Setelah selesai masa tugasÂnya di KPK, Busyro tetap memÂberikan perhatiannya terhadap lembaga antikorupsi tersebut. Terkait sikap Ketua KPK Agus Rahardjo yang menginginkan revisi Undang-Undang Tipikor secepatnya diselesaikan, Busyro pun ikut mendukungnya. Berikut pernyataan Busyro Muqoddas kepada Rakyat Merdeka;
Bagaimana Anda menangÂgapi wacana percepatan pembahasan revisi Undang- Undang Tipikor yang saat ini tengah digairahkan kembali oleh pimpinan KPK?
Pada era kami itu, kami teÂlah melakukan kajian dengan berkeliling ke kampus-kampus terkemuka. Alhasil sebanarnya sudah mengerecut ke satu panÂdangan dan kami telah menyamÂpaikannya ke DPR dan Presiden bahwa yang urgen itu merevisi Undang-Undang Tipikor, buÂkan KUHP (Kitab Undang- Undang Hukum Pidana) ataupun KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang terkait korupsi ini lho.
Jadi Anda berharap Undang-Undang Tipikor secepatÂnya bisa menjadi prioritas? Kalau memang nantinya Undang-Undang Tipikor itu bisa diprioritaskan sebagai lex specialis, maka korupsi sektor swasta dan peran-peran asing yang terlibat dalam lalu lintas tindak pidana pencucian uang (TPPU), maupun suap, itu bisa diatur dalam revisi Undang-Undang Tipikor itu.
Tadi Anda katakan saat menjadi pimpinan KPK Anda sudah memberikan kajian terkait korupsi sektor swasta ini. Lantas mengapa hingÂga kini pembahasannya kok masih alot? Saat itu memang pemerintah tidak merespons, baik di era Pak Susilo Bambang Yudhoyono maupun Pak Jokowi tanpa penÂjelasan sama sekali. Pokoknya tidak ada respons gitulah.
Kalau revisinya untuk menÂindak sektor swasta, menurut Anda sangat penting revisi? Justru bagus dan urgen itu. Pasalnya Indonesia sudah terÂikat dan Indonesia sudah masuk ratifikasi. Lantaran konsekuensi meratifikasi, maka seharusnya pemerintah menguatamakan (revisi) Undang-Undang Tipikor mengingat problem terbesar Indonesia itu adalah korupsi.
Lantas apa sih alasannya hingga pembahasannya terkeÂsan alot sekali? Saya rasa political will. Kami membaca tidak ada alasannya itu.
Selain itu? Saya kira kuncinya lebih keÂpada partai politik. Parpol kita itu tidak tampak agenda untuk masuk ke Undang-Undang Tipikor itu.
Ada kekhawatiran revisi dimanfaatkan pihak lain meÂmasukkan pasal pelemahan terhadap KPK? Tidak. Kekhawatiran itu lebih sedikit daripada lewat KUHP. Lewat KUHP itu kalau kita baca sementara sifatnya lex specialis dari Undang-Undang Tipikor itu hilang lantaran masuk KUHP. Pasalnya KUHP itu sistem umÂum. Pada akhirnya menjadi lex generaly. Karena menjadi lex generaly, nantinya KPK berpoÂtensi tidak lagi menjadi lembaga yang memiliki kekuatan extra ordinary. Saya melihatnya sanÂgat potensial ke sana.
Apa pesan Anda kepada pimpinan KPK yang saat ini tengah bergairah merevisi Undang-Undang Tipikor? Ya, KPK mesti harus punya tim solid yang terdiri dari unsur KPK sendiri. Kemudian bersaÂma-sama bahu-membahu denÂgan unsur masyarakat sipil. Lalu juga mengajak temen-teman dari Polri ataupun Kejaksaan untuk membentuk tim inti mengenai perumusan strategi, guna merÂevisi Undang-Undang Tipikor itu sebagai sekala prioritas. Hal ini juga untuk mengatasi korupsi yang tak tampak indikasi memÂbaik dalam perkembangannya di negara ini. ***