Berita

Hukum

Jaksa KPK Harus Berani Tuntut Bebas Lucas

SELASA, 05 MARET 2019 | 23:39 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap para pakar hukum gagal membuktikan tuduhan terhadap advokat Lucas. Dakwaan gugur dengan sendirinya dan jaksa KPK harus berani menuntut bebas Lucas.

"Kalau menurut saya dengan melihat fakta-fakta persidangan selama ini Jaksa KPK gagal membuktikan perbuatan yang dituduhkan ke terdakwa. Jadi dakwaan KPK dengan sendirinya itu gugur," kata pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof. Mudzakir dalam keterangan yang diterima redaksi, Selasa (5/3).

Mudzakir mengatakan alat-alat bukti yang diajukan dalam persidangan Lucas yang berlangsung sekitar tiga bulan, baik keterangan saksi-saksi hingga bukti petunjuk, malah menunjukkan Lucas bukanlah pelaku yang menghalang-halangi atau merintangi penyidikan mantan Presiden Komisaris Lippo Group sekaligus Chairman PT Paramount Enterprise International‎ Eddy Sindoro sebagai tersangka.

KPK, katanya, cenderung bergantung pada keterangan saksi mantan Sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti Dina Soraya Putranto. Padahal, kesaksian Dina tidak konsisten, berubah-ubah, mencla-mencle dan bahkan berbeda dengan beberapa saksi kunci lain di antaranya Eddy Sindoro, Michael Sindoro dan Stephen Sinarto.

"Dengan keterangan yang mencla-mencle itu mestinya Dina Soraya diproses hukum oleh KPK sebagaimana yang lain, bahwa Dina Soraya telah mengganggu proses peradilan, dia telah melakukan tindak pidana menyesatkan proses peradilan," ungkap Mudzakir.

Mudzakir juga membeberkan dalam dakwaan Lucas disebut bahwa perbuatan Lucas dilakukan bersama-sama dengan Dina. Merujuk keterangan beberapa saksi khusus tentang kejadian tertanggal 29 Agustus 2018 bahwa jelas Dina yang paling berperan mengeluarkan kembali Eddy Sindoro dan Jimmy dari Indonesia ke Bangkok sesaat setelah tiba dideportasi Malaysia. Karenanya Mudzakir menggariskan, majelis hakim mestinya memutuskan Lucas bebas.

"Kalau dilihat fakta hukum yang terjadi, Dina Soraya punya peran kunci. Maka kalau dalam konteks tindak pidana ini (menghalang-halangi penyidikan kasus tersangka Eddy Sindoro) maka Dina lah pelaku utamanya. Jadi sebaiknya Lucas dibebaskan, dia (Dina) ini yang dihukum. Hakim harus berani mengambil putusan yang tegas (bebaskan Lucas)," paparnya.

Mudzair juga menyebut alat bukti sadapan percakapan yang diandalkan KPK bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016. Sadapan yang dipakai KPK dilakukan pada medio Desember 2016, sementara Lucas disangkakan dengan Sprindik 1 Oktober 2018.

"Alat bukti sadapan itu tidak bisa dijadikan alat bukti untuk perkara Lucas. Karena penyadapannya sudah tidak sah dan masuk penyalahgunaan wewenang dan sadapannya sudah terlalu lama. Jadi sadapan itu bukan alat bukti yang sah, maka tidak ada kekuatan pembuktian alias dianggap tidak ada," katanya.

Mudzakir melanjutkan, Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang didakwakan JPU terhadap Lucas pun sebenarnya batal dengan sendirinya. Musababnya, delik merintangi atau menghalang-halangi penyidikan atau penuntutan atau pemeriksaan di persidangan tidak bisa sekadar dengan ucapan secara lisan. Pasal tersebut, tutur Mudzakir, mewajibkan adanya tindakan secara fisik.

"Kalau perbuatan fisik (oleh Lucas) tidak ada, berarti dia tidak menghalang-halangi. Jadi saya ingin ulangi lagi, Dina Soraya yang mencla-mencle itulah yang harus dihukum lebih dahulu," ucapnya.
Pendapat senada disampaikan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin Prof Syukri Yakub. Dia menyatakan dengan tegas bahwa kasus yang menimpa Lucas terlalu dipaksakan dan tidak tidak layak untuk  disidangkan.

"Seluruh tuduhan jaksa tidak bisa dibuktikan dipersidangan, sehingga kasus ini dari awal saya katakan terlalu dipaksakan. Jaksa KPK harus berani menuntut bebas karena kasus tersebut tidak layak untuk disidangkan," kata Syukri Yakub kepada wartawan.

Syukri menyatakan bahwa rumusan pasal 21 tentang perintangan penyidikan harus ada perbuatan tertentu yang dilakukan untuk menghalangi petugas hukum dalam menjalankan tugasnya. Perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan fisik, ancaman dan intimidasi.

"Jadi kalau hanya sekedar menyarankan itu tidak bisa disebut menghalangi atau merintangi penyidikan," kata Syukri Yakub.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Terobosan Baru, Jaringan 6G Punya Kecepatan hingga 100 Gbps

Selasa, 07 Mei 2024 | 12:05

172 Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah Serentak Gelar Aksi Bela Palestina Kutuk Israel

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:54

Usai Terapkan Aturan Baru, Barang Kiriman TKI yang Tertahan di Bea Cukai Bisa Diambil

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:37

MK Dalami Pemecatan 13 Panitia Pemilihan Distrik di Puncak Papua ke Bawaslu dan KPU

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:29

Tentara AS dan Pacarnya Ditahan Otoritas Rusia

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:18

Kuasa Pemohon dan Terkait Sama, Hakim Arsul: Derbi PHPU Seperti MU dan City

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:11

Duet PDIP-PSI Bisa Saja Usung Tri Risma-Grace Natalie di Pilgub Jakarta

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:56

Bea Cukai Bantah Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:37

Pansel Belum Terbentuk, Yenti: Niat Memperkuat KPK Gak Sih?

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:35

Polri: Gembong Narkoba Fredy Pratama Kehabisan Modal

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:08

Selengkapnya