Bawaslu kembali meloloskan dua bekas narapidana korupsi sebagai bakal calon legislatif (bacaleg) 2019. Dua bekas narapidana itu, masing-masing berasal dari Rembang dan Pare-Pare. Lolosnya kedua bekas napi korupsi itu menambah panjang daftar bekas narapidana korupsi yang diloloskan Bawaslu sebagai bacaleg.
Sebelumnya Bawaslu juga meloloskan tiga koruptor sebaÂgai bacaleg, masing-masing di Aceh, Tana Toraja, dan Sulawesi Utara. Pada masa pendaftaran bacaleg, lima bekas koruptor di lima daerah tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU. Kelimanya lantas mengajukan sengketa pendaftÂaran ke Bawaslu dan Panwaslu setempat. Hasil sengketa meÂnyatakan ketiganya memenuhi syarat (MS) untuk tetap menjadi bacaleg.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan risau melihat putusan Bawaslu itu. Wahyu menduga tafsir Bawaslu terhadap dua aturan yakni; Peraturan KPU yang memuat pasal larangan bagi narapidana kasus korupsi, kejaÂhatan seksual anak dan narkoba dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, berÂbeda dengan tafsir KPU. Berikut penuturan Wahyu Setiawan keÂpada
Rakyat Merdeka:
Apa tanggapan Anda tekait dengan putusan Bawaslu yang meloloskan dua bekas narapiÂdana kasus korupsi menjadi bacaleg? Dari ketiga putusan sebelumnya yang ada tiga daerah itu kami sudah memperkirakan hal ini terjadi, yaitu akan membesar seperti bola salju. Jadi kami suÂdah memperkirakan itu. Ya situÂasinya seperti ini, KPU tidak ada pilihan lain selain berpedoman kepada peraturan KPU yang masih berlaku.
Menurut Anda mengapa hal ini bisa terjadi?
Ini kan dikarenakan cara panÂdang yang berbeda antara KPU dan Bawaslu terhadap PKPU. Bagi KPU, Peraturan KPU yang sudah sah dan diundangkan, artÂinnya kan itu sudah berlaku dan mengikat kepada semua pihak, baik kepada peserta pemilu maupun penyelenggara pemilu. Penyelenggara pemilu kan daÂlam hal ini KPU, Bawaslu, dan DKPP. Nah, KPU berpandangan bahwa PKPU Nomor 14 dan Nomor 20 itu sudah sah, berÂlaku dan sudah diundangkan. Maka, semestinya itu otomatis sudah mengikat dan menjadi pedoman bagi semua pihak. Namun rupanya, Bawaslu cara pandangnya berbeda. Bawaslu menilai peraturan KPU yang sudah diundangkan itu tidak mengikat. Nah berawal dari perbedaan cara pandang itulah terjadi keputusan-keputusan seperti itu.
Lantas kalau sudah seperti ini apa yang akan dilakukan oleh KPU?
Tentu saja KPU dalam bekÂerja itu berpedoman kepada Peraturan KPU. Sepanjang Peraturan KPU itu belum diÂbatalkan oleh Mahkamah Agung, artinya peraturan KPU itu sah dan menjadi pedoman kerja kami. Kami tidak mungkin tidak berpedoman kepada Peraturan KPU yang sudah diundangkan itu. Jadi seperti itulah logika berpikirnya. Jadi mestinya meÂmang bagi pihak yang tidak sependapat dengan Peraturan KPU, ya menggunakan jalur huÂkum melalui pengujian PKPU ke Mahkamah Agung. Jadi mestiÂnya kan memang seperti itu, kan di undang-undang juga seperti itu. Jadi kami menyayangkan proses pengujian PKPU belum diputuskan oleh MA, tetapi ternyata peraturan KPU yang sah dan sudah diundangkan itu diabaikan oleh Bawaslu.
Dengan putusan Bawaslu ini, apa yang dikhawatirkan oleh KPU?
Ya tentu saja kami khawatir dengan situasi ini. Yang kiÂta risaukan adalah; pertama, adanya ketidakpastian hukum. Berikutnya adalah membahayaÂkan tahapan pemilu itu sendiri. Salah satu asas pemilu kan semestinya adalah kepastian hukum. Lha hukum operasional penyelenggara pemilu adalah KPU. Jadi mestinya, standar peÂnilaian ya menggunakan standar KPU. Kalau KPU sudah bekerja dengan peraturan KPU ya berarti sudah benar. Namun kalau KPU bekerja tidak sesuai dengan PKPU, maka itu tidak benar.
Kalau sudah seperti ini, apakah KPU akan mengikuti putusan dari Bawaslu meloloskan lima orang ini? Karena kami berdasarkan Peraturan KPU masih berlaku, maka kami tidak bisa mengikuti putusan Bawaslu. Karena kalau kami melaksanakan putusan Bawaslu, berarti kan kami yang melanggar peraturan KPU. Kami sedang dilema seperti itu. Oleh karena itu, sebelum gugatan Peraturan KPU belum diputusÂkan oleh Mahkamah Agung, maka KPU akan tetap berpedoÂman kepada PKPU Nomor 14 dan PKPU Nomor 20.
Lantas nama-nama yang sudah diloloskan oleh Bawaslu apakah akan dimasukan ke dalam DCT?
Tahapan pemilu jalan terus, nanti tanggal 20 September kita mengumumkan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, DPRD, DPD dan calon presiden-calon wakil presiden. Ya tahapan itu akan kami laksanakan seperti tahapan itu. Ya berarti menjadi tidak masuk. Karena yang bisa membatalkan KPU itu kan puÂtusan MA.
Itu saja dasar kita, itu kan sudah bunyi undang-undang. Jadi kita masih berpegang teguh dengan PKPU sebelum ada puÂtusan MA itu.
Berarti para bacaleg yang eks napi korupsi yang sudah diloloskan oleh Bawaslu belum ada jaminan akan masuk ke DCT ya? Iya nggak masuk. ***