Berita

Rupiah Dan Dolar AS/Net

Bisnis

Pengamat: RI Paling Sinkron Jaga Stabilitas Keuangan Dibandingkan AS

SENIN, 10 SEPTEMBER 2018 | 18:13 WIB | LAPORAN:

Perekonomian Indonesia jelas lebih unggul ketimbang India, Turki apalagi Argentina. Regulasi sektor keuangan Indonesia lebih rapi dan sinkron.

Jadi, tidak perlu kekhawatiran krisis moneter 1998 bakal terulang di 2018.

Demikian pandangan President Director Center for Banking Crisis (CBC), Deni Daruri.


Dia mengatakan, Indonesia merupakan negara yang paling sinkron dalam kebijakan dalam menjaga stabilitas sektor keuangan, bahkan jika dibandingkan dengan Amerika Serikat.

Dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/9), Deni menyebut, Presiden Trump berupaya agar dolar AS melemah. Namun, gubernur bank sentral AS justru menciptakan kebijakan moneter yang membuat dolar AS menguat. Sehingga, upaya Trump untuk meningkatkan daya saing perekonomian AS menjadi sirna.

"Hal yang sama juga terjadi di India, Turki dan Argentina di mana selalu terlihat adanya perbedaan yang cenderung berlawanan antara kebijakan moneter, keuangan dan fiskal," kata Deni.

Di India, Argentina dan Turki, menurut dia, kebijakan moneter tidak peduli dengan pelemahan mata uangnya. Padahal, defisit dalam anggaran pendapatan dan belanja jauh lebih besar ketimbang Indonesia.

 "Sementara itu harmonisasi kebijakan di Indonesia justru semakin mantap dengan terpilihnya ketua OJK dan Gubernur BI yang baru ini," Deni membandingkan.

Bank Indonesia (BI), kata dia, berencana mengerek suku bunga acuan (BI-7 Days Repo Reserve Rate) ketika Turki mengalami devaluasi mata uang lira. Selain itu, pemerintah Indonesia mengerem impor barang konsumsi dan barang modal untuk kebutuhan konsumsi, pemakaian biofuel serta upaya peningkatan ekspor seperti peningkatan ekspor batubara merupakan upaya kebijakan yang harmonis yang tidak terlihat di Amerika Serikat, Turki, Argentina dan India.

Deni menjelaskan, perekonomian Indonesia saat ini jelas berbeda dengan 1997. Kini, OJK telah menjalankan pengendalian resiko alokasi kredit dengan seksama dengan memantau tiga variable utama yaitu peningkatan standar pemberian kredit (lending standards), peningkatan hambatan kredit (credit constrains), serta peningkatan harga resiko (price of risk).

"Upaya peningkatan dari price of risk dan peningkatan lending standards terbukti mampu menetralisir peningkatan risk appetite sehingga peningkatan credit demand dan peningkatan credit supply hanya meningkatkan credit volume dan tidak meningkatkan resiko dari alokasi kredit (riskiness of credit allocation)," paparnya.

Bank sentral di ketiga negara tersebut juga dinilai Deni, selalu terlambat dalam menaikkan tingkat suku bunganya, sehingga kebijakan moneter menjadi mandul dalam meredam pelemahan mata uang.

Inilah keunggulan BI. Dengan model kerjasama BI dan OJK yang jitu itu maka perusahaan di Indonesia memiliki kinerja laba (earnings) yang lebih baik ketimbang perusahaan di India, Turki dan Argentina.

"Secara riil harga saham di Indonesia sudah undervalued," terangnya.

Artinya, kata Deni, saat ini adalah time to buy. Jika dibarengi anggaran belanja negara pemerintah yang berimbang, maka efektivitas kebijakan expenditure switching dan expenditure reducing yang dijalankan BI dan OJK dapat menciptakan surplus neraca perdagangan.

"Paling lambat akan terjadi pada November 2018," tegas Deni. [fiq]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya