Berita

KPK/Net

Hukum

Dewan Pakar ICMI Pusat: KPK Wajib Segera Periksa Puan, Pramono Dan Ganjar

SABTU, 24 MARET 2018 | 07:21 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Sidang tindak pidana korupsi KTP Elektronik (KTP-el) terhadap tersangka Setya Novanto kemarin dinilai antik-klimaks.

Diketahui dalam sidang tersebut, Novanto menyebut nama beberapa tokoh PDI-Perjuangan, yakni Puan Maharani, Pramono Anung dan Ganjar Pranowo mendapat "jatah" korupsi KTP-el dengan masing-masing menerima tak kurang dari 500 ribu dolar AS.

Dewan Pakar ICMI Pusat Anton Tabah Digdoyo, dalam keterangannya kepada redaksi menilai, KPK kini tidak memiliki alasan apapun untuk tidak sesegera mungkin memeriksa ketiga nama yang disebur Novanto tersebut.


"UUD 1945 pasal. 1 tegas, Indonesia negara hukum berarti NKRI ini dibangun berdiri tegak diatas hukum dengan supreme of law, equality before the law, dan process of law," sebutnya.

"Hukum harus di atas segalanya tanpa membeda-bedakan perlakuan, diproses seadil-adilnya, secepat-cepatnya dan semurah-murahnya," sambung Anton yang tengah terbaring sakit.

Atas dasar itulah, sambungnya, Puan Maharani, Ganjar Pranowo dan Pramono Anung agar rakyat tidak menuduh KPK bergerak lambat, lemah dan tidak adil.

"Juga untuk mencegah rakyat bertindak sendiri-sendiri dengan melakukan hukum jalanan karena tidak puas dengan kinerja KPK yang selama ini terkesan melindungi orang-orang tersebut," tegas Anton.

Dia juga menekankan agar KPK tidak mengikuti pikiran eksekutif yang keliru menyatakan bahwa calon-calon pemimpin yang terindikasi korupsi agar penyidikannya ditunda hingga pilkada atau pemilu usai demi menghindari kekacauan saat pilkada atau pemilu.

"Ini salah besar. Justru diproses ini kesempatan baik untuk menyaring pemimpin-pemimpin yang bersih," ujar Anton.

"Kalau cara berpikir seperti itu terindikasi kasus kejahatan dibiarkan, apa gunanya SKCK dari kepolisian? Bahkan di negara-negara maju terinidikasi kasus moral seperti perselingkuhan saja dicoret dari calon," tambahnya,

Menurutnya, demokrasi bukanlah hambatan dalam penegakan hukum, sehingga tak bisa digunakan sebagai alasan untuk menunda proses hukum.

"Ingat penegakan hukum juga aksen dari doktrin Algemen Beginselen van Beharlijk Bestur (good governance) agar terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan wewenang, perbuatan melawan hukum dan kesalahan putusan hukuman," demikian Anton. [mel]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya