Berita

Foto/Net

Properti

Industri Properti Girang

Sambut Relaksasi LTV
SENIN, 02 JULI 2018 | 08:33 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Industri properti happy mendengar rencana Bank Indonesia (BI) merelaksasi loan to value (LTV) atau uang muka kepemilikan rumah. Selain mengerek penjualan properti, kebijakan ini juga diklaim bisa mengakselerasi perekonomian bangsa.

 Ketua Dewan Pembina DPP Asosiasi Pengembang Peruma­han dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengatakan, rencana relaksasi tersebut merupakan kabar baik untuk industri properti. Menu­rutnya, kebijakan tersebut bisa menggairahkan sektor properti.

"Kalau diberi kemudahan, meski hanya sesaat, kebijakan itu bisa membantu atau men­gakselerasi pembangunan (sek­tor properti-red). Atau bahkan meningkatkan perekonomian bangsa," ujarnya, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.


Eddy mengaku, pernah men­gusulkan LTV 100 persen ke BI pada dua tahun silam. Unek-unek itu dia ungkapkan lantaran penjualan di sektor properti lesu. Sayangnya, bank sentral justru bergeming karena khawatir men­ingkatkan risiko perbankan.

Eddy menilai, BI tidak in­gin mengulang kesalahannya. Menurutnya, rencana ini muncul ke permukaan karena Gubernur BI yang baru, Perry Warjiyo melihat ada potensi besar jika masyarakat diberi kemudahan memiliki rumah pertama.

Dia mengatakan, saat ini in­dustri properti belum menunjuk­kan tren positif. Sebab itu ren­cana relaksasi LTV bisa menjadi suplemen untuk mendongrak kinerja. "Tapi memang tingkat kehati-hatian perbankan untuk menyetujui harus lebih cermat. Karena memang risikonya lebih besar,"  cetusnya.

Selain risiko lebih besar, Eddy menyebut paragidma masyarakat untuk punya rumah bisa berubah. Jika cicilannya lebih murah dari harga sewa, masyarakat ber­pikir lebih baik ngambil rumah ketimbang ngontrak. Namun ketika tidak kuat mengansur, mereka pasrah rumahnya disita perbankan.

"Tapi dengan tingkat kehati-hatian perbankan, yakin dia punya pendapatan cukup untuk memenuhi cicilan, saya rasa nggak ada masalah. Supaya properti baik lagi. Kalau nggak ada sesuatu yang memudahkan, ya kondisinya seperti ini terus, mandek," tuturnya.

Eddy optimis dengan LTV 100 persen, penjualan sektor properti meningkat signifikan. Multiplier effect yang terjadi adalah pen­ingkatan lapangan pekerjaan, dan menggerakkan sektor yang berkaitan dengan properti.

"Artinya jangan hanya melihat ini berbahaya untuk perbankan. Tapi ada dampak psikologis, sepert penjualan semen menin­gkat. Mereka yang biasa buat batako, kusen, bisa merasakan peningkatan penjualan. Ini bisa menggerakkan ekonomi," ka­tanya.

Dia mengilustrasikan kred­it perumahaan rakyat (KPR) dengan bunga 10-20 persen. Jika harga rumah Rp 500 juta, masyarakat harus mengeluarkan Rp 100 juta hanya untuk uang muka. Belum lagi tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) maupun biaya lainnya yang masih harus dikeluarkan.

Menurut Eddy, perbankan bisa memberikan skema me­narik. Misalnya, cicilan 2-3 tahun pertama diganjar bunga 1 digit. Sehingga masyarakat akan merasakan cicilan yang ringan di awal, namun besar di akhir. "Nggak apa-apa itu untuk memudahkan, karena setelah 3 tahun pendapatan mereka men­ingkat," imbuhnya.

Lantaran dinilai lebih banyak manfaatnya, Eddy meminta BI harus segera merealisasikan ren­cana tersebut. "Kalau properti tidak bergerak, perekonomian berjalan lambat atau bahkan mandek. Karena dimana-mana, properti itu penggerak pem­bangunan, karena membidangi banyak sekali industri, termasuk tenaga kerja," tukasnya.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, sek­tor perumahan akan meningkat dari dua hal dengan relaksasi kebijakan ini. Pertama, pembeli pertama. "Data menunjukkan, untuk apartemen dan rumah tapak, kalangan muda 36-45 tahun itu demand-nya cukup tinggi. Jadi, relaksasi ini akan bisa mendorong sektor peru­mahan untuk first time buyer," ujarnya.

Kedua, kebijakan ini juga akan mendorong sektor properti dari sisi investment buyer. "Yang punya tabungan yang selama ini disimpan di bank atau yang lain, dengan relaksasi ini memung­kinkan mereka investasi di sek­tor perumahan," sebut Perry.

Perry mengungkapkan, regu­lator tengah menggodok penu­runan uang muka dari saat ini. "Apakah memang uang muka perlu diturunkan lagi," katanya. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya