Berita

Artikel New York Times/Net

Dahlan Iskan

Idealisme New York Time Menunggu Tipping Point

KAMIS, 13 SEPTEMBER 2018 | 05:00 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

THE New York Times kebanjiran pertanyaan. Hanya dalam dua hari. Sudah 30.000 pembaca minta klarifikasi.

Gara-gara ini: NYT memuat artikel tanpa nama penulisnya. Judulnya sensitif. Juga sexy: "I am Part of the Resistance Inside the Trump Administration." Edisi Rabu 5 September 2018.

Pertanyaan 30 ribu itu pada umumnya: mengapa NYT memuat artikel tanpa nama. Atau: adakah motif menjatuhkan Trump di balik artikel itu.


Juga: pernahkah NYT berbuat serupa di masa lalu. Lalu: apakah NYT yang minta orang itu menulis. Atau orang itu sendiri yang mengirim tulisan. Dan: apakah redaktur NYT mengenal dengan baik si penulis.

Seru sekali.

Redaktur opini koran itu sampai bikin rubrik khusus. Menjawab sebagian dari 30 ribu itu.

Ternyata NYT memang lagi mencari orang dalam. Di Gedung Putih. Yang mau  menulis bagaimana keadaan yang sebenarnya. Tentang situasi di dalam pemerintahan Trump.

Tujuannya: agar publik tahu dari tangan pertama. Tentang 'kekacauan' sistem manajemen Trump. Yang selama ini hanya dipublikasikan lewat dugaan-dugaan.

Redaktur opini NYT ternyata tidak kenal langsung si penulis. Tapi kenal baik dengan penghubungnya. Yang dijamin reputasinya. Dan kredibilitasnya.

NYT tidak akan mengorbankan nama besarnya.

NYT pernah berbuat serupa. Melindungi nama penulisnya. Dari resiko yang sudah bisa kita bayangkan.

Trump sudah minta agar NYT menyerahkan orang itu. Dianggap pengkhianat bangsa. Atau: ternyata orang itu tidak benar-benar ada. Hanya karangan redaktur NYT sendiri.

Kredibilitas The New York Times kini sedang diuji. Tingkat tinggi.

Inti artikel tanpa nama penulis itu seru. Diceritakan di awal-awal dulu. Sampai dibicarakan du antara staf: bagaimana merancang amandemen konstitusi. Untuk membatasi lebih ketat wewenang presiden.

Saking takutnya presiden aneh-aneh.

Lalu para staf sepakat: tidak perlu amandemen. Bisa krisis kinstitusi. Tapi semua staf harus berbuat maksimal untuk menggagalkan program presiden yang membahayakan negara.

Tapi mereka setuju dan mendukung beberapa program Trump. Seperti menurunkan pajak secara drastis.

Pokok persoalannya, kata artikel itu, bersumber dari moral presiden dan kekacauan berpikirnya.

Para analis nimbrung. Pemerintahan presiden Trump sekarang ini seperti kebun binatang tanpa pagar. Bahaya.

Bagi negara. Biasa menabrak hukum. Mengabaikan due process. Membuat peraturan baru. Menabrak aturan sendiri.

Trump naik pitam. Publik  sudah tahu semua itu.

Yang terakhir: Trump minta jaksa agung melakukan penyelidikan. Untuk mengungkap: siapa nama penulis tersebut. Yang ia bilang pengkhianat bangsa itu. Dan gocik.

Instruksi ke jaksa agung itu dibaca tidak tulus.

Maksud di baliknya: mengapa jaksa agung tidak mengusut NYT. Kok terus mengusut dirinya. Dalam kaitan dengan keterlibatan Rusia di Pemilu lalu.

Trump lagi sewot berat ke jaksa agung sendiri: Jefferson Session. Dianggap tidak bisa mengendalikan kementerian kehakiman. Yang terus mengusut kasusnya. Lewat penetapan tersangka pada  mantan pengacaranya, Michael Kohen. Dan terhadap mantan ketua tim kampanyenya: Paul Manafort.

Trump dianggap aneh: menyerang jaksa agungnya sendiri. Lewat twitter pula. Beberapa kali. Tidak pernah memanggilnya. Untuk membicarakannya.

Padahal Trumplah yang mengangkat Session jadi jaksa agung. Karena dianggap loyal. Dan berjasa.

Session memang tokoh partai Republik. Yang pertama mengendors Trump jadi calon presiden. Tokoh lain masih mencibirkan Trump. Waktu itu Session anggota senat. Dari negara bagian Alabama.

Diserang berkali-kali akhirnya Session tidak tahan. Ia memberikan keterangan pers: jaksa agung akan menegakkan profesionalisme yang tinggi di kementerian kehakiman. Tidak akan membiarkan campur tangan politik.

Dalam situasi seperti itu artikel di NYT muncul.

Kini jaksa agung justru diminta menyelidiki NYT.

Secara hukum sebenarnya pemerintah bisa menggugat NYT. Minta pengadilan: agar NYT membuka nama penulis artikel itu.

Tapi NYT sudah siap untuk itu. Di pengadilan sekali pun. Tidak akan mengungkapkannya.

NYT sudah biasa menghadapi kasus seperti itu. NYT akan menggunakan hak tolak. Yang di Amerika dilindungi secara hukum.

Di koran besar Amerika selalu ada ahli hukum. Yang membaca naskah-naskah sensitif. Untuk dicermati kata per kata: adakah yang rawan kalah gugatan.

Lucu juga: seorang presiden sampai mengurusi sebuah artikel. Tanpa nama. Ini sekaligus pengakuan betapa seriusnya artikel itu. Dan betapa tingginya reputasi koran New York itu.

Di Indonesia mungkin masih harus menunggu tipping point. Untuk sampai di sana. Itulah yang saya ungkapkan. Sebagai pembicara. Dalam seminar masa depan koran di Indonesia. Yang diadakan Serikat Penerbit Pers (SPS). Bulan lalu.

Memang kegairahan idealisme pers seperti lesu. Begitu banyak masalah. Di internal pers.

Munculnya kembali idealisme pers mungkin benar-benar menunggu tipping point. Untung ada New York Times. [***]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya