Tim Kejaksaan Agung mencokok Juventius, tersangka kasus korupsi pembobolan kredit Bank Mandiri Rp 1,17 triliun oleh PT Tirta Amarta Bottling (TAB) Company.
Juventius (35) ditangkap di apartemen The Suites Metro, Bandung, Jawa Barat, Selasa (20/3) malam. Tersangka yang hanya mengenakan kaos dan celana pendek lalu digiring ke Kejaksaan Agung.
Jaksa Agung Muda Intelijen Jan Samuel Maringka menyeÂbutkan Juventius adalah Head Accounting di PT Tirta Amarta Bottling. Ia berperan memanipuÂlasi laporan keuangan perusaÂhaan untuk keperluan pengajuan penambahan fasilitas kredit ke Bank Mandiri.
"Atas dasar laporan keuanÂgan yang tidak sesuai dengan kebenarannya tersebut PT Tirta Amarta Bottling kemudian menÂgajukan perpanjangan fasilitas kredit sebesar kurang lebih Rp 1,17 triliun," kata Jan dalam keterangannya, Rabu (21/3).
Setelah ditangkap, Juventis diserahkan ke penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung. "Untuk proses penahanÂan dan penuntasan perkaranya," kata Jan.
Sebelumnya, penyidik gedung bundar lebih dulu menetapkan Rony Tedy, Direktur PT Tirta Amarta Bottling sebagai terÂsangka. Rony telah ditahan sejak 24 Januari 2018.
Penyidik juga menetapkan tiÂga pejabat Bank Mandiri Cabang Bandung 1 sebagai tersangka. Mereka adalah Surya Baruna Semenguk (Manager Commercial Banking), Frans Eduard Zandra (Relationship Manager) dan Teguh Kartika Wibowo (
Senior Credit Risk Manager).
Kasus ini bermula pada 15 Juni 2015, ketika Direktur PT Tirta Amarta Bottling Rony Tedu mengajukan perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit kepada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Commercial Banking Center Bandung berdasarkan surat noÂmor: 08/TABco/VI/2015
Dalam surat itu, Rony menÂgajukan perpanjangan fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp 880.600.000.000, perpanjangan dan tambahan plafon LC sebesar Rp 40 miliar sehingga total plafon LC menÂjadi Rp 50 miliar. Serta fasilitas Kredit Investasi (KI) sebesar Rp 250 miliar selama 72 bulan.
Supaya kredit disetujui, nilai aset PT Tirta Amarta Bottling digelembungkan. "Modusnya, dengan cara memberikan data tidak benar mengenai nilai aset yang dijaminkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, M Rum.
Berdasarkan dokumen yang diajukan PT Tirta Amarta Bottling, pejabat Bank Mandiri Cabang Bandung 1 membuat nota analisa pemutus kredit nomor CMG.BD1/0110/2015 tanggal 30 Juni 2015. Isinya menyatakan seolah-olah konÂdisi keuangan debitur (PT Tirta Amarta Bottling) menunjukkan perkembangan.
Akhirnya PT Tirta Amarta Bottling bisa memperoleh perÂpanjangan dan tambahan fasilitas kredit pada 2015 sebeÂsar Rp 1,170 triliun.
Belakangan, PT Tirta Amarta Bottling tak bisa mengembaliÂkan pinjaman ke Bank Mandiri. Status kreditnya ditetapkan kolektibilitas Valias macet sejak 21 Agustus 2016.
Berdasarkan hasil penyidikan kejaksaan, PT Tirta Amarta Bottling menggunakan fasiliÂtas kredit Rp 73 miliar untuk keperluan lain.
Akibat kredit macet ini, Bank Mandiri mengalami kerugian mencapai Rp 1,4 miliar. Jumlah itu meliputi pokok pinjaman, bunga dan denda.
Kilas Balik
Kejagung Usut Keterlibatan Pejabat Bank Mandiri Pusat
Kejaksaan Agung bakal mengusut semua pihak yang terlibat dalam kasus pemÂbobolan kredit Bank Mandiri Rp 1,17triliun. "Perkaranya jalan terus dan akan dituntaskan," kata Jaksa Agung M Prasetyo.
Menurut Prasetyo, tim penyÂidik gedung bundar Kejaksaan Agung masih mendalami semua pihak yang terlibat. Namun, katanya, sampai saat ini belum menyentuh level direksinya.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan Rony Tedy, bos PT Tirta Amarta Bottling (TAB) sebagai tersangka.
Modus pembobolan yang dilakukan Rony dengan mengaÂjukan data fiktif untuk mendapÂatkan tambahan kredit dari Bank Mandiri Cabang Bandung 1.
Tiga pejabat Bank Mandiri Cabang Bandung yakni Surya Baruna Semenguk (
Manager Commercial Banking), Frans Eduard Zandra (
Relationship Manager) dan Teguh Kartika Wibowo (
Senior Credit Risk Manager), ikut ditetapkan sebaÂgai tersangka.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman, mengatakan ketiga pejabat Bank Mandiri diduga menyalahgunakan wewenang. "Prinsip kehati-hatian daÂlam pemberian kredit diabaikan tersangka," katanya.
Akibatnya, kredit yang diberiÂkan kepada Tirta Amarta Bottling macet dan menyebabkan keruÂgian negara Rp 1,4 triliun.
Penyidik tengah menelusuri dugaan ketiga pejabat Bank Mandiri itu melakukan kesengajaan dan berkolusi dengan debitur agar meloloskan permohonan tambahan kredit.
"Ini masih kita kembangkan perkaranya. Bagaimana konspirÂasi pembobolan dilaksanakan oleh para tersangka," kata Adi.
Untuk itu, penyidik akan mendalami lagi proses proses pengajuan kredit, analisa, hingga turunnya persetujuan pemberian pinjaman kepada Tirta Amarta Bottling.
Menurut Adi, penyidik menduga penyimpangan terjadidalam setiap proses itu. Sebelum memberikan kredit, Bank Mandiri tentu mempertimbangkan berbagai faktor. Di antaranya kelayakan debitur, risiko pembeÂrian kredit hingga penghitungan aset perusahaan yang dijadikan sebagai jaminan kredit.
Jika mencermati besarnya pinÂjaman yang dikucurkan kepada Tirta Amarta Bottling, diduga ada konsultasi dan persetujuan dari kantor pusat. "Kemungkinan tidak diproses di tingkat cabang saja," kata Adi.
Namun dia tak bersedia menyeÂbutkan siapa pihak di kantor pusat yang memberikan persetujuan kredit itu. Adi berdalih penyidikan masih dikembangkan. "Kita lihat nanti hasilnya," katanya.
Sejauh ini, penyidik sudah mendapatkan bukti-bukti peÂnyimpangan penggunaan dana pinjaman yang diterima Tirta Amarta Bottling.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), pelapor kasus ini heran dengan sikap Kejaksaan Agung yang belum meÂnyeret petinggi Bank Mandiri.
"Apa mungkin, pengucuran kredit sebesar itu hanya dibeÂbankan kepada unsur swasta dan tiga pejabat rendahan di Bank Mandiri sebagai pengusul tanpa ada pertanggungjawaban dari direksi sebagai pemutus. Apalagi jaminan hanya Rp 73 miliar bisa dapat kredit Rp 1,4 triliun," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
MAKI juga mempersoalÂkan kasus pembobolan Bank Mandiri Rp 500 miliar yang dilakukan PT Central Steel Indonesia (PTCSI).
"MAKI perlu melaporkan perkara ini kepada Presiden karena pihak Kejagung nampak sengaja tidak menggubris permintaan MAKI, baik via surat maupun media massa untuk menetapkan tersangka baru terhadap oknum pejabat Bank Mandiri dan aktor intelektual serta penikmat uangÂnya," kata Boyamin.
Menurut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku atasan Jaksa Agung bisa menegur dan memerintahkan agar penanganÂan korupsi ini dituntaskan. "DaÂlam bentuk segera menetapkan tersangka baru terhadap pihak-pihak yang terlibat," ujarnya.
Boyamin menilai, aktor inÂtelektual kasus ini belum diusut. "Surat kepada Presiden ditemÂbuskan kepada Jaksa Agung untuk mendapatkan respons cepat dengan segera menetapkan tersangka yang merupakan aktor intelektual dan pihak yang palÂing banyak menikmati uang," sebutnya. ***