Berita

Sawit/Net

Politik

Debat Capres Soal Sawit, Belanda Saja Peduli Hutan Larangan

SENIN, 18 FEBRUARI 2019 | 16:06 WIB | LAPORAN: TUAHTA ARIEF

Persoalan perkebunan monokultural sawit tidak hanya menjadi masalah energi masa depan bangsa ini. Tetapi juga menggerus dan menjarah kearifan lokal rimba larangan.

"Semua dijadikan lahan sawit. Adanya lahan hutan yang tersisa dinyatakan sebagai potensi ancaman bagi perkebunan karena jadi sumber hama," kata pengamat lingkungan Universitas Sumatera Utara jaya Arjuna kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (18/2).

Rimba larangan di Batang Kuis, Sumatera Utara, kata Jaya Arjuna mencontohkan, dulunya memiliki luas 300 Ha.


"Dan di Labuhan batu, seluas 1000 Ha. Kini itu semua punah diganti dengan hamparan batang kelapa sawit," lanjut Jaya Arjuna.

Jaya berharap, dalam debat capres kedua yang digelar malam tadi, Pemerintah hadir dan memberikan perhatian dengan peraturan yang lebih keras terhadap invasi sawit sebagai sebuah tawaran konkret untuk masalah energi masa depan Indonesia.

"Hamparan hutan harus disisakan 300–500 Ha untuk dijaga tetap sebagai hutan perawan. Hutan ini diharapkan dapat menampung hewan yang terpaksa harus pindah karena habitatnya dijadikan areal tanaman monokultur," kata Jaya Arjuna.

Dalam hal ini, lanjut Jaya Arjuna, Belanda lebih manusiawi dengan memberikan kesempatan bagi keberlangsungan ekosistem satwa di hutan.

"Belanda, penguras harta kekayaan negara jajahannya ternyata masih memikirkan kelestarian daya dukung lingkungan. Walau kita menuding Belanda ternyata perilaku baiknya untuk lingkungan tidak mampu kita tiru untuk kebaikan tanah air milik kita sendiri," kata Jaya Arjuna.

"Bila sudah jadi kebun kelapa sawit, tidak ada lagi cerita hewan liar dan tanaman endemik. Penjajah Belanda lebih peduli dengan kelestarian," tanda Jaya Arjuna. [hta]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya