Pengusaha batubara, Samin Tan mangkir dari pemeriksaan KPK. Ia sedianya diperiksa sebagai saksi kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uang (PLTU) Riau-1.
"Saksi (Samin Tan) tidak hadir tanpa memberikan keterangan," ungkap juru bicara KPK Febri Diansyah. Penyidik KPK akan melayangkan panggilan ulang kepada bos Borneo Lumbung Energi Metal Tbk itu.
Kemarin, penyidik juga meÂmanggil CEO Blackgold Natural Resources, Rickard Philip Cecil; Chief Investment Officer Blackgold, James Rijanto; dan Direktur PLN Wiluyo.
Rickard dan James diperiksa untuk perkara tersangka Eni Maulani Saragih, Wakil Ketua Komisi VII DPR. Sedangkan Wiluyo untuk tersangka Johannes B Kotjo (JBK).
"Saksi (Rickard) hadir memenuhi panggilan KPK untuk melanjutkan pemerikÂsaan sebelumnya," kata Febri. Sebelumnya, pria warga negara Kanada itu telah diperiksa pada 3 September lalu.
Pemeriksaan terhadap pihak Blackgold itu terkait keterlibatan perusahaan yang berdomisili di Singapura itu dalam konsorsium pembangunan PLTU Riau-1. Konsorsium itu terdiri dari Blackgold, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT PLN Batubara (PLN BB) dan China Huadian Engineering Co., Ltd. (CHEC).
Blackgold melalui anak usaÂhanya, PT Samantaka Batubara akan menjadi pemasok batubara untuk PLTU Riau-1. PT Samantaka memiliki konsesi penambangan batubara di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau seÂluas 15 ribu hektar. Perusahaan itu mengklaim lahan konsesinya memiliki kandungan 500 juta ton batubara berkualitas bagus.
"Kita kroscek dokumen-dokumen tender proyek berikut seÂrangkaian pertemuan terkait upÂaya pemenangan tender proyek. Bagaimana sampai ada kesepakatan suap," Febri mengungkapkan pemeriksaan terhadap petinggi Blackgold.
Sementara pemeriksaan terhÂadap Direktur Bisnis PLN Wiluyo berkaitan dengan pengembangan unit usaha perusahaan setrum negara itu. Termasuk proyek PLTU Riau-1.
"Bagaimana mekanisme tenÂder proyek, perusahaan apa saja yang ikut tender, serta perkenalÂannya dengan tersangka JBK," ujar Febri.
Bersamaan, penyidik KPK juga kembali mengorek ketÂerangan dari tersangka Eni. Pemeriksaan berkutat soal perkenalan dengan Johannes B Kotjo, pertemuan, kesepakatan dan pengawalan tender proyek PLTU Riau-1 hingga penyeraÂhan uang suap.
"Semua hal dikroscek oleh penyidik. Keterangannya bakal dikonfrontir dengan keterangan tersangka JBK," kata Febri.
Kasus suap ini dibongkar dalam operasi yang dilakukan KPK pada Sabtu, 13 Juli 2018. Pada Sabtu siang, tim KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang dari sekretaris Johannes Kotjo kepada ke Tahta Maharaya sebesar Rp 500 juta. Tahta merupakan keponakan sekaligus staf Eni.
Penangkapan terhadap Tahta dilakukan pada 14.27 WIB di tempat parkir basement gedung Graha BIP. Saat penggeledahan, tim KPK menemukan uang bundelan uang pecahan Rp 100 ribu dengan jumlah total Rp 500 juta. Uang itu dibungkus amplop cokelat dan dimasukkan kantong plastik hitam.
Menemukan bukti uang suap, tim KPK naik ke lantai 8 gedung Graha BIP. Tim KPK menÂciduk Audrey Ratna, sekretaris Johanes yang menyerahkan uang kepada Tahta. Johanes Kotjo yang tengah berada di gedung sama dicokok bersama staf dan sopirnya.
Setelah diinterogasi, Audrey mengaku menyimpan dokumen serah terima uang Rp 500 juta di rumahnya. Audrey digiring mengambil dokumen bukti itu.
Pukul 15.21 WIB, tim KPK menjemput Eni yang tengah menghadiri ulang tahun anak Menteri Sosial Idrus Marham di kompleks pejabat negara Widya Chandra, Jakarta Selatan. Eni dan sopirnya digiring ke KPK untuk pemeriksaan.
Sedangkan tim KPK yang lain memburu seorang staf Eni yang hendak pergi ke luar kota. Staf itu berhasil diamankan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Minggu dinihari, 15 Juli 2018, tim KPK menyasar kediaman Eni di Larangan, Kota Tangerang. KPK mengamankan Muhammad Al Khadziq, suami Eni bersama dua stafnya. Al Khadziq adalah Bupati Temanggung terpilih.
Dalam pengembangan peÂnyidikan kasus ini, KPK menÂetapkan Idrus Marham sebagai tersangka. Bekas Sekjen Partai Golkar diduga terlibat memuÂluskan kerja sama proyek PLTU Riau-1.
Kilas Balik
Dirut PLN Diperiksa Soal Duit Pelicin Kerja Sama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN), Sofyan Basir. Pemeriksaan masih berkutat soal kerja sama pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Riau 1.
"Diperiksa untuk (perkara) Kotjo," kata Sofyan usai menjalani pemeriksaan. Selebihnya, Sofyan bungkam mengenai skandal suap yang melibatkan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited dan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih itu.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, pemeriksaan terhadap Sofyan untuk mendaÂlami skema kerja sama proyek PLTU Riau 1. "Kami meminta penjelasan dengan memanggil pejabat terkait," ujarnya.
Penyidik juga menyinggung soal 'duit pelicin' untuk memuÂluskan kerja sama dalam pemerÂiksaan Sofyan. Serta klarifikasi atas sejumlah dokumen yang ditemukan dalam penggeledahan.
KPK telah menetapkan Eni Maulani Saragih (EMS) dan Johanes B Kotjo (JBK) sebagai tersangka suap terkait kerja sama proyek ini.
Eni diduga telah menerima uang dari Kotjo secara bertahap dengan total mencapai Rp 4,8 miliar. "Diduga penerimaan kali ini merupakan penerimaan yang keempat dari pengusaha JBK (Johanes Budisutrisno Kotjo) kepada EMS (Eni Maulani Saragih)," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Eni menerima uang pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, Maret 2018 Rp 2 miliar, 8 Juni 2018 Rp 300 juta dan teraÂkhir pada 13 Juli Rp 500 juta. "Diduga uang diberikan oleh JBK kepada EMS melalui staf dan keluarga," ujarnya.
Basaria mengatakan pembeÂrian uang itu diduga merupakan bagian commitment fee 2,5 persÂen dari nilai proyek yang akan diterima Eni dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama proyek PLTU Riau-1.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK menelusuri aliran dana suap proyek PLTU Riau-1 untuk kepentingan politik. "Nanti kita pelajari dulu seperti apa, nanti apa memang ada aliran dana seperti itu, nanti kita pelajari pelan-pelan," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Diduga uang suap itu dipakai untuk Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar 2017. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengungkapÂkan, telah menerima pengemÂbalian uang Rp 700 juta dari pengurus Partai Golkar. "Uang tersebut dilakukan penyitaan dan masuk dalam berkas perkara ini," ujar Febri.
KPK, kata Febri, menghargai sikap kooperatif pengurus Partai Golkar yang telah mengembaliÂkan uang itu. "(Uang) ini akan menjadi salah satu bukti penguat dalam konteks penyidikan yang dilakukan KPK untuk meneluÂsuri arus uang terkait PLTU Riau 1," katanya.
Selain untuk Munaslub Partai Golkar, uang suap diduga untuk kampanye suami Eni, Muhammad Al Khadziq sebagai calon bupati Temanggung, Jawa Tengah. "Keterkaitan dengan pilkada masih didalami dan dilakukan pemeriksaan," tandas Febri.
Al Khadziq ikut ditangkap KPK dalam operasi membongÂkar kasus suap ini. Ia sempat beberapa kali diperiksa terkait kasus suap ini. Sejauh ini, staÂtusnya masih saksi kasus yang menjerat istrinya. ***