Berita

Ilustrasi/Net

Bisnis

Salamuddin Daeng: Rupiah Demam Tinggi, Lebih Baik Pegang Dolar AS

RABU, 09 MEI 2018 | 00:30 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Tekanan tinggi yang dialami mata uang rupiah terhadap dolar AS diibaratkan seperti demam tinggi. Bagi para pemilik uang, pilihan terbaik adalah memegang mata uang dolar AS.

Begitu dikatakan peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng, Selasa tengah malam (8/5). Menurut ekonom yang juga aktivis itu, demam tinggi yang dialami rupiah disebabkan oleh lima faktor ekonomi.

Pertama, neraca transaksi berjalan yang mengalami defisit yang besar. Sepanjang tahun 2017 defisit transaksi berjalan mencapai  (minus) Rp 242,09 triliun. Defisit yang besar terjadi dalam neraca jasa-jasa dan defisit pendapatan primer.


"Defisit transaksi berjalan menjadi penyakit permanen Indonesia," ujarnya.

Penyebab kedua adalah posisi utang luar negeri pemerintah dan swasta yang meningkat pesat.

"Utang pemerintah bertambah Rp 1.205,9 triliun pada kurun 2014 hingga 2017, pada posisi kurs Rp 14.000/dolar AS. Perningkatan utang yang sangat pesat ini tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Malah sebaliknya kontraproduktif," sambungnya Salamuddin.

Selanjutnya, posisi utang luar negeri pemerintah dan swasta sampai dengan akhir 2017 mencapai Rp 4.931,5 triliun pada kurs Rp 14.000/dolar AS. Pemerintah dan swasta mengandalkan utang baru sebagai sandaran dalam membayar bunga dan kewajiban lainnya.

Kempat, utang pemerintah yang bersumber dari dalam dan luar negeri yang semakin membesar.

"Berdasarkan data kementrian keuangan dalam APBN tahun 2018 Outstanding Utang Pemerintah mencapai Rp 4.227,3 triliun (pada kurs 13.500/doalr AS) atau sebesar Rp 4,381.9 triliun (kurs 14.000/dolar AS). Pemerintah menjadikan utang sebagai sandaran utama untuk menopang APBN," sambungnya lagi.

Salamuddin Daeng juga mengatakan bahwa rata-rata bunga utang pemerintah yang cukup besar mencapai Rp 191,2 triliun (tahun 2016), sebesar Rp 221,2 (tahun 2017)  dan sebesar Rp 238,6 (tahun 2018).

Selanjutnya utang jatuh tempo 2018 mencapai Rp 400 triliun.

"Dengan demikian maka total kewajiban terkait utang pemerintah pada tahun 2018 adalah sebesar Rp 650 triliun hingga Rp 700 triliun (tergantung perkembangan kurs). Nilai kewajiban yang besar ini tampaknya akan sulit dapat dibayar oleh pemerintah," demikian Salamuddin Daeng. [dem]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

KPK Siap Telusuri Dugaan Aliran Dana Rp400 Juta ke Kajari Kabupaten Bekasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:10

150 Ojol dan Keluarga Bisa Kuliah Berkat Tambahan Beasiswa GoTo

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:01

Tim Medis Unhas Tembus Daerah Terisolir Aceh Bantu Kesehatan Warga

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:51

Polri Tidak Beri Izin Pesta Kembang Api Malam Tahun Baru

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:40

Penyaluran BBM ke Aceh Tidak Boleh Terhenti

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:26

PAN Ajak Semua Pihak Bantu Pemulihan Pascabencana Sumatera

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:07

Refleksi Program MBG: UPF Makanan yang Telah Berizin BPOM

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:01

Lima Tuntutan Masyumi Luruskan Kiblat Ekonomi Bangsa

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:54

Bawaslu Diminta Awasi Pilkades

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:31

Ini yang Diamankan KPK saat Geledah Rumah Bupati Bekasi dan Perusahaan Haji Kunang

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:10

Selengkapnya