Berita

Wahyu Widya Nurfitri/Net

X-Files

Ketua PN Tangerang Dikorek Soal Kelakuan Hakim Widya

Kasus Suap Putusan Perkara Perdata
SELASA, 27 MARET 2018 | 10:37 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ketua Pengadilan Negeri Tangerang, Muhammad Damis. Ia diperiksa dalam kasus "jual-beli" putusan yang dilakukan hakim Wahyu Widya Nurfitri.

"Saksi menjalani pemerik­saan pada pukul 11.00 WIB. Diperiksa untuk tersangka WWN," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah.

Damis diperiksa selama tujuh jam. "Seluruh teknis penanganan perkara mulai dari pendaftaran, penentuan majelis hakim sampai pada putusan diklarifikasi, ke­pada saksi," beber Febri.

Lembaga antirasuah juga mengorek Damis mengenai sepak terjang hakim Widya. Keterangan Damis, lanjut Febri, membantu KPK untuk menun­taskan penyidikan kasus ini.

Usai diperiksa, Damis men­gaku tak tahu menahu kelakuan hakim Widya saat menyidan­gkan perkara. Ia berdalih baru dua bulan menjabat Ketua PN Tangerang. "Sebelumnya saya Wakil Kepala PN Makassar. Jadi saya tidak ngerti tentang fee-fee ini," katanya.

Sebagai ketua pengadilan, ia sering mengingatkan anak buahnya agar tak menerima pemberian dalam bentuk apap­un. "Semua standar sudah saya lakukan. Beberapa kali sudah saya ingatkan, baik secara per­sonal atau pegawai maupun khusus pada yang bersangku­tan," ujarnya.

Menurut Damis, kasus suap yang menjerat hakim Widya menjadi peringatan bagi jajaran PN Tangerang. Ia akan lebih giat mengingatkan jajarannya setiap dua jam sekali. "Termasuk memberi peringatan kepada pengunjung sidang untuk tidak memberikan suap," katanya.

Sebelumnya, juga memang­gil Hasanuddin, hakim PN Tangerang untuk menjadi saksi kasus ini. Hasanuddin dan Wahyu Widya Nurfitri adalah majelis hakim yang menangani perkara wanprestasi Hj Momoh cs.

Widya yang lebih senior di­tunjuk menjadi ketua majelis hakim perkara ini. Sedangkan Sedangkan Hasanuddin hakim anggota.

Hasanuddin diperiksa berkaitan dengan pembacaan pu­tusan yang sempat ditunda be­berapa kali. Ia juga dikorek mengenai draft putusan yang akan dibacakan.

Hakim Widya diketahui be­berapa kali menunda pemba­caan putusan lantaran belum menerima suap dari pihak yang berperkara.

Widya menangani perkara perdata nomor 426/Pdt.G/2017/ PN Tng. Dalam perkara Winarno menggugat Hj Momoh, Bahrun Amin dan ahli waris H Achmad lainnya karena ingkar janji (wanprestasi) menyerahkan surat tanah.

Dalam tuntutannya, Winarno meminta majelis hakim menya­takan sah pembayaran kepada para tergugat selaku ahli waris H Achmad sebesar Rp1,031 miliar terkait pembelian empat bidang tanah H Achmad di Cipondoh, Kota Tangerang.

Agar gugatannya dikabulkan, kuasa hukum Winarno, Agus Wiratno dan HM Saipuddin menyuap hakim Widya melalui Panitera Pengganti Tuti Atika.

Awalnya, Agus mendapat in­formasi dari Tuti bahwa guga­tan kliennyanya bakal ditolak. Rencananya putusan akan diba­cakan pada 27 Februari 2018. Namun ditunda lantaran Tuti pergi umroh. Pembacaan putusan dijadwalkan 8 Maret 2018.

Atas persetujuan Saipuddin, Agus menemui Tuti sehari sebe­lum pembacaan putusan. Ia mem­bawa uang suap Rp7,5 juta.

Uang diserahkan kepada Tuti, lalu diteruskan ke hakim Widya. "Namun, uang tersebut dinilai kurang sehingga akhirnya dis­epakati nilainya menjadi Rp 30 juta," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Hingga menjelang pembacaan putusan 8 Maret 2018, Agus belum juga menyerahkan uang Rp 22,5 juta untuk menggenapi komitmen Rp 30 juta.

Hakim Widya pun memutus­kan menunda pembacaan putu­san. Kali ini alasannya hakim sedang ke luar kota.

Pembacaan putusan dijadwal­kan 13 Maret 2018. Sehari sebe­lum sidang itu, Agus datang ke PN Tangerang membawa uang Rp 22,5 juta untuk menggenapi komitmen suap.

Usai menyerahkan uang ke­pada Tuti, Agus dicocok tim KPK di halaman pengadilan. Selanjutnya, tim KPK menang­kap Tuti, Saipuddin dan Widya. Keempatnya kemudian ditetap­kan sebagai tersangka. ***

Populer

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

UPDATE

Minta Maaf, Dirut Pertamina: Ini Tanggung Jawab Saya

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:37

Perempuan Bangsa PKB Bantu Korban Banjir di Bekasi

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:33

Perang Tarif Kian Panas, Volkswagen PHK Ribuan Karyawan

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:25

Kabar Baik, Paus Fransiskus Tidak Lagi Terkena Serangan Pneumonia Ganda

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:23

Pertamina: Harga Avtur Turun, Diskon Pelita Air, Promo Hotel

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:23

Rumah Diobok-obok KPK: Apakah Ini Ujung Karier Ridwan Kamil?

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:12

Tenaga Ahli Heri Gunawan Hingga Pegawai Bank BJB Dipanggil KPK

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:06

KPK: Ridwan Kamil Masih Berstatus Saksi

Rabu, 12 Maret 2025 | 12:47

Raja Adil: Disembah atau Disanggah?

Rabu, 12 Maret 2025 | 12:45

Buntut Efisiensi Trump, Departemen Pendidikan PHK 1.300 Staf

Rabu, 12 Maret 2025 | 12:41

Selengkapnya