Berita

Salamuddin Daeng/Net

Politik

Wajar Jika IMF Menunda Pertemuan Di Indonesia

JUMAT, 05 OKTOBER 2018 | 15:03 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

ADA dua alasan penting mengapa IMF dapat menunda per pertemuan tahunan IMF-WB di Bali pada 8 hingga 14 Oktober 2018

Pertama; Alasan Kemanusiaan

Seluruh dunia tahu Indonesia sedang ditimpa bencana bertubi tubi. Seluruh dunia juga tahu betapa respon Pemerintah dalam menangani korban bencana dan dampak bencana amat sangat lamban, dan kemampaun dalam menghadapi bencana sangat lemah baik dari sisi keuangan, peralatan, dan tenaga manusia.


Ribuan orang masih tertimbun dalam bumi dan reruntuhan gempa Palu. Puluhan ribu orang sedang merenggang nyawa, kelurangan obat obatan, air bersih dan makanan, dan menunggu uluran tangan pemerintah. Bala bantuan yang datang tak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. Bahkan untuk sesuap makanan ada yang menjarah ditengah ketakutan ditangkap aparat.

Korban gempa Lombok tak kalah menderita. Ratusan ribu orang masih mengungsi di tenda tenda darurat di Lombok dan Sumbawa karena gempa masih terus terjadi. Hidup di dalam tekanan trauma yang mendalam tanpa ada penanganan yang memadai dari Pemerintah. Bantuan Rp 50 juta untuk setiap rumah yang rusak berat belum direalisasikan oleh pemerintah.

Komunitas internasional sampai kebingungan, mempertanyakan bagaimana cara membantu korban gempa di Palu dan Lombok. Mereka menyaksikan dari media sosial betapa dahsyatnya kedua gempa ini, dan betapa menderitanya korban gempa.

Rupanya pemerintah tidak memiliki infrastruktur yang memadai dalam menjawab solidaritas internasional atas bencana gempa ini. Pemerintah juga tidak berterus terang tentang masalah yang dihadapi kepada rakyat dan kepada komunitas internasional.
 
Kedua; Kondisi Ekonomi Indonesia yang Tengah Sekarat.

Ekonomi Indonesia tengah sekarat, bunga Uutang Pemerintah terancam tak terbayarkan, utang baru pemerintah sulit diperoleh dikarenakan masalah nilai tukar rupiah yang rontok. Indonesia berada satu kontingen krisis bersama Turki dan Argentina dikarenakan defisit neraca eksternal yang bersifat permanen.

Bahkan Menjelang pertemuan IMF dan di depan mata lembaga keuangan internasional itu sendiri, mereka menyaksikan rupiah rontok dengan cepat dalam minggu minggu menjelang pertemuan IMF.

Seharusnya rupiah menguat menjelang pertemuan lembaga keuangan multilateral yang paling berpengaruh ini, namun yang terjadi sebaliknya. Pelaku pasar boleh jadi tidak menganggap penting pertemuan IMF tersebut, dan tidak melihat ada hubungannya dengan mengatasi krisis keuangan Indonesia.

Sementara IMF tidak dalam kapasitas dapat menangani masalah keuangan dan moneter yang dihadapi Indonesia. Bagi IMF reformasi ekonomi Indonesia sudah selesai, reformasi sektor keuangan Indonesia sudah selesai dan tidak ada urgensinya ikut campur dan apalagi memberikan bantuan keuangan.

Tentu IMF tidak mau mempertaruhkan kredibilitasnya. IMF tahu persis bahwa Indonesia tidak memiliki kemampuan keluar dari jebakan krisis dan pelemahan curency. IMF tidak mungkin mau menanggung malu. Melakukan pertemuan di sebuah negara dan di depan mata mereka negara tersebut ekonominya runtuh.

Kedua hal tersebut di atas cukup menjadi alasan bagi IMF untuk menunda pertemuan akbar di Bali. Mengingat pertemuan anual meeting ini menelan biaya yang sangat besar.

Karena ini bukan pertemuan biasa, ini agenda akbar luar biasa. Bayangkan saja pertemuan ini akan menghadirkan sebanyak 12.000 sampai 15.000 orang, dengan 3.500 delegasi resmi dari 189 negara anggota, sekitar 1.000 media, dan lebih dari 5.000 peserta yang terdiri dari para CEO swasta, komunitas perbankan, akademisi, parlemen dan LSM. Ini pesta akbar, bukan agenda biasa!

Mau taruh dimana muka mereka berpesta pora, menghabiskan anggaran triliunan rupiah, dilayani dayang dayang, sementara di sebelah mereka mayat mayat bergelimpangan, bau luka dan nanah, jerit tangis penderitaan korban gempa dan puing puing reruntuhan  ekonomi Indonesia. Malu kali. [***]

Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

KPK Usut Pemberian Rp3 Miliar dari Satori ke Rajiv Nasdem

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08

Rasio Polisi dan Masyarakat Tahun 2025 1:606

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02

Tilang Elektronik Efektif Tekan Pelanggaran dan Pungli Sepanjang 2025

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58

Pimpinan DPR Bakal Bergantian Ngantor di Aceh Kawal Pemulihan

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47

Menag dan Menko PMK Soroti Peran Strategis Pendidikan Islam

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45

Jubir KPK: Tambang Dikelola Swasta Tak Masuk Lingkup Keuangan Negara

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37

Posko Kesehatan BNI Hadir Mendukung Pemulihan Warga Terdampak Banjir Bandang Aceh

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32

Berikut Kesimpulan Rakor Pemulihan Pascabencana DPR dan Pemerintah

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27

SP3 Korupsi IUP Nikel di Konawe Utara Diterbitkan di Era Nawawi Pomolango

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10

Trump ancam Hamas dan Iran usai Bertemu Netanyahu

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04

Selengkapnya