBOR (One Belt One Road), pada bulan April 2019. Untuk tahap pertama diwilayah Jonggol Jawa Barat dengan dana pinjaman Rp. 1.200 triliun. Sempurnalah penderitaan Ibu Pertiwi yang diperkosa, tetapi diberi casing oleh rezim dengan sebutan Ibu Pertiwi sedang berprestasi.

Untuk diketahui, saat ini 8 negara sudah terlilit utang setelah lima tahun OBOR berjalan. Delapan negara dengan risiko krisis finansial paling tinggi. Yakni, Pakistan, Maladewa, Montenegro, Laos, Mongolia, Djibouti, Kyrgyzstan, dan Tajikistan”. Mereka itulah yang disebut masuk ”jebakan Tiongkok” lewat iming-iming proyek infrastruktur tadi. Dan dapat dipastikan jika Jokowi berlanjut, maka Indonesia negara kesembilan mengalami nasib yang sama. Bagi China, Indonesia adalah negeri yang memang menjadi target utama program OBOR.

Silakan rakyat Indonesia menentukan pilihannya, bukan saja hanya akan berdampak untuk 5 tahun mendatang, tetapi sepanjang masa sampai terbentuknya “negara China-Indonesia”. Mari kita gunakan akal sehat untuk menyelamatkan Ibu Pertiwi.

Chazali H. Situmorang
Penulis adalah Pemerhati Kebijakan Publik

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya