Kejaksaan Agung menyita aset-aset PT Tirta Amarta Bottling dan aset pribadi Rony Tedy, bos perusahaan itu. Penyitaan itu untuk menutupi kerugian negara dalam kasus kredit macet Bank Mandiri Rp1,4 triliun.
Aset PT Tirta Amarta Bottling yang disita adalah dua pabrik di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Adapun aset pribadi Rony Tedy yang dibeslah apartemen mewah di Jakarta Selatan dan mobil Porsche hitam.
"Kalau ditotal semua aset yang sudah kami sita itu nilainya diÂtaksir mencapai Rp 600 miliar," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman.
Kejaksaan masih menyisir aset-aset lain milik PT Tirta Amarta Bottling maupun Rony Tedy untuk disita. "Kerugian negaranya sangat besar. Kami berkomitmen menuntaskan perkara ini hingga selesai," tandas Adi.
Dalam penyidikan kasus ini, kejaksaan telah menetapkantujuh tersangka. Terakhir, Totok Sugiharto dan Purwito Wahyono. Head Commercial Banking Bank Mandiri Cabang Bandung dan Head Wholesale Credit Bank Mandiri Cabang Bandung itu berperan menganalisis kelayaÂkan pemberian kredit kepada PT Tirta Amarta Bottling.
Sejak 29 Maret 2018, kedua pejabat Bank Mandiri ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur.
Menurut Adi, kedua tersangka dititipkan di Rutan KPK lanÂtaran rutan di Kejagung penuh. Pertimbangan lainnya, untuk memisahkan dengan lima terÂsangka yang lebih dulu ditahan
Sebelum ditahan, Totok dan Purwito menjalani pemeriksaan di gedung bundar Kejagung. "Dari hasil pemeriksaan, kita berkeyakinan sudah memiliki alat bukti cukup, sehingga diÂlakukan penahanan," ujar Adi.
Sebelumnya, tiga pejabat Bank Mandiri Cabang Bandung lebih dulu masuk sel. Mereka Surya Baruna Semenguk (Manager Commercial Banking), Frans Eduard Zandra (Relationship Manager) dan Teguh Kartika Wibowo (Senior Credit Risk Manager).
Ketiganya juga menjalani peÂmeriksaan terlebih dulu sebelum ditahan pada 5 Februari 2018. Sementara Rony Tedy, Direktur PT Tirta Amarta Bottling ditahan sejak 24 Januari 2018.
Pada 20 Maret 2018, tim Kejagung mencocok Juventius, Head Accounting PT Tirta Amarta Boltting di apartemen The Suites Metro, Bandung, Jawa Barat.
Juventius ikut dijadikan terÂsangka karena diduga berperan memanipulasi laporan keuangan agar mendapat tambahan fasiliÂtas kredit Bank Mandiri.
Kasus ini bermula pada 15 Juni 2015, ketika Rony Tedy mengajukan perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit kepada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Commercial Banking Center Bandung berdasarkan surat noÂmor: 08/TABco/VI/2015
Dalam surat itu, Rony menÂgajukan perpanjangan fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp880,6 miliar, perpanÂjangan dan tambahan plafon LC sebesar Rp 40 miliar sehingga total plafon LC menjadi Rp 50 miliar. Serta fasilitas Kredit Investasi (KI) sebesar Rp 250 miliar selama 72 bulan.
Supaya kredit disetujui, nilai aset PT Tirta Amarta Bottling digelembungkan.
"Modusnya, dengan cara memberikan data tidak benar mengenai nilai aset yang diÂjaminkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, M Rum.
Berdasarkan dokumen yang diÂajukan Rony, pejabat Bank Mandiri Cabang Bandung 1 membuat nota analisa pemutus kredit nomor CMG.BD1/0110/2015 tanggal 30 Juni 2015. Isinya menyatakan seolah-olah konÂdisi keuangan debitur (PT Tirta Amarta Bottling) menunjukkan perkembangan.
Akhirnya perusahaan itu bisa memperoleh perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit pada 2015 sebesar Rp1,170 triliun. Belakangan, PT Tirta Amarta Bottling tak bisa mengembaliÂkan pinjaman ke Bank Mandiri. Status kreditnya ditetapkan kolektibilitas V alias macet sejak 21 Agustus 2016.
Berdasarkan hasil penyidikan kejaksaan, PT Tirta Amarta Bottling menggunakan fasilitas kredit Rp73 miliar untuk keperluan lain. Akibat kredit macet ini, Bank Mandiri mengalami kerugian mencapai Rp1,4 miliar. Jumlah itu meÂliputi pokok pinjaman, bunga dan denda.
Kilas Balik
Bekas Pejabat Bank Mandiri Dicokok Setelah Buron 6 Tahun
Bekas Credit Operation Department Head Bank Mandiri, Aris Pranata ditangkap tim keÂjaksaan setelah buron 6 tahun. Aris terpidana kasus korupsi penyaluran kredit kepada PTKirana Abadi Persada Lines (KAPL) sebesar Rp 27,5 miliar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Nirwan Nawawi menyebutkan Aris ditangkap, Rabu (25/4), pukul 17.30 WIB di Jalan RP Soeroso, Cikini, Jakarta Pusat.
"Dia dipidana penjara selama empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider dua bulan kurungan, sesuai putusan Mahkamah Agung Nomor 747K/ Pid.Sus/2012 tanggal 7 Agustus 2012," kata Nirwan kemarin. Saat putusan kasasi itu akan dieksekusi, Aris menghilang.
Sebelumnya, tim kejaksaan juga menangkap dua terpidana kasus sama: Ivonne Frederika Koe Koe dan Nursyaf Effendi. Keduanya Direktur Utama dan Komisaris PTKirana Abadi Persada Lines.
Ivonne dan Nursyaf divonis bersalah melakukan korupsi kredit dari Bank Mandiri berdasarÂkan putusan kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 373K/Pid. Sus/2011 tanggal 18 Agustus 2011. Keduanya dihukum masing-masing 4 tahun penjara.
Setelah dicokok, Ivonne digiringke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur untuk menjalani hukuman. Sedangkan Nursyaf dijebloskan ke Lapas Cipinang.
Kasus korupsi bermula ketika PTKAPL mengajukan kredit ke Bank Mandiri Commercal Banking Center (CBC) MT Thamrin Jakarta sebesar Rp 27,5 miliar.
Dalam permohonan kredit disebutkan, pinjaman itu untuk membeli tiga kapal kargo. Bank Mandiri bersedia memberikan pinjaman dengan jangka waktu 5 tahun dengan grace period 6 bulan sejak akad kredit.
Berdasarkan penyidikan kejakÂsaan, ditemukan penyimpangan dalam pemberian kredit kepada PTKAPL. Proses persetujuan kredit tidak mengacu kepada peÂdoman yang ditetapkan direksi Bank Mandiri.
Analis Bank Mandiri tidak melakukan pengecekan fisik keÂberadaan kapal kargo yang akan dibeli PTKAPL. Pemeriksaan hanya dilakukan berdasarkan dokumen yang disodorkan PTKAPL. Belakangan diketahui, tiga kapal kargo itu tak pernah dibeli PTKAPL.
Sejumlah pejabat Bank Mandiri pun ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Subur Hermanto (CBC manager), Ferinton (analisis), Joko Setijo Oetomo (Team Leader) hingga Aris Pranata. ***