Meski memanfaatkan unsur babi di dalamnya, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya memutuskan Vaksin Measles Rubella (MR) diperboÂlehkan. Meski membolehkan, MUI tetap memberikan beberapa rekomendasi bagi pemerintah. Salah satunya adalah pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.
Lantas bagaimana respons pemerintah terkait hal ini? Apakah pemerintah bersedia melaksanakan rekomendasi tersebut? Lalu apa saja yang sudah dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkannya? Berikut penuturan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Anung Sugihantono.
MUI mendorong pemerÂintah agar membuat vaksin dengan ketentuan halal. Sudah sejauh mana upaya pemerinÂtah untuk memenuhinya?Jadi pemerintah tentunya terus mendorong untuk membuat vakÂsin di Indonesia dengan keahlianyang dimiliki oleh sumber daya manusia Indonesia. Satu-satunya industri vaksin yang ada di Indonesia adalah Biofarma sebagai Badan Usaha Milik Negara. Prosesnya sudah ada yang pada hasil akhirnya adalah kehalalan. Sepengetahuan saya Biofarma pun sudah didampingi Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI dalam memprosessertifikasi halal pada semua produk vaksin yang diproduksi Biofarma. Ataupun penggunaan dari produksi Biofarma yang nantinya akan dimintakan sertifikasi halal.
Artinya proses pembuaÂtan vaksin halal di Indonesia memang tinggal menunggu waktu saja?Namun pada perkembanganÂnya nanti seperti apa mengingatmenurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 29 huruf P tentang Jaminan Produk Halal disebutkan, bahwa proÂdusenlah yang memiliki kewaÂjiban untuk mengajukan sertifikasi halal. Artinya menurut persepektif kami, ya Biofarma tidak ada kewajiban melapor kepada Kemenkes meski kami mendengarnya. Akan tetapi bukan kewajiban untuk melaporÂkan. Saya tahu sudah diproses tapi sejauh mana detailnya, ya seperti membuat baju apakah ini baru diukur ukurannya atau sudah pada tahapan memasang kancingnya.
Bagaimana cara Kemenkes mengembalikan kekhawatiÂran sejumlah daerah terkait vaksinasi MR ini, mengingat sebelumnya kepala daerah yang mengeluhkan kejelasan vaksin tersebut?Hari ini kami akan komuÂnikasikan terlebih dahulu hasil pembahasan bersama MUI. Sebab sebelumnya yang diÂtunggu oleh masyarakat itu fatwa. Sementara fatwa tersebut sudah disampaikan oleh MUI. Nah sekarang tergantung kepala daerah menyikapinya seperti apa.
Apakah Kemenkes sudahberkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri terkait hasil terbaru kejelasan vaksin MR?Kemendagri sudah ada bahkan sudah melakukan edaran. Edaran yang kedua lho setelah apa yang kami lakukan pada tanggal 3 dan 6 Agustus lalu. Kemudian Kemendagri mengirimkan surat pada tanggal 20 Agustus tentang pelaksanaan program pemerÂintah yang fungsinya untuk melindungi masyarakat.
Setelah Kemenkes melakuÂkan pertemuan dengan 34 Kepala Dinas Kesehatan apa saran dari mereka. Apakah sebelumnya mereka memang kurang mempercayai kehalaÂlan vaksin MR?Pertama mengenai teman-teman Kadinkes secara umum bahwa kami hanya mengambil sikap sebagaimana hasil yang kami rundingkan bersama MUI. Sehingga teman-teman daerah hanya mengatakan, hari ini jangandihitung targetnya doang. Sebab kalau menghitung target hari ini seolah mereka belum bekerja. Umumnya kalau penerapan di lapangan itu ada saja persoalan teknis.
Apakah Kemenkes sudah mendapatkan kabar terkait meninggalnya Agustina Logo yang informasinya meningÂgal setelah melakukan vaksin MR?Secara umum kejadian ikut imunisasi atau kita menyebutnya IPI itu yang dilaporkan kepada kami sampai dengan tanggal 21 Agustus ada 12 kasus. Nah, saat ini Komnas IPI sedang melakukan investigasi di beberapa tempat dan sebagian juga sudah mendapatkan hasil dari 12 kaÂsus itu.
Salah satunya dari Papua kasus Agustina itu belum seuÂtuhnya kami bisa dapatkan hasil investigasinya.
Menurut Kemenkes sendiri apakah wabah epidemi itu terbilang darurat?Berbicara epidemi umumnya itu mengenai sebuah populasi masyarakat secara umum di satu tempat. Sementara penyebabnya sudah jelas pada satu persoalan yang biasa kami sebut sebagai sebuah kejadian luar biasa atau KLB. Artinya gradasinya itu sebenarnya Kemenkes menyeÂbutnya sebagai KLB sebagai langkah pertama. Akan tetapi memang bahasanya kerap tidak konkrit.
Pasalnya ada yang disebut KLB namun kalau di luar negeri ada lagi penyebutannya. Kalau kemudian masuk fase pandemi berarti seluruh dunia terkena dan itu makronya. Nah untuk kasus sekarang wabah pandemi itu tidak ada. ***