KPK mendalami penggunaan uang suap yang diterima Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat untuk keperluan kampanye calon wakil gubernur (cawagub) Sulawesi Tenggara.
Kemarin, lembaga anti rasuah memanggil bekas Bupati Laode Muhammad Sjafei Kahar. Ayah Agus itu menjadi cawagub pada pilkada serentak 2018.
"KPK memeriksa yang berÂsangkutan sebagai saksi untuk perkara tersangka pemberi suap, TK (Tony Kongres)," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah.
"Diduga, saksi mengetahui teknis pemberian suap dari tersangka pengusaha swasta," lanjut bekas aktivis
Indonesia Corruption Watch itu.
Kasus ini terbongkar setelah KPK melakukan operasi tangkaptangan (OTT). "Setelah melakuÂkan pemeriksaan intensif dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya tindak pidana koÂrupsi menerima hadiah atau janji oleh Bupati Buton Selatan terkait proyek-proyek pekerjaan di Pemerintah Kabupaten Buton Selatan," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan.
Tony Kongres, bos PT Barokah Batauga Mandiri ditetapkan seÂbagai tersangka pemberi suap. Sedangkan Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat tersangka penerima suap Rp 409 juta.
Uang suap untuk Agus Feisal dikumpulkan dari kontraktor-kontraktor yang menggarap proyek Pemerintah Kabupaten Buton Selatan. "TK (Tony Kongres) diduga sebagai koordinator dan pengepul dana untuk diberikan kepada Bupati," ungkap Basaria.
Agus Feisal disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Tony diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.
Untuk diketahui, pada Rabu 23 Mei 2018 KPK mencokok 11 orang terkait kasus dugaan suap. Enam di antaranya dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan intenÂsif, termasuk Agus Feisal Hidayat dan Tony Kongres. Sebelumnya mereka menjalani pemeriksaan di Kepolisian Resor Baubau.
Basarria memaparkan, tim KPK mendapatkan informasi, Tony Kongres meminta pegawai bank swasta sekaligus orang kepercayaannya, Aswardy meÂnyediakan uang Rp 200 juta.
"Terpantau penggunaan kaÂlimat 'ambilkan itu kori dua ritong' yang dihubungkan dengan nilai uang Rp 200 juta," sebut Basaria.
Tony Kongres juga memerinÂtahkan agar uang diserahkan keÂpada Laode Yusrin, ajudan Bupati Buton Selatan. Sekitar pukul 14.00 WlTA, Selasa 22 Mei 2018, Yusrin datang ke Bank BRI di Baubau dan bertemu Aswardy.
Pukul 14.50 WlTA Yusrin meninggalkan bank dengan membawa tas laptop berwarna biru. Diduga tas itu berisi uang Rp 200 juta. Yusrin baru ditangÂkap esok harinya setelah menyÂerahkan uang ke Agus Feisal.
"Pada Rabu (23/5), sekitar pukul 16.40 WITA tim mengaÂmankan Yusrin di jalan sekitar rumah dinas Bupati. Tim lainnya kemudian mengamankan TK di kediamannya," ujar Basaria.
Setelah itu, berturut-turut hingga pukul 21.00 WITA tim KPK mengamankan Agus Feisal bersama sopir, Laode Muhammad Nasrun, konsultan poliÂtik bernama Ari dan Bendahara Sekretariat Buton Selatan Elvis di rumah dinas Agus.
KPK juga mengamankan keÂponakan Tony bernama Fonny di kediaman Tony. Sementara konsultan politik Jessi Daniel Sedona dan Syamsuddin diaÂmankan di rumah Syamsuddin.
Bersamaan, KPK menyatroni pengurus proyek Pemkab Buton Selatan Theo di kediamannya. "Dalam kegiatan ini KPK total mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana yaitu uang Rp 409 juta, buku tabungan Bank BRI atas nama Aswardy terkait penariÂkan Rp 200 juta, buku tabungan Bank BRI atas nama Anastasya (anak Tony) terkait penarikan Rp 200 juta," papar Basaria.
Kemudian, sejumlah perangÂkat elektronik, catatan proyek di Pemkab Buton Selatan dan alat-alat kampanye cawagub Sulawesi Tenggara, Laode Muhammad Sjafei Kahar.
Kilas Balik
Incar Proyek Gede, Kontraktor Bersedia Bantu Dana Kampanye
Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat diduga menerima suap dari kontraktor proyek untuk membiayai kampanye Laode Muhammad Sjafei Kahar, ayahnya sebagai calon wakil guÂbernur Sulawesi Tenggara.
Kasusnya sama seperti Walikota Kendari Adriatman Dwi Putra. Ia menerima suap Rp6,798 miliar. Rasuah itu untuk membiayai kampanye Asrun, ayah Adriatma sebagai calon gubernur Sultra.
Adriatma menerima suap dari Hasmun Hamzah, Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara. Hasmun menyerahkan Rp 4 miliar untuk mendapatÂkan proyek Pemerintah Kota Kendari. Kemudian, Rp 2,798 miliar untuk kampanye Asrun.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Hasmun yang dibaÂcakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 23 Mei 2018.
"(Hasmun) memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu memberi uang sebesar Rp 4 miliar dan Rp 2.798.300.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Supaya penyelenggara negara itu berÂbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata Jaksa KPK Kiki Ahmad Yani.
Adapun proyek yang diincar Hasmun adalah pembangunan geÂdung DPRD Kota Kendari dengan nilai Rp 49,2 miliar dan proyek pembangunan tambah labuh Zona III Taman Wisata Teluk Ujung Kendari Beach Rp 19,9 miliar.
Hasmun memperoleh inforÂmasi mengenai proyek itu dari Fatmawati Faqih, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari. Fatmawati adalah orang keperÂcayaan Asrun semasa menjabat Walikota Kendari.
Melalui Fatmawati, Asrun meminta Hasmun memberikan
'commitment fee' sebesar Rp 4 miliar jika ingin menggarap proyek tersebut. Setelah ditetapÂkan sebagai pemenang proyek, Hasmun menyerahkan uang Rp 4 miliar dalam dua tahap.
"Pertama, Hasmun mengirimkan uang Rp 2 miliar ke Fatmawati saat menginap di Hotel Marcopolo Menteng dan kedua, Hasmun mengantarkan uang Rp 2 miliar ke rumah Fatmawati," sebut jaksa.
Di era Adriatma, Hasmun kembali mendapatkan proyek yakni pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari Newsport 2018-2020 (multiyears) dengan nilai kontrak Rp 60,1 miliar. Hasmun pun menyatakan siap membantu kampanye ayah Adriatma.
Hasmun memerintahkan anak buahnya menarik uang di bank Rp 2,798 miliar. Uang dimasukÂkan dalam kardus dan diserahÂkan kepada Wahyu Ade Pratama, orang dekat Adriatma.
Transaksi ini terendus KPK. Hasmun, Adriatma, Asrun dan Fatmawati ditangkap. Barang bukti uang suap Rp 2,798 miliar sempat disembunyikan di hutan, namun berhasil ditemukan. ***