KPK menetapkan tersangka baru kasus suap pembahasan APBD Perubahan Kota Malang tahun 2015. Jumlahnya 19 orang. Di antaranya, Walikota Moch Anton dan anggota DPRD Ya'qud Ananda Gudban.
Keduanya akan bertarung dalam pemilihan Walikota Malang tahun ini. Penetapan tersangka baru ini diketahui dari surat panggilan pemeriksaan yang diÂlayangkan KPK kepada sejumlah anggota DPRD Kota Malang.
"Ada 18 tersangka. Saya dikasih lihat penyidik ada 18 tersangka baru, yang jelas itu anggota dewan semua," ungkap anggota Komisi D DPRD Kota Malang Ribut Harianto di sela pemeriksaan di Markas Polres Malang.
Saat ditanya siapa anggota Dewan yang menjadi tersangka, Ribut menolak menyebutkanÂnya. Ia berdalih tak ingat.
Ribut tak mengelak pemerikÂsaan dirinya sebagai saksi untuk perkara yang menjerat para koleÂganya. "Itu saja ya," katanya.
Anggota Komisi C DPRD Kota Malang Harun Prasojo mengaku datang ke Mapolres untuk memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. "Saya diÂpanggil terkait adanya enam tersangka baru. Undangannya begitu," ujarnya.
Dalam surat panggilan pemeriksaan,Harun akan diperiksa sebagai saksi perkara tersangka 6 anggota DPRD. Mereka adalah Suprapto, Zainuddin, Sahrawi, Salamet, Wiwik Hendri Astuti dan Mohan Katelu.
Lima dari enam nama itu adalah anggota Badan Anggaran DPRD Kota Malang. "Dugaannya menerimadan mengatur uang pokir (pokok pikiran) itu," ungkap Harun.
Usai menjalani pemeriksaan selama tujuh jam, Harun ditanya mengenai aliran dana kepada DPRD. Termasuk mengenai janji dari Walikota Moch Anton agar pembahasan APBD Perubahan berjalan mulus.
Harun tak menampik sempat ditanya mengenai pemberian uang Rp15 juta hingga Rp25 juta kepada setiap anggota Dewan. "Ya kalau saya selama ini ngikuÂtin kasus persidangan, masing-masing dapat pembagian hasil berupa cash. Antara itu besaranÂnya," sebutnya.
Harun juga dikorek dengan hubungan dengan enam terÂsangka. "Ditanya apa saya kenal mereka apa tidak. Saya dapat apa tidak, ya saya tidak tahu," sebutnya.
Sebelumnya, politisi PAN itu sempat diperiksa sebagai saksi kasus ini. Penyidik pun memperlihatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Harun yang lalu.
"Saya disuruh baca BAP yang lalu-lalu juga. Apa ada keteranÂgan saya yang berubah atau tidak. Itu yang bikin lama," jelas Harun.
Juru bicara KPK Febri Diansyah belum bersedia mengungÂkapkan tersangka baru kasus suap ini. "Statusnya sudah peÂnyidikan. Tapi mengenai siapa tersangkanya, nanti akan disamÂpaikan," katanya.
Untuk mengumpulkan bukti, KPK menggeledah rumahpribaÂdi Walikota Malang Moch Anton dan rumah Ya'qud Ananda Gudban.
"Kita kumpulkan bukti-bukti tambahan untuk melengkapi yang sudah ada," ujar Febri.
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2017 lalu, KPK pernah mengÂgeledah ruang kerja Walikota, ruang Sekretaris Daerah Wasto, dan ruang Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
Pihak yang ditetapkan pertaÂma kali sebagai tersangka kasus suap ini adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyono dan Ketua DPRD M Arief Wicaksono.
Jarot memberikan uang Rp700 juta kepada Arief agar rapat pembahasan APBD Perubahan Kota Malang Tahun 2015 berÂjalan mulus.
Kilas Balik
Walikota Malang Setuju Berikan Suap Rapat Di DPRD
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut bekas Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Kota Malang, Jarot Edy Sulistyono dijatuhi hukuman4 tahun penjara.
Jaksa juga meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya mengenakan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan kepada Jarot.
Dalam surat tuntutannya, jaksa menilai Jarot terbukti memberikan suap kepada Ketua DPRD Kota Malang M Arief Wicaksono sebesar Rp 700 juta. Suap itu untuk memuluskan pembahasan APBD Perubahan Kota Malang tahun 2015.
Perbuatan Jarot melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf AUndang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Jaksa membeberkan pertimÂbangan yang memberatkan tunÂtutan, yakni Jarot tidak menÂgakui adanya pemberian uang untuk DPRD. Hal ini tak sesuai fakta yang terungkap di perÂsidangan. Di mana dari rekaman percakapan maupun keterangan sejumlah saksi menyebutkan adanya uang yang diterima angÂgota Dewan.
Jarot juga tidak mengaku tak tahu soal permintaan uang Arief Wicaksono kepada peÂjabat Pemkot Malang dalam rapat pembahasan APBD Perubahan 2015.
Di persidangan terungkap, permintaan Arif Wicaksono disetujui Walikota Moch Anton dalam pertemuan bersama Wakil Walikota, Sekretaris Daerah dan Jarot di kantor DPRD Kota Malang.
Sekretaris Daerah Cipto Wiyono akan menyiapkan uang itu. Setelah uang terkumpul diantar ke rumah dinas Arief Wicaksono.
Atas permintaan Arief, uang Rp 700 juta dipecah menjadi dua. Uang Rp 100 juta jatah Arif dibungkus terpisah. Sedangkan sisanya Rp 600 juta untuk seluÂruh anggota DPRD.
Uang Rp 600 juta ini kemuÂdian dibagi-bagikan kepada 45 anggota DPRD. ìJelas-jelas seÂmuanya sudah tahu, kalau uang ini dari mana asalnya hingga mengalir ke mana saja,î kata Jaksa Arif Suhermanto.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan tuntutan, Jarot bersikap sopan selama persidangan.
Haris Fajar, penasihat hukum Jarot keberatan dengan tuntutan jaksa. Ia pun menyampaikan akan mengajukan nota pembeÂlaan atau pledoi.
Perkara Arief sudah tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Belakangan, Arief kembali ditetapkan sebagai terÂsangka suap.
Kali ini, Arief diduga menerima Rp 250 juta dari Hendarwan Maruszaman, Direktur PT Hidro Tekno Indonesia pada 2015 lalu.
Suap itu terkait pelaksanaanproyek jembatan Kedung kandang. Proyek itu menelan biaya Rp 98 miliar. Anggarannya berasal dari APBD 2016-2018.
Hermawan, pemberi suap juga ditetapkan tersangka. Ia telah dijebloskan ke tahanan sejak 22 Januari 2018. Kemarin, Hermawan diperiksa KPK sebaÂgai saksi perkara Arief. ***