Berita

Foto/Repro

Politik

Gema 77-78 Akan Uji UU Terorisme Ke MK

SABTU, 26 MEI 2018 | 14:15 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

. Aktivis pergerakan 77-78 sejak zaman era pemerintahan otoriter Soeharto berkeinginan agar bangsa Indonesia menjadi demokratis, anti otoriter, anti terhadap kekerasan dan terorisme, anti terhadap korupsi dan anti kolonialisme. Akibat perjuangan tersebut banyak aktivis mahasiswa pada masa itu meringkuk dipenjara.

Berdasarkan pengalaman penggunaan kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan harus tidak melampaui batas, sehingga tidak masuk apa yang disebut abuse of power.

Banyak pelajaran di negara ini, manakala penggunaan kekuasaan melampaui batas tidak layak, tidak sesuai peraturan, loncat pagarnya masuk wilayah abuse of power, namun penguasa bisa dikatakan tidak melakukan abuse of power manakala pagar batasnya dipindahkan, peraturan atau UU diperluas bahkan pagar batasnya dihilangkan.

Setelah rentetan teror bom yang terjadi di beberapa daerah baru-baru ini, pada kenyataannya dengan UU Anti Terorisme 13/2013 dengan cepat bisa diatasi, diberangus bahkan yang diduga jaringannya bisa langsung ditangkap dan beberapa ditembak mati, apresiasi terhadap kecepatan Polri dalam melakukan penindakan.
Setelah rentetan teror bom yang terjadi di beberapa daerah baru-baru ini, pada kenyataannya dengan UU Anti Terorisme 13/2013 dengan cepat bisa diatasi, diberangus bahkan yang diduga jaringannya bisa langsung ditangkap dan beberapa ditembak mati, apresiasi terhadap kecepatan Polri dalam melakukan penindakan.

Namun atas desakan Presiden Joko Widodo agar pengganti UU harus segera diselesaikan bahkan dengan ancaman akan dikeluarkan Perppu. DPR RI segera melakukan pengesahan UU baru tentang UU Anti Terorisme pada rapat paripurna.

Sebagai civil society aktivis gerakan Gema 77-78 bermaksud melakukan pengawalan terhadap penegakan sistim demokrasi di Indonesia. Gema 77-78 pada hari Jumat kemarin (25/5) menyelenggarakan diskusi di Bandung, di Aula HU Pikiran Rakyat dengan tema "RUU Anti Terorisme dan Implikasinya terhadap Demokrasi".

Narasumber adalah Prof. Asep Warlan Yusuf (pakar ahli tata negara), Prof. Rocky Gerung (pengamat politik, peneliti di Perhimpunan Pendidikan Demokrasi), dan Dindin S. Maolani (pengacara, aktivis pergerakan 77-78, pernah berpengalaman menjadi pengacara teror Imron), serta dihadiri oleh tokoh pergerakan seperti Tjetje Padmadinata, mantan Ketua LBH Bandung, Ketua Ombudsman Jabar serta para aktivis pergerakan 77-78.

Adapun hasil diskusi menghasilkan, UU Anti Terorisme dilatarbelakangi dengan adanya fanatisme pendukung antara dua kubu penguasa di satu pihak dan oposisi di pihak lain sehingga melenyapkan akal pikiran yang sehat dan dimunculkan pada momen tahun politik, diskusi tentang HAM mangkrak sehingga UU Anti Terorisme yang harus disusun secara baik menjadi terburu-buru, dibuat shortcut menjadi hukum yang kurang demokratis, kurang menghormati HAM sertai abai terhadap kesejahteraan rakyat dengan kata lain tidak aspiratif.

Menurut catatan ada 12 poin krusial pada UU Anti Terorisme yang baru diantaranya, tidak jelasnya definisi terhadap ancaman dan tindakan serta cara menggunakan alat dalam teror, tentang penyadapan, cek kosong keterlibatan TNI, masa penahanan yang terduga panjang dan berlebihan, teror negara terhadap individu dengan hukuman mati.

Selanjutnya, penangkapan sebelum melakukan perbuatan, laporan intelijen menjadi alat bukti, kelembagaan dan dikhawatirkan akan ada OTB pada tingkat pelaksanaan, partisipasi keterlibatan publik tidak clear, pendanaan asing, tidak adanya pengadilan adhoc dengan hakim khusus karena kegiatan terorisme tidaklah sederhana, dan pengadilan bisa sesat jika tidak memahaminya.

Masih banyak catatan penting dari kalangan akademisi, namun UU sudah disahkan secara terburu-buru. Intinya UU yang disahkan melanggar konstitusi dan berefek terhadap demokrasi, diantaranya ancaman terhadap demokrasi adalah tidak boleh latihan militer diantaranya, kewiraan, kepanduan bahkan pertahanan sipil seperti Banser dan sebagainya.

Akan ada ketakutan berkaitan dengan bahan kimia mereka yang berhubungan dengan toko kimia, catat dan patut dicurigai, sehingga akan ketakutan dalam berproduksi, penelitian dan kreatifitas akan menjadi mandek selanjutnya tentang larangan ujaran kebencian, kebencian seperti apa yang dikategorikan teror.

Faktanya, UU Anti Terorisme tersebut sudah disahkan secara terburu-buru, mengingat hal tersebut peserta diskusi bersepakat untuk akan melakukan usaha judicial review ke Mahkamah Konstitusi. [rus]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya