Berita

Ferry Mursyidan Baldan/Net

Wawancara

WAWANCARA

Ferry Mursyidan Baldan: Menteri Jadi Timses Membingungkan PNS, Mereka Tahunya Mengabdi Kepada Negara, Bukan Timses

SELASA, 09 OKTOBER 2018 | 08:52 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019 telah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum. Sederet menteri Kabinet Kerja Jokowi-JK masuk dalam daftar yang telah dirilis KPU pada laman resminya. Pada Jumat (28/9) lalu Rakyat Merdeka melihat 15 menteri yang akan ikut memenangkan Jokowi di Pilpres 2019.

 Menteri-menteri yang masuk barisan tim kampenye itu tak cuma berasal dari kalangan partai politik, tapi juga men­teri dari kalangan profesional. Bagaimana tanggapan Ferry Mursyidan Baldan yang juga pernah menjadi menterinya Jokowi terkait hal ini? Berikut penjelasan mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan ini kepada Rakyat Merdeka.

Bagaimana tanggapan Anda terkait sejumlah menteri yang menjadi Timses Jokowi-Ma'ruf?
Meskipun kita melihat dari aturan tidak apa-apa asalkan dia cuti, namun kalau melihat semangat Pak Jokowi yang dulu itu jika diangkat menjadi men­teri, maka tidak boleh menjadi pengurus partai. Awal-awal kan perjanjiannya begitu. Kenapa makin ke sini malah menjadi longgar? Padahal sebetulnya Pak Jokowi bisa meminta bantuan yang lain, selain yang menjabat sebagai menteri. Kalau menteri yang ditugaskan maka yang patut dikasihani itu jajaran di bawahnya, para aparatur sipil negara (PNS). Jajaran di bawah itu tahunya mengabdi kepada negara. Bukan mengabdi kepada pimpinan yang jadi tim sukses. Ini menjadi sikap yang mem­buat anak buahnya ragu-ragu. Nanti memaknainya ini tugas sebagai tim sukses atau sebagai pegawai kementerian. Nantinya berdampak tidak bagus.

Cuti itu khusus untuk para menteri yang nyaleg atau semuanya?
Ya, kalau tidak masuk timses maka dia cuti hanya pas kam­panye saja. Sementara kalau dia tim sukses kan melekatnya penuh. Menurut saya yang men­jadi pertanyaan kenapa sekarang boleh seperti ini? Padahal dulu kan ketat. Pengurus partai yang jadi menteri diminta mundur dari partai. Hal ini juga dikhawatir­kan bisa menyebabkan kebin­gungan. Apakah dia beraktivitas sebagai pemerintah atau tim kampanye? Makanya menurut saya harusnya itu mereka tidak jadi anggota timses. Dia cukup cuti pada saat kampanye saja. Tugas pokoknya kan menteri.

Ketika Anda menjabat seba­gai menteri, apakah ada per­janjian yang mengharuskan mundur dari kepengurusan partai?
Waktu awal ada, bahkan kami diminta mundur. Kemudian hal yang awalnya menjadi sebuah norma ini menyebabkan ke­hilangan maknanya ketika dia melanggar. Dalam perjalanan ada menteri yang tidak mundur sebagai pengurus partai, kemu­dian jadi tim kampanye. Padahal menurut undang-undang kan dia di­angkat sebagai pembantu presiden. Bukan diangkat untuk menjadi tim kampanye. Itu dua hal yang ber­beda. Ini merupakan pembelajaran politik yang tidak bagus.

Tapi Anda membolehkan mereka jadi juru kampanye asalkan cuti?
Barangkali sebatas jurkam karena mereka itu masih men­jadi anggota parpol pengusung Jokowi. Jadi sampai batasan jurkam saja. Jurkam itu kan nanti ada jadwalnya. Kalau dia lang­sung menjadi anggota timses, itu kan tidak hanya akan bertindak sebagai jurkam. Nanti susah kita membedakannya ini timses atau menteri? Padahal kan tidak boleh kampanye pakai fasilitas negara.

Kalau dia jadi jurkam, artin­ya Anda membolehkan mereka mempublikasikan hasil kerja pemerintahan sekarang?
Enggak, kalau sebagai jurkam tentu yang disosialisasikan tentu visi-misi Jokowi sebagai capres. Kalau dia sekadar menjual apa yang dia capai, tentu karena kes­empatan itu ada. Itu kan memang menjadi kewajibannya dengan kewenangan yang ada dalam menjalankan pemerintahan. Jadi yang dihasilkan itu bukan hasil tim kampanye.

Tim kampanye itu kan tidak punya kewenangan mengguna­kan fasilitas negara. Yang boleh itu menteri tapi menteri tidak boleh menggunakannya untuk kampanye. Jadi kalau dia tim kampanye maka yang dia jual adalah visi-misi Jokowi sebagai capres. Sementara kalau kin­erja Jokowi sebagai presiden itu porsi dia sebagai menteri.

Tapi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf menjamin kerjaan para menteri tidak akan terganggu. Bagaimana itu?
Bagaimana tidak tengganggu. Pertama mereka diangkat seba­gai menteri untuk membantu Jokowi sebagai presiden. Mereka diangkat dengan kewenangan dan fasilitas untuk membantu Jokowi sebagai presiden. Nah, kalau masuk tim kampanye itu kan dalam rangka membantu Jokowi sebagai capres. Bagaimana mereka dibolehkan menggunakan fasilitas pembantu presiden untuk mengerjalan tugas membantu capres.

Jadi harusnya mereka menolak masuk timses?
Ya tentu harusnya menolak karena dia harus menyadari itu bukan sesuatu yang boleh dilakukan. Kalaupun tidak ada aturannya hal ini menyentuh soal kepatutan dan kepantasan. Mereka diangkat (sebagai men­teri) dan diberi fasilitas dalam rangka membantu Jokowi se­bagai presiden. Nah, ketika mereka ada di area abu-abu, yaitu dengan menjadi timses harusnya kan tidak bisa diguna­kan. Pasalnya mereka pembantu presiden bukan pembantunya capres.

Perbandingannya begini, li­hat saja itu Menpan RB yang mundur. Dia memahami kalau menjadi menteri itu merupakan pembantu presiden. Jadi ketika dia mau membantu Pak Prabowo sebagai capres maka dia mundur. Hal seperti ini harusnya berlaku juga di kubu Jokowi karena Jokowi berlaku sebagai capres bukan sebagai presiden.

Jadi menteri dan timses ses­uatu hal yang berbeda?
Kalau saya katakan dengan posisi sebagai menteri kesadaran nilai kepatutan harus tinggi. Dia diangkat sebagai menteri untuk membantu presiden. Tidak ada urusannya dia diangkat sebagai menteri tapi menjadi pembantu capres. Komparasinya ada pada Menpan RB dan Menpan RB itu menjadi pendukung Pak Prabowo. Lalu secara etika Pak Asman Abnur mundur. Jadi menteri itu tugasnya mem­bantu presiden bukan bertugas membantu capres. Sebab hal ini tidak bagus untuk pendidikan politik dan mengabaikan aspek kepantasan.

Imbauan Anda kepada Bawaslu?

Kalau untuk Bawaslu mungkin sekadar ini dan itu saja. Dia bisa mengatakan adanya perbedaan antara menteri dan timses. Akan tetapi menurut saya dikembali­kan saja pada kepantasan dan kapatutan dalam melakukan se­suatu. Bagaimanapun dia men­teri diangkat dengan Peraturan Presiden untuk membantu presi­den bukan membantu capres. Membantu presiden berdasarkan pemilu 2014. Coba jelaskan ke saya undang-undang mana yang membolehkan para menteri membantu capres, mengingat tugasnya mereka itu membantu presiden.

Apakah kubu Prabowo-Sandi takut terhadap menteri yang menjadi timses Jokowi-Ma'ruf?
Kita sih biasa saja. Namun kami ingatkan bahwa negeri ini dibangun selain atas undang-undang yang berlaku yaitu atas norma-norma kepantasan dan kepatutan. Makanya, saya ka­takan supaya masyarakat tidak bingung sebagaimana di semua pelajaran bahwa menteri itu ber­tugas membantu presiden. Akan tetapi dengan adanya menteri sebagai timses berarti menteri sebagai pembantu capres. Nah yang begini untuk kepentingan publik tidak bagus. Untuk kami si tidak ada urusan. Makanya saya katakan sebagai menteri yang menjual prestasi saya ber­keyakinan, jika Pak Prabowo sebagai presiden raihan di rezim ini bisa dibeli. Jadi tidak ada kekhawatiran bahkan kami bi­asa-biasa saja. Kami ini hanya ingin menegaskan bahwa kami sedang memberikan perilaku politik yang benar sebagai pen­didikan politik. Tidak ada pela­jaran menteri bertugas sebabagai pembantu capres.

Adakah rencana timses Prabowo-Sandi menyambangi KPU dan Bawaslu untuk mengawasi ihwal ini?

Yang begitu-begitu tidak usahlah. Artinya kalau mengatur yang seperti itu saja, dalam hal ini nilai kepantasan tidak bisa apalagi kalau berlanjut (dua pe­riode) repot lagi. Ini soal kepan­tasan dan kepatutan yang tidak bisa diabaikan di negeri ini.

Selain menteri, sejumlah kepala daerah juga secara terbuka mendukung Jokowi-Ma'ruf. Bagaimana tangga­pan Anda?

Kalau soal kepala daerah ini kan tidak bisa mengatasnamakan warganya. Misalnya saya tinggal di Bandung memangnya boleh gubernur Jawa Barat mengatakan saya akan memenangkan Jokowi, ya tidak bisalah. Wong sayanya saja bagian dari warga Jabar tidak seperti itu sikapnya. ***

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Anis Matta hingga Fahri Hamzah Hadir di Pelantikan Pengurus Partai Gelora 2024-2029

Sabtu, 22 Februari 2025 | 15:31

Fitur Investasi Emas Super Apps BRImo Catatkan Transaksi Rp279,8 miliar

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:48

Adian Napitupulu hingga Ahmad Basarah Merapat ke Rumah Megawati

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:35

Muslim LifeFair Bantu UMKM Kota Bekasi Naik Kelas

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:28

AS Ancam Cabut Akses Ukraina ke Starlink jika Menolak Serahkan Mineral Berharga

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:12

Kapolri Terbuka dengan Kritik, Termasuk dari Band Sukatani

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:58

Himbara Catat Kinerja Solid di Tengah Dinamika Ekonomi Global

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:56

Mendagri: Kepala Daerah Bertanggung Jawab ke Rakyat, Bukan Partai

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:21

Jual Ribuan Konten Porno Anak Via Telegram, Pria Ini Diringkus Polisi

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:11

Trump Guncang Pentagon, Pecat Jenderal Brown dan 5 Perwira Tinggi Sekaligus

Sabtu, 22 Februari 2025 | 12:36

Selengkapnya