Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
SETELAH Sayyidina Ali meninggal lalu digantikan oleh Mu’awiyah ibn Abi SuÂfyan, maka situasi politik dunia Islam berubah drasÂtis. Muawiyah bin Abu SuÂfyan (602-680M) merupaÂkan khalifah pertama dari Bani Umayyah dan penah menjadi juru tulis Nabi Muhammad Saw. Ia agak telat masuk Islam pada tahun ke 7 H. Kalangan Syi'ah tidak mengakui Mu'awiyah sebagai khalifah dan Sahabat Nabi, karena diÂanggap telah menyimpang setelah Nabi menÂinggal. Ia menjabat khalifah dari tahun 661 sampai 680M. Ia dianggap picik oleh kelomÂpok Syi’ah karena melibatkan Amru bin Ash yang menipu Abu Musa Al Asy'ari (wakil Ali) dalam kasus Perang Shiffin.
Persoalan Mu'awiyah berawal sejak terÂbunuhnya Utsman. Saat itu ada beberapa reaksi di dalam masyarakat. Pertama, merÂeka mengusulkan agar pembunuhnya harus diqishash secepatnya sebelum Ali dibai'at dan ini pendapat Muawiyah cs. Kedua, Ali harus dibai'at dulu baru diamanahkan untuk mencari dan mengqishash pelakunya. Ketiga, dan ini pendapat Ali, qishash ditunda pelaksanaanÂnya sampai betul-betul keadaan terkendali. Pendapat ini didukung oleh mayoritas sahaÂbat senior, khususnya pendukung Ali. KeemÂpat, ada sekelompok orang yang mengasingÂkan diri (uzlah) dan tidak ingin terlibat dalam perang saudara ini. Mereka meninggalkan pusat konflik menuju ke satu tempat yang lebih netral. Kelompok ini didukung oleh antara lain Abdullah bin Umar, Saad bin Abi Waqqash, dll. Masyarakat Syam (sekitar Syiria sekarang) menolak membai'at Ali. Ini bisa dipahami karÂena Mu'awiyah pernah menjadi Gubernur di sana.
Keunggulan Mu'awiyah cs di dalam berÂdiplomasi membuat Ali terpojok. Mu’awiyah berusaha membersihkan diri dengan mengaÂtakan sesungguhnya aku tidak membenci Ali, bahkan bersumpah "Demi Allah" sambil memÂberikan pengakuan bahwa dialah paling tepat menjadi khalifah dilihat dari berbagai sudut pandang. Persoalannya ialah kenapa Ali tidak mau menyerahkan pelaku pembunuhan sepÂupu Mu'awiyah yakni Utsman ibn Affan yang dibunuh secara keji. Jika Ali mau menyerahÂkan pelakunya kepada pihak kami, maka kami akan membai'atnya. Namun Ali tidak mau menyerahkan sang pelaku, yang ditanggapi oleh sebagian orang berarti Ali berada di beÂlakang peristiwa itu. Akhirnya, perang saudara tak dapat dihindari. Mu'awiyah mengambil Aisyah, istri Nabi dan putri Abu bakar, beraÂda di pihaknya, melawan pasukan Ali yang tentu saja didukung oleh istrinya, Fathimah, yang juga merupakan putri Nabi. Umat Islam betul-betul terpecah dan perang saudara terÂjadi amat dahsyat dan menimbulkan banyak korban.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00
Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03
UPDATE
Minggu, 14 Desember 2025 | 19:39
Minggu, 14 Desember 2025 | 19:16
Minggu, 14 Desember 2025 | 19:07
Minggu, 14 Desember 2025 | 18:24
Minggu, 14 Desember 2025 | 18:07
Minggu, 14 Desember 2025 | 17:34
Minggu, 14 Desember 2025 | 17:10
Minggu, 14 Desember 2025 | 17:09
Minggu, 14 Desember 2025 | 16:12
Minggu, 14 Desember 2025 | 16:10