"Ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di Kavling C-1," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.
Ia menegaskan, lembaga antirasuah memiliki bukti kuat ketÂerlibatan Zumi dalam kasus suap pengesahan APBD 2018 sehÂingga melakukan penahanan.
"Penahanan dilakukan jika sudah terpenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP. Selain ada alasan obÂjektif dan subjektif yang bersangÂkutan diduga keras melakukan tindak pidana. Jadi bukti yang didapat jauh lebih kuat hingga kami akan teruskan sampai tahap berikutnya," kata Febri.
Mengacu Pasal 21 KUHAP, penyidik bisa melakukan penaÂhanan alasan subyektif tersangka dikhawatirkan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, serta mengulangi perbuatannya.
Sementara alasan obyektif tindak pidana yang dilakukan tersangka memiliki ancaman hukuman di atas lima tahun.
Sebelumnya, saat datang ke KPK kemarin pagi, penasihat hukum Handika Honggowongso menyatakan Zumi akan memaÂtuhi proses hukum, termasuk kemungkinan bakal ditahan. "Kalau hari ini harus menjalani penahanan kami akan patuh," kata Handika.
Ia berharap penyidik bisa segera merampungkan berkas perkara jika Zumi sampai dithan. "Sehingga bisa disidangkan untuk menguji sejauh mana dakwaan terbukti atau tidak sehingga segera ada kepastian hukumnya," ujar Handika.
Keterlibatan dalam kasus suap ini dibeberkan dalam suÂrat dakwaan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jambi Arfan, dan Asisten Daerah Bidang III Jambi Saipudin.
Ketiganya didakwa memberiÂkan uang suap kepada sejumlah anggota DPRD Jambi menÂcapai Rp 3,4 miliar. Para angÂgota DPRD Jambi yang disebut menerima uang "ketok palu" itu di antaranya, Cekman, Elhelwi, Parlagutan Nasution,
MJuber, Sufardi Nurzaim, Ismet Kahar, Tartiniah, Popriyanto, Tadjuddin Hasan, dan Supriyono. Uang suap itu untuk memperlancar pembahasan dan persetujuan APBD 2018. Awalnya, Erwan bersama Arfan menemui Ketua DPRD Cornelis Buston di ruang kerjanya pada Oktober 2017. Dalam pertemuan itu, Cornelis menyampaikan permintaan uang "ketok palu" untuk pengesahan APBD.
"Saat itu terdakwa dan Arfan belum dapat menyanggupinya dikarenakan status jabatan terÂdakwa dan Arfan hanya Pelaksana Tugas (Plt)," kata jaksa KPK membacakan dakwaan.
Erwan lalu melapor ke Gubernur Zumi mengenai perÂmintaan uang untuk pengesahan APBD. Zumi memerintahkan Erwan berkoordinasi dengan orang kepercayaannya, Asrul Pandopatan Sihotan.
Erwan bersama Kepala Kantor Penghubung Pemprov Jambi di Jakarta, Amidy menemui Asrul di East Mall Grand Indonesia, Jakarta. Asrul menyampaikan Zumi sudah setuju mengenai uang "ketok palu" itu.
Erwan dan Arfan kembali menemui Cornelis dan memÂberitahu uang akan diberikan 27 November 2017. "Pada hari Jumat tanggal 24 November 2017, Erwan memerintahkan Arfan dan Saipudin mencari uang Rp5 miliar untuk diberiÂkan kepada 50 anggota DPRD dengan nilai Rp 100 juta per anggota," beber jaksa.
Arfan meminta uang itu dari Joe Fandy Yoesman alias Asiang dan Ali Tonang alias Ahui. Keduanya kontraktor proyek Dinas Pekerjaan Umum.
Erwan melaporkan perkemÂbangan lobi-lobi kepada Zumi. Namun Zumi masih khawatir bakal ada penolakan dari angÂgota Dewan.
Untuk meyakinkan Zumi, Erwan bertekad mengawal samÂpai malam sebelum pengesahan APBD. "Dan dijawab oleh Zumi Zola Zulkifli, 'ya coba, coba, coba'," beber jaksa.
Setelah APBD disahkan, malam harinya uang mulai didistribusikan. Untuk Fraksi Restorasi Nurani (gabungan Nasdem dan Hanura) Rp700 juta, Fraksi PDIP Rp 600 juta, Fraksi PPP sebesar Rp 400 juta.
Pada besok paginya diserÂahkan uang Rp 700 juta Fraksi Golkar dan Rp 600 juta untuk Fraksi PKB. Fraksi Demokrat Rp 800 juta dan Fraksi Gerindra Rp 500 juta.
Uang Rp 300 juta untuk Fraksi Bintang Keadilan (gabungan PKS dan Partai Bulan Bintang) belum dibagikan karena belum ada petunjuk dari Arfan maupun Saipudin.
Saat Saipudin mengantar uang Rp 400 juta untuk Fraksi PAN kepada Supriono, tim KPK meÂnyergap. Skandal suap ini pun terbongkar.
Kilas Balik
Zumi Zola Sangat Identik Dengan Partai Amanat Nasional Kasus suap pengesahan APBD Provinsi Jambi 2018 menyeret sejumlah pentolan Partai Amanat Nasional (PAN). Mulai dari Ketua DPW PAN Provinsi Jambi Zumi Zola, Ketua Harian DPW PAN Jambi Supriono, hingga Ketua Barisan Muda Penegak Amanat Nasional (BMPAN) Jambi Geni Waseso Segoro.
Perolehan partai berlambang matahari terbit pada pemilu mendatang bisa jeblok gara-gara kasus ini. Pada Pemilu 2014 lalu, PAN memperoleh satu kursi DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jambi. Kursi DPR itu ditempati Ahmad Bakri.
Untuk Pemilu 2019, partai yang dipimpin Zulkifli Hasan itu menargetkan meraih dua kursi dari Jambi. Target ini sulit tercapai jika para pentolan partai berlogo matahari itu terkena kasus.
Kursi yang ada justru teranÂcam melayang lantaran citra PAN semakin memburuk. "Jika Zumi Zola terseret dalam kasus tersebut, maka PAN dipastikan hancur," kata pengamat politik dari Idea Institute, Jafar Akhmad.
Menurut Jafar, di mata masyarakat Zumi Zola identik dengan PAN. Ia bisa dianggap simbol PAN di Jambi. "Zumi Zola sanÂgat populer dan selalu dikaitkan dengan PAN," ujarnya.
Ketua Presidium Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Indonesia, Akhiruddin Mahjuddin berpendapat senada. "Perkara hukum yang melibatkan pimpiÂnan partai bisa berdampak keÂpada elektabilitas partai," kaÂtanya.
Akhiruddin mencontohkan kaÂsus korupsi proyek Hambalang yang merontokkan citra Partai Demokrat jelang Pemilu 2014. Kasus itu menyeret dua pentoÂlan partai berlambang bintang mercy itu: Anas Urbaningrum dan M Nazaruddin. Efeknya, perolehan suara Partai Demokrat terjun bebas.
Anggota DPR dari Dapil Jambi Ahmad Bakri enggan berkomentar kemungkinan hilÂangnya kursi PAN pada Pemilu 2019. Mengenai kasus yang menjerat sejumlah elite PAN Jambi, Bakri berujar, "Biarkan proses hukum berjalan."
Bakri sendiri pernah berurusan dengan KPK. Anggota Komisi V DPR itu beberapa kali dipanggil dan diperiksa terkait kasus kasus suap program aspirasi DPR di Balai Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) IX Maluku-Maluku Utara. Bakri diduga ikut menÂempatkan program aspirasinya di wilayah itu.
Pada persidangan kasus ini di Pengadilan Tipikor Jakarta, Damayanti Wisnu Putranti, angÂgota Komisi V dari Fraksi PDIP mengungkapkan, pernah melihat dokumen usulan program aspiÂrasi di BPJN IX.
"Waktu pertemuan dengan Pak Amran Mustary, Kepala Balai di Hotel Ambhara, saya diperlihatkan dokumen rekap usulan program aspirasi hasil kunker RAPBN Tahun Anggaran 2016 yang berisi judul proyek, nilainya, nama anggota dan kodenya. Semua anggota dapat program aspirasi. Yang saya liÂhat dalam dokumen itu untuk wilayah Maluku-Maluku Utara," ungkap Damayanti.
Pimpinan Komisi V yang mengusulkan program di BBPJN IX adalah Ketua Fary Djemi Francis (F-Gerindra) kode P1, 15 M; Wakil Ketua Lazarus (F-PDIP) kode P2, 359 M; Michael Wattimena (F-Demokrat) kode P4, 52 M; dan Yudi Widiana (F-PKS) kode P5, 144,9 M.
Kemudian ketua kelompok fraksi (kapoksi) Andi Taufan Tiro (F-PAN), 170 M, kode 5E; Musa Zainuddin (F-PKB), 250 M, kode 6B; dan Fauzi H Amro (F-Hanura), 49 M, kode 10A.
Sementara anggota yang juga menjatah proyek di BPJN IX adalah Budi Supriyanto (F-PG), 50 M, kode 2D; Umar Arsal (F-Demokrat), 30 M, kode 4A; Ahmad Bakri (F-PAN), 10 M, kode 5B; Damayanti (F-PDIP), 41 M, kode 1E; Rendy Lamajido (F-PDIP), 40 M, kode 1H; dan Sukur Nababan (F-PDIP), 40 M, kode 1B.
Damayanti lalu menjelaskan kode-kode di dokumen yang perÂnah diperlihatkan Amran kepaÂdanya. Kode P berarti pimpinan komisi. Kode Mkependekan dari miliar. Kode angka menunjukkan nomor fraksi. Sedangkan kode abjad di belakang angka adalah nama anggota DPR. ***