KPK memeriksa politisi senior Partai Golkar Yorrys Raweyai. Pemeriksaan terkait kasus suap bekas anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi.
Usai pemeriksaan, politisi asal Papua berterus terang penyidik meminta klarifikasi darinya mengenai uang Rp 1 miliar dari Fayakhun. Ia pun membantah pernah menerima fulus itu. "Dari laporan Fayakhun dalam pemerÂiksaan dia, bahwa dia memberiÂkan uang kepada beberapa orang di antaranya saya," akunya.
Yorrys heran dengan penÂgakuan Fayakhun yang menyeÂbut uang itu untuk mendapatkan jabatan sebagai Ketua Partai Golkar DKI Jakarta. "Dia menÂjadi Ketua Golkar DKI bulan April (2016). Tapi kejanggalanÂnya uang itu diserahkan ke saya bulan Juni. Ini kan tidak masuk logika," ujarnya.
"(Kalau) Anda minta dukunÂgan, masak setelah jadi sekian bulan. Itu kan tidak mungkin. Secara logika itu tidak mungÂkin," lanjut Yorrys.
Yorrys sempat mempertanyaÂkan klaim Fayakhun itu kepada penyidik. "Saya tanya, kira-kira berupa apa rupiah, dolar atau apa? Tidak ada yang tahu," kata Yorrys.
Menurut keterangan Fayakhun kepada penyidik, uang diantar sopirnya bernama Agus. "Agus serahkan kepada orang saya, ajudan saya katanya atau sopir. Saya tanya siapa, sopir saya ada dua, ajudan saya ada dua, yang mana? Tidak tahu juga," ucap Yorrys.
Yorrys juga membeberkan sejumlah petinggi Partai Golkar seharusnya juga diperiksa bersaÂmaan dengan dirinya. Salah satuÂnya, bekas Sekjen Idrus Marham yang kini Menteri Sosial.
Sama seperti Yorrys, petinggi Golkar itu disebut Fayakhun menerima uang darinya. "Antara lain Pak Idrus, cuma enggak bisa datang," ucap Yorrys.
Jika Fayakhun mengklaim ada uang suap pembahasan angÂgaran Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang mengalir ke Golkar, Yorrys menyarankan, KPK bisa menelusurinya ke Kahar Muzakkir.
"Kahar kan Ketua Banggar (Badan Anggaran) pada saat itu. Kemudian (telusuri) Bendahara Fraksi kan, yang kemudian menÂjadi Bendahara Umum, Saudara Robert Kardinal. Karena kalau menyangkut uang dari angÂgaran itu kan mengalirnya ke situ: Banggar, Ketua Fraksi, Bendahara Fraksi. Itu yang paling tahu persis mengenai bagaimana mekanisme-mekanÂisme," tuturnya.
Mengenai pembahasan angÂgaran Bakamla, Yorrys menÂgaku tak menahu karena sudah tak lagi di DPR. Ia hanya tahu dulu Bakamla merupakan mitra Komisi XI. Kemudian diubah menjadi mitra Komisi I. "Ada perubahan-perubahan sesuai (Undang Undang) MD3 yang baru dan saya sudah tidak berada di DPR," katanya.
Dalam perkara ini, Fayakhun ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pembahasan angÂgaran proyek-proyek Bakamla di APBN Perubahan 2016. Ia diduga menerima Rp12 miliar.
Uang suap berasal dari Fahmi Darmawansyah, pemilik dan pengendali PT Melati Technofo Indonesia dan PT Merial Esa. Kedua perusahaan itu akan menggarap proyek pengadaan drone dan satellite monitoring Bakamla.
Selain kepada Fayakhun, Fahmi juga menggelontorkan uang kepada pejabat Bakamla agar ditunjuk sebagai rekaÂnan proyek drone dan satellite monitoring.
Kilas Balik
Kasir PT MTI Diperiksa Soal Transfer Uang Ke Fayakhun
KPK memeriksa M Adami Okta dan Agnes Maria sebagai saksi kasus suap pembahasan anggaran Badan Keamanan Laut (Bakamla) 2016 di DPR. Pemeriksaan mereka untuk melengkapi berkas perkara terÂsangka anggota DPR Fayakhun Andriadi.
"Kita berusaha mencari bukti tambahan tentang pembahasan dan pengucuran dana suap pemÂbahasan dan pengesahan angÂgaran untuk Bakamla," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.
Agnes merupakan nama baru dalam kasus ini. Siapa dia? "Saksi ini adalah pihak swasta yang juga diduga mengetahui alur aliran dana suap pada terÂsangka FA," ujar Febri.
Informasi yang diperoleh
Rakyat Merdeka, Agnes adaÂlah kasir PT Melati Technofo Indonesia (MTI). Ia diperiksa mengenai pengeluaran uang untuk ditransfer ke Fayakhun. "Soal peran maupun keterlibatan saksi, penyidik yang mengetaÂhui," sergah Febri.
Pengiriman uang untuk Fayakhun melalui sejumlah reÂkening di luar negeri. Fayakhun diduga menerima suap 927.756 dolar Amerika atau Rp 12,2 milÂiar terkait pembahasan anggaran proyek Bakamla Rp 1,2 triliun pada APBN Perubahan 2016.
Uang suap berasal dari Fahmi Darmawansyah, pemilik dan pengendali PT MTI dan PT Merial Esa. Kedua perusahaan itu rekanan Bakamla dalam proyek drone dan satellite monitoring.
Fayakhun mengarahkan agar uang dikirim ke sejumlah reÂkening di luar negeri. Adami Okta, anak buah Fahmi lalu mentransfer 100 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar AS ke rekÂening di Zhejiang Hangzhou Yuhang Rural Commercial Bank Company Limited.
Kemudian 100 ribu dolar AS dan 500 ribu dolar AS ke rekenÂing di JP Morgan Chase Bank, N.A, New York dan JP Morgan International Bank Limited, Brussels.
Pengiriman uang ke rekenÂing di luar negeri ini terungkap dalam persidangan Nofel Hasan, bekas Kepala Biro Organisasi dan Perencanaan Bakamla di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Kami sudah transfer kurang lebih hampir 1 juta dolar,"ungkap Adami. Ada bukti transfernya.
Fayakhun pernah menanÂyakan bukti transfer kepada Erwin Arief, Managing Director Rohde & Schwarz Indonesia dalam percakapan WhatsApp (WA) 10 Mei 2016. "Apakah sudah ada salinan transfer ke JPMorgan?" tanya Fayakhun.
Rohde & Schwarz adalah vendor yang digandeng unÂtuk proyek drone dan satellite Monitoring Bakamla. Erwin membalas akan mengecek ke Adami. "Ok bro minta tolong ya bro," pinta Fayakhun dalam perÂcakapan WA yang ditampilkan dalam bentuk tangkapan layar (
screenshot).
Erwin yang juga dihadirkan dalam sidang perkara Nofel membenarkan percakapan itu. Ia membeberkan, Fayakhun meÂminta ditransfer 300 ribu dolar AS dulu untuk keperluan Munas Partai Golkar. Erwin pun menanÂyakan apakah rekening di luar negeri masih aktif. "Account masih on," jawab Fayakhun.
"Saya tolong diberi salinan perintah transfernya ya bro unÂtuk beritahu account manager saya," pinta Fayakhun kepada Erwin.
Fayakhun mengakui perÂnah berkongsi dengan Erwin dalam menggarap sejumlah proyek. Namun Fayakhun perÂnah melakukan percakapan WA dengan Erwin. Ia berdalih akun WA dan
Blackberry Messenger (BBM)-nya diretas. ***