Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Keadilan Lama Pemasyarakatan

KAMIS, 24 JANUARI 2019 | 06:40 WIB | OLEH:

PRIORITAS dalam mengalokasikan anggaran pembangunan nasional membawa konsekuensi terhadap Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan menjadi sisa dari semua prioritas anggaran. Prioritas ini tetap terjadi sekalipun politik anggaran menjadikan hukum sebagai panglima.

Fenomena ini menjadikan sebuah pemikiran kerucut terbalik. Hukum dijadikan prioritas sebagai panglima, namun ujung dari praktik hukum terberat, yaitu sarana sanksi pidana berupa Lembaga Pemasyarakatan berhadapan dengan kendala politik etika.

Pemikiran tersebut adalah terpidana sungguh tidak etis menikmati pemasyarakatan pada batas kecukupan sebagaimana kualitas kehidupan masyarakat di luar Lembaga Pemasyarakatan. Akibatnya adalah kapasitas hunian Lembaga Pemasyarakatan terlaporkan melampaui batas hunian.


Akibat lebih lanjut adalah dijumpai oknum terpidana yang mempunyai kekayaan besar terlaporkan dalam inspeksi mendadak telah menikmati fasilitas istimewa, yang tergolong nyaman dibandingkan terpidana lainnya.

Konsekuensi lain adalah terjadilah pemberian pengurangan-pengurangan lama hukuman. Terpidana yang memenuhi persyaratan dapat dibebaskan setelah berkelakuan baik dan menjalani dua pertiga dari lama pemasyarakatan.

Setahun terakhir muncul fenomena masalah keadilan lama hukuman pemasyarakatan. Terpidana kasus korupsi Bank Century bernama Robert Tantular dibebaskan setahun yang lalu. Setelah dikurangi dengan pengurangan-pengurangan lama hukuman, kemudian dari hukuman 20 tahun itu Robert Tantular dibebaskan setelah terpenjara selama 10 tahun.

Hari ini tanggal 24 Januari 2019, terpidana kasus penistaan agama bernama Basuki Tjahaja Purnama akan dibebaskan setelah menjalani dua pertiga masa hukuman. Kemarin terpidana Abu Bakar Baasyir batal dibebaskan, sekalipun Baasyir telah menjalani dua pertiga masa hukuman.

Perilaku praktik sanksi pidana di atas memperlihatkan bahwa terpidana korupsi dan terpidana penista agama mempunyai kelayakan pemasyarakatan dibandingkan kasus pidana pelanggaran terorisme. Terkesan konsekuensi atas praktik korupsi lebih ringan dibandingkan penistaan agama. Selanjutnya dampak penistaan agama terkesan lebih ringan dibandingkan terorisme.

Apabila ditinjau dari potensi dampak kerusakan terhadap kepentingan dalam menegakkan sanksi pidana, maka praktik urutan prioritas pembebasan terpidana ini seolah sah-sah saja dalam perspektif berpraktik hukum bernegara. Sah di luar urusan syak wasangka membebaskan Basuki Tjahaja Purnama untuk potensi membantu menaikkan elektabilitas petahana. Bala bantuan berkampanye politik.

Baasyir merepresentasikan terpidana, yang pemikiran dan ucapannya secara hukum diyakini pemerintah telah menimbulkan beberapa gerakan praktik terorisme di Indonesia. Terorisme melawan apa yang dipandang sebagai musuh teroris. Baasyir terkesan diyakini mampu membangkitkan bom bunuh diri. Sebuah doktrin berani mati yang berkinerja kualitas Jenderal.

Maksud Capres Joko Widodo membebaskan Baasyir tanpa syarat atas fenomena-fenomena di atas, kemudian batal disebabkan oleh keberatan dari aparat negara yang menjadi garda pertahanan negara. Ini semua melampaui dari sebagian persoalan fenomena konsekuensi keterbatasan dalam prioritas pengalokasian anggaran.[***]

Penulis adalah peneliti INDEF dan pengajar di Universitas Mercu Buana.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya