Berita

Danang Girindrawardana/Net

Bisnis

Kebijakan Ex Officio Di Batam Jadi Yurisprudensi Terburuk

SELASA, 25 DESEMBER 2018 | 06:45 WIB | LAPORAN:

Rencana menggabungan antara pimpinan BP Batam menjadi ex officio kepala daerah Kota Batam akan menjadi yurisprudensi terburuk saat ini karena mengambil keputusan yang menabrak berbagai regulasi dan peraturan setingkat UU.

Begitu dikatakan pengamat kebijakan publik, Danang Girindrawardana kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (24/12).

Menurut Danang, ada dua UU yang dilanggar. Pertama, UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik yang mengamanatkan kepala daerah tidak boleh merangkap jabatan. Kedua, UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah yang melarang kepala daerah merangkap jabatan.


"Dan lebih konyol lagi, yang dirangkap jabatannya ini adalah satu lembaga negara namanya BP Batam, dilahirkan oleh UU, mitranya Komisi VI DPR. Dan yang diarahkan satu lagi, adalah kepala daerah, setingkat UU juga, pejabat daerah oleh UU Daerah ya kan," kata Danang.

Dari segi struktur anggaran juga tidak mungkin disatukan. Pemkot dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sedangkan BP Batam bersumber Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Ini satu mekanisme yang sangat bad practices kalau ini terjadi," ujar Danang.

Danang berharap, kebijakan ini jangan buru-buru diterapkan. Semestinya, kata dia, dilakukan riset dahulu terhadap instrumen peraturannya, baru kemudian keputusan melebur BP Batam ke dalam Pemkot Batam.

"Ini masih statement, ini masih press release oleh Menko Perekonomian, tapi kami pingin dikaji lagi," jelas Danang.

Terbolak baliknya paradigma berfikir ini, lanjut Danang, membuat semua dunia usaha resah.

"Saat ini resah dan inilah yang terjadi selama tiga tahun terakhir di Batam sehingga pertumbuhan ekonominya jeblok. Keresahan para pengusaha ini membuat mereka wait and see, membuat mereka tidak ekspansi, membuat mereka merelokasi, menutup usahanya. Situasi dan kondisi itukan muncul tetapi tidak banyak dipublikasikan," tuturnya.

Danang mencurigai ada grand design memunculkan skenario ini untuk ‘menenggelamkan’ atau melemahkan Batam. Hal itu terlihat dengan jelas oleh publik maupun para investor.  

"Ada kekhawatiran rencana kebijakan untuk menggabungan antara pimpinan BP Batam menjadi ex officio kepala daerah Kota Batam itu justru menjadi bagian akhir dari upaya pelemahan Batam hingga saat ini," tegas Danang.

Catatan dia, begitu banyak serial produk kebijakan pemerintah yang mereduksi semakin kecil peranan BP Batam itu. Dulu Otorita Batam dengan kewenangan yang besar kemudian menjadi BP Batam. Selain itu perubahan dari Free Trade Zone (FTZ) menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sekarang muncul pemkiran untuk meleburkan pimpinan BP Batam ex officio kepala daerah Kota Batam.
Lantas apa dampak perubahan ini?
"Otomatis kalau Batam menjadi daerah otonom biasa, maka tidak  akan mencapai tujuan atau misi Batam sebagai lokomotif kemajuan pertumbuhan ekonomi di Indonesia," jelas Danang.

Bahkan menurut Danang, Batam menjadi tidak istimewa lagi.

"Kemampuan kita untuk mempreteli keistimewaan itu terlihat jelas dari periode pemerintahan sejak dari 15 tahun yang lalu sampai dengan saat ini. Di mana suatu saat yang dekat nanti, Batam sudah menjadi sebuah daerah otonom biasa yang tidak ada bedanya dengan daerah lain di Indonesia," ujarnya.

“Jadi implementasi otorita melalui pemikiran otonomi asimetris sudah hilang dari Indonesia. Karena sat- satunya daerah dengan ekonomi  simetris itu ada di Batam. Selain satu daerah lagi yang memiliki kawasan otorita itu ada di Sabang," jelas Danang mengingatkan.

Sejak terbentuknya Otorita Batam hingga tahun 2016, Batam selalu menempati lima tertinggi di Indonesia. Malah pernah menjadi nomer 2 dan 3 setelah DKI Jakarta.  Tapi di tahun 2016 karena masalah ekonomi global yang juga berdampak ke Indonesia sehingga sampai tahun 2017, tingkat pertumbuhan Batam cuma 2,1 persen.

Danang menilai keputusan yang diambil Kepala BP Batam, Lukita sudah sangat tepat dengan menunda beberapa proyek berskala nasional yang cukup besar. Sambil menunggu status kelembagaannya yang belum jelas.

"Karena kalau beliau memutuskan sekarang dan tiba-tiba diambil alih oleh entitas lembaga lain atau pejabat politik lain, maka pertanggungjawabnya akan ada di pundak Kepala BP Batam. Kepala BP Batam tidak bisa mengkontrol perjalanannya pembangunnya," papar Danang.[wid]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya