Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
TANAZUL dan Taraqqi bisa dilihat sebagai sebab dan bisa juga dilihat sebagai akiÂbat. Tanazul sebagai sebab, seperti dijelaskan di dalam artikel terdahulu, yaitu perjalanan atau pergerakan dari atas ke bawah (al-qaus al-tanzil), ketika Tuhan akan melihat dirinya, maka Ia memanivestasikan dirinya ke dalam wujud lain, yang kemudian disebut dengan tajalli atau umum disÂebut sebagai makhluk. Ia memanivestasikan diri- Nya dari Wujud Eksistensi ‘Ilmiyyah (al-Hadharat al-’Ilmiyyyah), ke dalam lingkaran Wahidiyah yang di situ sudah terlihat nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dari level Wahidiyyah terus mengalir wujud lain yang kemudian disebut ‘entitas luar’ (al-a’yan al-kharijiyyah/external identity) yang keÂmudian disebut alam atau makhluk (al-hadharat al-’ainiyyah). Tanazul sebagai akibat ialah pengÂhambaan diri secara total (ta’abbud) kepada AlÂlah Swt, menyebabkan tanazul-nya pertolongan (isti’anah) Allah Swt. Ketika isti’anah Tuhan tanaÂzul kepada hamba maka pada saat itu sang hamÂba naik ke atas (taraqqi), kembali ke hadiratnya. Penghambaan diri secara total yang dapat menÂgundang tanazul dan sekaligus mengorbitkan (taraqqi) seseorang.
Taraqqi sebagai sebab ialah arus balik perÂjalanan dan pergerakan sentrifugal ke senripetal, yaitu sebuah perjalanan spiritual insan kamil dari bawah (al-’alam al-sufla) ke alam atas (al-’alam al-’ulya), yaitu ke alam yang lebih dekat dari titik sentral yang biasa disebut dengan Ahadiyah dan atau Ahadiyah, atau dari al-hadharat al-’ainiyyah ke al-Hadharat al-’Ilmiyyyah, sebagaimana diiÂsyaratkan dalam ayat: Inna lillah wa Inna ilaihi raji’un (Kita semua dari Allah Swt dan aka kemÂbali kepada-Nya). Dalam ayat lain juga dijelaskan: "Maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya apa yang telah Allah wahyuÂkan." (Q.S. al-Najm/53:9-10).
Taraqqi sebagai akibat ialah buah dari sebuah usaha keras (mujahadah) yang dilakukan sesÂeorang mengakibatkan dirinya melejit ke atas (taraqqi). Taraqqi hanya bisa terjadi jika ada isti’anah, dan isti’anah bisa terjadi jika ada ta’abbud. Dengan kata lain, ta’abbud merupakan pangÂkal segala-galanya jika seorang akan kembali ke hadirat-Nya. Itulah sebabnya di dalam surah al- Fatihah disebutkan: Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya Engkau pula yang kami memohonkÂan pertolongan). Ayat ini menegaskan penyebuÂtan ta’abbud didahulukan dan isti’aanah disusulÂkan. Ini menjadi isyarat buat kita bahwa ta’abbud harus mendahului isti’anah, upaya penyembahan dulu baru pertolongan dari Allah Saw. Ta’abbud merupakan ikhtiyar, tugas, dan kewajiban hamba, sedangkan isti’anah merupakan hak proregatif Allah Swt. Semakin besar ta’abbud seseorang maka semakin besar pula peluang hamba unÂtuk mendapatkan isti’anah. Ta’abbud merupakan pencarian, riyadhah, mujahadah, dan sekaligus bentuk pendakian (taraqqi) seorang hamba; seÂdangkan Isti’anah merupakan bentuk penurunan (penghampiran) Allah Swt kepada sang hamba.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08
Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44
Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46
UPDATE
Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10
Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04
Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41
Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13
Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12
Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03
Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56
Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54
Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46
Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33