Dirut PLN Sofyan Basir/Net
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basyir kerap melakukan pertemuan dengan terdakwa dan tersangka suap PLTU Riau-1, Johanes Kotjo dan Eni Saragih. Semua pertemuan untuk membahas rencana menggarap proyek PLTU Riau-1 oleh konsorsium yang terdiri dari Blackgold, PT Samantaka, PT Pembangkitan Jawa-Bali Investasi.
Pertemuan pertama berlangsung di rumah Setya Novanto medio 2016. Dalam pertemuan yang dihadiri Eni, Sofyan dan Supangkat Iwan selaku Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN ini, Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Sofyan.
Permintaan Novanto tak dipenuhi Sofyan dengan alasan sudah ada perusahaan yang menjadi kandidat patner PLN. Sofyan kemudian menawarkan pembangunan PLTU Riau-1.
Pertemuan kedua berlangusng awal tahun 2017. Ketika itu Eni Maulani Saragih memperkenalkan Johanes Kotjo kepada Sofyan di Kantor Pusat PLN dan menyampaikan bahwa Kotjo adalah pengusaha tambang yang tertarik menjadi investor dalam proyek PLTU Riau-1.
Pertemuan kedua berlangusng awal tahun 2017. Ketika itu Eni Maulani Saragih memperkenalkan Johanes Kotjo kepada Sofyan di Kantor Pusat PLN dan menyampaikan bahwa Kotjo adalah pengusaha tambang yang tertarik menjadi investor dalam proyek PLTU Riau-1.
"Selanjutnya Sofyan Basir meminta agar penawaran diserahkan dan dikoordinasikan dengan Supangkat Iwan Santoso," demikian petikan surat dakwaan KPK untuk Kotjo.
Pertemuan ketiga berlangsung bulan Juli 2017. Kotjo dan Eni selaku wakil ketua Komisi VIII DPR kembali menemui Sofyan Basyir di ruang kerjanya. Dalam pertemuan, Supangkat Iwan menjelaskan kepada Eni dan Kotjo mekanisme pembangunan IPP berdasarkan Perpres No 4/Tahun 2016. Dalam PP itu diatur bahwa PLN dapat bermitra dengan perusahaan swasta dengan syarat kepemilikan saham anak perusahaan PLN minimal 51%.
Supangkat Iwan, atas perintah Sofyan, juga menyampaikan agar mitra yang nantinya bekerjasama dapat menyediakan pendanaan modal untuk anak perusahaan PLN.
"Atas penjelasan tersebut, terdakwa (Kotjo) menyatakan siap untuk bekerja sama dengan anak perusahaan PT PLN (Persero) dan terdakwa akan bekerja sama dengan CHEC, Ltd. sebagai penyedia modal dalam pelaksanaan proyek PLTU RIAU-1," demikian surat dakwaan tersebut.
Tak lama Kotjo dan Eni kembali menemui Sofyan Basir di Lounge BRI. Dalam pertemuan itu Sofyan menyampaikan bahwa Kotjo akan mendapatkan proyek PLTU Riau-1 dengan skema penunjukkan langsung tetapi PT PJB harus memiliki saham perusahaan konsorsium minimal sebesar 51 %.
Usai pertemuan keempat ini, Kotjo melalui Direktur PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang menyiapkan dokumen teknis dan administrasi untuk selanjutnya dilakukan proses due dilligence oleh pihak PLN. Setelah dilakukan due diligence, pada tanggal 18 Agustus 2017, PLN Batubara memutuskan untuk melakukan kerja sama dengan PT Samantaka Batubara sebagai mitra untuk memasok batubara terhadap proyek PLTU Riau-1 yang tertuang dalam nota kesepahaman kerjasama pertambangan batubara antara PT PLN Batubara No. 010/NK/DIRPLNBB/2017 dengan PT Samantaka Batubara No. 001/SBBMOU-PLNBB/2017.
Pada bulan September 2017 bertempat di Restoran Arkadia Plaza Senayan, Jakarta Selatan, Kotjo dengan difasilitasi Eni kembali melakukan pertemuan dengan Sofyan Basir dan Supangkat Iwan Santoso. Dalam pertemuan Eni kembali meminta Sofyan membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU RIAU-1. Sofyan pun memerintahkan Supangkat IWAN mengawasi proses kontrak proyek PLTU MT RIAU-1.
Setelah dilakukan penandatanganan kontrak induk (heads of agreement) yang ditandatangani oleh Iwan Agung Firstantara selaku Direktur Utama PJB, Suwarno selaku Plt. Direktur Utama PLN Batubara, Wang Kun perwakilan dari CHEC, Ltd. Rickard Philip Cecile selaku CEO BNR, Ltd. dan Rudy Herlambang selaku Direktur Utama PT Samantaka Batubara, Pada bulan November 2017 bertempat di Hotel Fairmont Jakarta, Kotjo dan Eni kembali melakukan pertemuan dengan Sofyan Basir dan Supangkat Iwan. Kotjo menyampaikan keberatan dengan persyaratan PPA menuju joint venture agreement (JVC), terkait masa pengendalian JVC oleh CHEC, Ltd dan BNR, Ltd yang hanya selama 15 tahun setelah commercial operation date (COD) dan meminta selama 20 tahun setelah COD karena CHEC, Ltd sebagai penyedia dana mayoritas.
Memang, pertemuan keenam Kotjo, Eni dan Sofyan ini berlangsung setelah disepakati kepemilikan saham perusahaan konsorsium yang nantinya akan mengerjakan proyek PLTU MT RIAU-1, dan penandatanganan perjanjian konsorsium (consortium agreement) terkait pengembangan, pengoperasian dan pemeliharaan proyek PLTU Riau-1, dam terbitnya Letter of Intent (LOI) No. 1958/DAN.02.04/DITDAN-2/2017 perihal Letter of Intent (LOI) for the Development or Riau-1 MM CFSPP (2x300 MW) IPP Project yang ditujukan kepada Konsorsium PT PJBI, CHEC, Ltd., BNR, Ltd yang diantaranya berisi masa kontrak 25 tahun dengan tarif dasar 5,4916 sen dolar Amerika Serikat per kWh.
Pertemuan ketujuh berlangsung tanggal 31 Mei 2018 di rumah Sofyan Basir. Dalam pertemuan itu Sofyan Basir menanyakan terkait PPA yang juga belum selesai kepada Supangkat Iwan.
Terakhir, Eni mendatangi Sofyan di House of Yuen Dining and Restaurant Fairmont Hotel
pada tanggal 3 Juli 2018. Eni menyampaikan kepada Sofyan bahwa Kotjo sudah berkoordinasi dengan CHEC, Ltd. dan hasilnya CHEC, Ltd bersedia memenuhi persyaratan PPA.
Di dalam persidangan Eni memberikan kesaksian bahwa pembahasan mengenai pembagian reseki dari PLTU Riau-1 dibahas dalam pertemuan Hotel Fairmont Jakarta. Hal itu dia sampaikan saat bersaksi dalam sidang perkara korupsi proyek PLTU Riau-1 dengan terdakwa eks pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd, Johannes Budisutrisno Kotjo.
"Saya sampaikan juga ada sesuatu, karena pekerjaan ini (PLTU Riau-1) sudah selesai dari terdakwa, Pak Sofyan dapat yang paling the best-lah, paling banyak," kata Eni saat bersaksi dalam sidang itu di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/10) pekan lalu.
[dem]