Berita

Tambang Grasberg/Net

Bisnis

Grasberg, Tambang Terdalam Dan Terkompleks Di Dunia

Belum Saatnya RI Jalan Sendiri
SENIN, 27 AGUSTUS 2018 | 21:54 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

AHLI pertambangan dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Iwan Munajat mengatakan, pertambangan Grasberg yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan tambang yang paling dalam dan kompleks pengelolaannya.

Menurutnya, penambangan Grasberg menggunakan dua metode yaitu open pit dan metode tambang bawah tanah yang disebut block caving. Metode block caving mengisyaratkan penambangan harus terus dilakukan tanpa henti, karena memiliki potensi runtuh yang cukup besar.

Jika ini terjadi, tentunya akan menimbulkan kerugian yang besar bagi Freeport ataupun Indonesia. Oleh karena itu, jika dilakukan pengalihan penambangan, maka kedua pihak akan merugi. Iwan menilai, peralihan penambangan Freeport bukanlah pilihan dalam proses divestasi ini. Sebab, untuk saat ini, sumberdaya manusia Indonesia masih belum mampu mengelola secara mandiri.


"Terus terang, sampai saat ini penambangannya masih dipegang orang luar. Baik sistemnya, operasionalnya, ataupun maintenance-nya. Bukannya kita tidak mampu, tapi saat ini belum," papar Iwan.

Sejak penandatanganan Head of Agreement (HoA) pada 12 Juli lalu antara PT Inalum, PT Freeport Indonesia (PTFI), dan Rio Tinto, divestasi Freeport telah menjadi topik hangat yang ramai dibicarakan publik. Berbagai pertanyaan muncul mengenai proses dan outcome dari divestasi ini. Jika divestasi sudah berhasil dilakukan, dan Inalum sebagai holding BUMN pertambangan menjadi pemegang saham mayoritas, bukan berarti pula tambang Freeport kemudian bisa dikelola sepenuhnya oleh orang Indonesia.

Kekhawatiran akan minimnya penyerapan tenaga kerja Indonesia oleh Freeport juga dibantah Iwan. Apalagi, saat ini mayoritas karyawan PTFI adalah orang Indonesia.

"90 persen tenaga kerja di sana adalah orang Indonesia. Sudah banyak orang Papua yang jadi operator. Saya percaya, tenaga kerja Indonesia mampu mengambil alih pengelolaan Freeport. Hanya saja, untuk mempelajari sistem pengoperasian dan perawatan alat-alat di Freeport, masih perlu waktu," katanya.

Iwan menambahkan, apapun kesepakatan yang akan diputuskan, para ahli tambang berharap produksi tidak berhenti dan tetap berjalan. Sebab, untuk memulai tambang Grasberg dari awal jika tambang itu runtuh, diperlukan biaya 20-30 miliar dolar AS. Di penambangan tertutup, banyak lumpur basah yang perlu ditangani sebelum menggali lebih dalam lagi. Jenis tambang seperti ini memiliki tingkat bahaya yang tinggi. Karena bukan di area terbuka, luncuran lumpur tidak bisa serta merta dihindari. Salah-salah, pekerja bisa tertimbun. Nggak heran, block caving di Grasberg merupakan yang tersulit dan terumit di dunia.

Saking rumitnya, Indonesia sangat membutuhkan keahlian Freeport untuk mengembangkan metode tersebut. Kalau akuisisi dilakukan sampai 100 persen, PTFI mungkin saja langsung menghentikan block caving yang sedang dikembangkan. Dampaknya? Bahaya! Tanah galian bisa longsor dan menimbun lorong-lorong tambang yang telah dibuat dengan susah payah. Untuk memulihkannya, pemerintah harus mengeluarkan biaya mahal.

Setelah dipulihkan pun, pemerintah mengakui bahwa perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia belum cukup mumpuni untuk mengelola Grasberg secara mandiri. Perlu ada persiapan panjang dan masa transisi. Menteri ESDM Ignasius Jonan bahkan pernah mengibaratkan tanah Freeport memiliki panjang yang serupa dengan jarak Stasiun Gambir di Jakarta Pusat hingga Lamongan di Jawa Timur. Yap, 700 kilometer. Kalaupun dipaksa untuk mengelola secara mandiri, belum ada SDM yang cukup. [***]  

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya