Berita

Prabowo Subianto/Net

Publika

Runding Raja Dan Prabowo

KAMIS, 21 MARET 2019 | 07:51 WIB

PEKAN lalu, Prabowo Subianto (PS) maraton bertandang ke Sumatera: Riau, Kepulauan Riau, Jambi dan Bengkulu. Di permukaan tampak bagian dari kampanye pemilihan Presiden. Namun, saya melihatnya sebagai tawaran meletakkan kembali yang sepatutnya: apa yang harus diperbuat Jakarta, perlakuan yang didapatkan daerah, dan fasilitas wajar dinikmati korporasi.

Sebab tiga poin itulah sejak republik ini berdiri belum pernah berpahit-pahit didudukkan. Juga itu yang membuat silang sengketa tak jua reda. Ekspresi geramnya daerah juga dalam berbagai bentuk: mulai dari petatah-petitih hingga hingga membangkang terang-terangan.

Di pekan yang sama, Raja se Nusantara juga mengadakan pertemuan dengan PS. Lagi-lagi saya melihat ini bukan sekedar dukungan dalam Pilpres. Namun bagaimana mendudukkan segala kewajiban yang sepatutnya: relasi negara dengan wilayah bekas kekuasaan kerajaan.


Sejarah bergabungnya kerajaan-kerajaan di Nusantara menjadi namanya Indonesia yang belum se-abad ini tampaknya terus ingin ditutup-tutupi. Lalu dikungkung dalam sistem sentralisasi. Kemudian dikelabui dengan icak-icak desentralisasi. Tapi pada hakikatnya segala kekuatan daerah dikendalikan Jakarta.

Sebab itu juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai kekuatan yang tak berinduk ke pusat,  sengaja tak diberi kewenangan. Hanya sekedar institusi pelengkap negara.

PS dalam orasinya menilai, selama ini elit Jakarta sudah salah dan melenceng dalam kelola negara. Tidak terkecuali kelola sumber daya alamnya. Yang di perut bumi: minyak, batu bara dan lainnya. Yang menghampar di permukaan: hutan tanaman industri, sawit, karet, kelapa. Tapi mengapa kehidupan rakyat daerah masih susah. Kehidupan rakyat Riau ini masih susah-susah. Itu karena bukan kita yang punya. Dan jika ada pun yang punya, konglomerasi mengendalikan hulu dan hilirnya 'kata Prabowo di Pekanbaru'.

Secara umum, negeri-negri di Nusantara ini tidak antikorporasi. Dalam atau pun dari luar. Apatah lagi di Riau. Sila mencari penghidupan. Namun ada azas kewajaran dan kemaslahatan. Dan itu yang dirasa masih jauh.

Di tanahnya ditumbuhi hutan tanaman industri terluas, beserta pabrik kertas terbesar. Masyarakatnya tidak dapat apa-apa. Kecuali bagi sebagian yang dijadikan penjinak dan akademisi yang disumbat dengan beasiswa melanjutkan studinya.

Perkebunan kelapa sawit terluas dimiliki korporasi, namun satu rupiah haram uangnya mengalir ke daerah. Tuntutan Pancung Alas atas minyak yang disedot di atas tanah adat ditimpal dengan jutaan alasan.

Kemanfaatan keberadaan korporasi yang bergerak pada pengelolaan sumber daya alam bisa disebut nol. Kecuali efek tidak langsungnya. Dan efek tidak langsung itu bukan kemanfaatan. Hanya imbas.

Berharap kepala daerah: gubernur, bupati atau wali kota bertegang urat lehernya? rasanya mustahil. Mereka dibiayai partai korporasi. Jadi jangan berharap. Kepada partai politik pengusungnya pun jangan heran kepala daerah membangkang. Sebab mereka kader partai korporasi. Ongkos politik mahal.

Tampuk kekuasaan nasional sangat mungkin beralih dalam waktu dekat. Dan kita punya andil untuk itu: tetap seperti ini atau berharap perubahan. Ini membuka peluang mendedah kembali perundingan: Jakarta-daerah (bekas wilayah kerajaan yang dulunya berdaulat) dan juga korporasi.

Memang bukan keniscayaan, PS menjadi nakhoda, rakyat di daerah menjadi tuan di negeri nya sendiri. Namun ada peluang untuk itu. Berunding beradu lutut bisa dimulai. Yang saat ini dan yang sudah-sudah tak ada etikat baik untuk itu.

Jika Prabowo ingkar, maka jangan harap ia akan diberi kepercayaan kekuasaan lebih lama. Seperti penguasa saat ini.


Alwira Fanzary Indragiri

Ketua OKP Lingkar Anak Negeri Riau (LAN-R); Wartawan


Populer

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Polres Tangsel Diduga Gelapkan Barbuk Sabu 20 Kg

Minggu, 21 Desember 2025 | 02:07

Pemberhentian Ijeck Demi Amankan Bobby Nasution

Minggu, 21 Desember 2025 | 01:42

Indonesia, Negeri Dalam Nalar Korupsi

Minggu, 21 Desember 2025 | 01:05

GAMKI Dukung Toba Pulp Lestari Ditutup

Minggu, 21 Desember 2025 | 01:00

Bergelantungan Demi Listrik Nyala

Minggu, 21 Desember 2025 | 00:45

Komisi Percepatan Reformasi Polri Usul Polwan Dikasih Jabatan Strategis

Minggu, 21 Desember 2025 | 00:19

Putin Tak Serang Negara Lain Asal Rusia Dihormati

Minggu, 21 Desember 2025 | 00:05

Ditemani Kepala BIN, Presiden Prabowo Pastikan Percepatan Pemulihan Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 23:38

Pemecatan Ijeck Pesanan Jokowi

Sabtu, 20 Desember 2025 | 23:21

Kartel, Babat Saja

Sabtu, 20 Desember 2025 | 23:03

Selengkapnya