Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Buton Selatan, Sulawesi Tenggara, Agus Feisal Hidayat sebagai tersangka kasus suap. Ia diduga menerima suap dari pengusaha Tony Kongres.
"Setelah melakukan pemerikÂsaan intensif dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh Bupati Buton Selatan terkait proyek-proyek pekerjaan di Pemerintah Kabupaten Buton Selatan," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan dalam keterangan pers di KPK tadi malam.
Tony Kongres, bos PT Barokah Batauga Mandiri juga ditetapkan sebagai tersangka. Agus Feisal diduga menerima Rp 409 juta dari Tony.
Uang suap itu berasal dari kontraktor-kontraktor rekanan proyek Pemerintah Kabupaten Buton Selatan. "TK (Tony Kongres) diduga sebagai koorÂdinator dan pengepul dana untuk diberikan kepada Bupati," ungÂkap Basaria.
Agus Feisal disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Tony diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.
Usai menjalani pemeriksaan intensif di KPK, tadi malam kedua tersangka dijebloskan ke tahanan. Mereka menjalani masa penahanan pertama selama 20 hari.
Penetapan tersangka Agus Feisal dan Tony Kongres meruÂpakan kelanjutan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang diÂlakukan KPK di Buton Selatan, Rabu, 23 Mei 2018. Dalam OTT itu, KPK mencokok 11 orang. Enam di antaranya dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan inÂtensif, termasuk Agus Feisal dan Tony. Sebelumnya mereka menÂjalani pemeriksaan di Kepolisian Resor Baubau.
Basaria memaparkan, tim KPK mendapatkan informasi, Tony meminta pegawai bank swasta sekaligus orang keperÂcayaannya bernama Aswardy untuk menyediakan uang Rp200 juta. "Terpantau penggunaan kalimat 'ambilkan itu kori dua ritong' yang dihubungkan denÂgan nilai uang Rp200 juta," sebut Basaria.
Tony memerintah uang itu diserahkan kepada Laode Yusrin, ajudan Bupati Buton Selatan. Sekitar pukul 14.00 WlTA, Selasa 22 Mei 2018, Yusrin datang ke Bank BRI di Baubau dan bertemu Aswardy.
Pukul 14.50 WlTA Yusrin meninggalkan bank dengan membawa tas laptop berwarna biru. Diduga tas itu berisi uang Rp 200 juta. Yusrin baru ditangÂkap esok harinya setelah menyerahkan uang ke Agus Feisal.
"Pada Rabu (23/5), sekitar pukul 16.40 WITA tim mengaÂmankan Yusrin di jalan sekitar rumah dinas Bupati. Tim lainnya kemudian mengamankan TK di kediamannya," ujar Basaria.
Setelah itu, berturut-turut hingga pukul 21.00 WITA tim KPK mengamankan Agus Feisal bersama sopir, Laode Muhammad Nasrun, konsultan poliÂtik bernama Ari dan Bendahara Sekretariat Buton Selatan Elvis di rumah dinas Agus.
KPK juga mengamankan keÂponakan Tony bernama Fonny di kediaman Tony. Sementara konsultan politik Jessi Daniel Sedona dan Syamsuddin diaÂmankan di rumah Syamsuddin.
Bersamaan, KPK menyatroni pengurus proyek Pemkab Buton Selatan Theo di kediamannya. "Dalam kegiatan ini KPK total mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana yaitu uang Rp 409 juta, buku tabungan Bank BRI atas nama Aswardy terkait penarikan Rp 200 juta, buku tabungan Bank BRI atas nama Anastasya (anak Tony) terkait penarikan Rp 200 juta," papar Basaria.
Kemudian, sejumlah perangÂkat elektronik, catatan proyek di Pemkab Buton Selatan dan alat-alat kampanye calon wakil gubernur Sulawesi Tenggara, Safei Kahar. Safei, bekas Bupati Buton adalah ayah Agus Feisal.
Kilas Balik
Kepala Daerah Kumpulkan Fee Proyek Untuk Kampanye PilgubBupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat diduga menerima suap dari kontraktor proyek untuk membiayai kampanye Safei Kahar, ayahnya sebagai calon wakil guÂbernur Sulawesi Tenggara.
Kasusnya sama seperti Walikota Kendari Adriatman Dwi Putra. Ia menerima suap Rp 6,7 miliar. Rasuah itu untuk memÂbiayai kampanye Asrun, ayah Adriatma sebagai calon guberÂnur Sultra.
Adriatma menerima suap dari Hasmun Hamzah, Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara. Hasmun menyerahÂkan Rp 4 miliar untuk mendapÂatkan proyek Pemerintah Kota Kendari. Kemudian, Rp 2,7 milÂiar untuk kampanye Asrun.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Hasmun yang dibacaÂkan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 23 Mei 2018. "(Hasmun) memberi atau menjanjikan sesÂuatu, yaitu memberi uang sebesar Rp 4 miliar dan Rp 2.798.300.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Supaya penyelenggara negara itu berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata Jaksa KPK Kiki Ahmad Yani.
Adapun proyek yang diincar Hasmun adalah pembangunan gedung DPRD Kota Kendari dengan nilai Rp 49,2 miliar dan proyek pembangunan tambah labuh Zona III Taman Wisata Teluk Ujung Kendari Beach Rp 19,9 miliar.
Hasmun memperoleh inforÂmasi mengenai proyek itu dari Fatmawati Faqih, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari. Fatmawati adalah orang keperÂcayaan Asrun semasa menjabat Walikota Kendari.
Melalui Fatmawati, Asrun meminta Hasmun memberikan 'commitment fee' sebesar Rp 4 miliar jika ingin menggarap proyek tersebut. Setelah ditetapÂkan sebagai pemenang proyek, Hasmun menyerahkan uang Rp 4 miliar dalam dua tahap.
"Pertama, Hasmun mengirimkan uang Rp 2 miliar ke Fatmawati saat menginap di Hotel Marcopolo Menteng dan kedua, Hasmun mengantarÂkan uang Rp 2 miliar ke rumah Fatmawati," sebut jaksa.
Di era Adriatma, Hasmun kemÂbali mendapatkan proyek yakni pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari Newsport 2018-2020 (multiyears) dengan nilai kontrak Rp 60,1 miliar.Hasmun pun menyatakan siap membantu kampanye ayah Adriatma.
Hasmun memerintahkan anak buahnya menarik uang di bank Rp 2,7 miliar. Uang dimasukkan dalam kardus dan diserahkan kepada Wahyu Ade Pratama, orang dekat Adriatma.
Transaksi ini terendus KPK. Hasmun, Adriatma, Asrun dan Fatmawati ditangkap. Barang bukti uang suap Rp 2,7 miliar sempat disembunyikan di hutan, namun berhasil ditemukan. ***