Berita

Nasaruddin Umar/Net

Mengenal Inklusi Visme Islam Indonesia (45)

Muhammadiyah Sebagai Kekuatan Penyeimbang

JUMAT, 16 MARET 2018 | 08:36 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

ORMAS Islam kedua terbe­sar di Indonesia ialah Mu­hammadiyah. Ormas ini didi­rikan di Kampung Kauman Yogyakarta, 18 Nopember 1912/8 Dzulhijjah 1330 H oleh seorang yang ber­nama Muhammad Darwis, yang kemudian lebih dike­nal dengan KH Ahmad Dahlan. Ia seorang yang tawadhu, sehari-hari sebagai pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta, sering menjadi Khatib dan ceramah karena memang memiliki kemampuan pengetahuan agama yang ma­madai. Ia merasa terpanggil untuk mengambil langkah konkret untuk mengangkat martabat umat Islam di Indonesia agar terbebas dari be­lenggu kejumudan. Ia tidak melihat adanya to­koh yang mampu mengarahkan umat Islam ke sebuah jalan pintas menuju kemajuan perada­ban yang lebih tinggi. Mungkin sebagai akibat terlalu lama dijajah oleh pemerintah kolonial se­hingga di dalam masyarakat tidak tampak ini­siatif untuk membangun peradaban umat yang lebih berkemajuan.

Dengan segala keterbatasannya, KH Ahmad Dahlan mencoba merintis sebuah gagasan menghimpun sejumlah pemikir umat yang bisa diajak berdiskusi memikirkan masa depan umat yang lebih baik. Sejak semula ia melihat cara paling efektif meningkatkan umat ialah melalui usaha Pendidikan dan Dakwah. Jalur politik ten­tu sangat berisiko karena gurita pemerintah Be­landa sangat peka membaca peta pergerakan umat. Ia menempuh jalur aman dalam mengem­bangkan potensi umat melalui jalur pendidikan dan dakwah. Meskipun sesekali juga bersentu­han dengan garis politik karena pemerintah Be­landa sering over control terhadap pergerakan yang memberikan motivasi umat kearah kem­ajuan. Ia menggagas sebuah forum pengajian yang diberi nama "Sidratul Muntaha."

Muhammadiyah memiliki konsistensi untuk bersikap kritis terhadap siapapun, termasuk ke­pada pemerintah dan ormas-ormas lain. Di sini­lah Muhammadiyah menempatkan diri sebagai kekuatan penyeimbang di dalam masyarakat.


Gerakan pembaharuan (tajdid) yang men­jadi ciri khas Muhammadiyah berusaha untuk pada satu sisi tetap mempertahankan nilai-nilai keindonesiaan yang berakar dari kearifan lokal masyarakat tetapi pada saat yang bersamaan berusaha memberikan sentuhan pembaharuan terhadap tradisi yang dinilai terlalu banyak ber­sentuhan dengan sinkretisme agama-agama dan tradisi lokal. Harmonisasi kehidupan tetap dipertahankan tetapi bagaimanapun kebe­naran (al-haq) tetap harus diunggulkan. Di sinilah sedikit perbedaan Muhammadiyah dan NU. Bagi NU harmonisasi terlalu ditekankan sedangkan Muhammadiyah lebih bersikap kritis terhadap keharmonisan yang dibangun di atas landasan yang batil. Sedangkan NU cenderung mempertanyakan, mestikah keharmonisan itu dikorbankan demi penegakan kebenaran (al-haq).

Pola dialektik garis perjuangan antara Mu­hammadiyah dan NU memberikan hikmah yang luar biasa bagi pertumbuhan dinamika keuma­tan di Indonesia. Kaum terdidik, terutama yang melalui jalur pendidikan umum banyak mengi­kuti garis perjuangan Muhammadiyah meskip­un mereka berbasis keluarga dari NU. Sedangkan kaum santri dan kaum abangan banyak mengikuti pola perjuangan NU.

Meskipun kedua ormas ini memiliki ciri khas­nya masing-masing tetapi keduanya sama-sa­ma mengembangkan pola dakwah Islam ink­lusif. Keduanya sama-sama memperhatikan kerukunan dan toleransi di dalam menyam­paikan dakwah. Asas pendidikan kedua ormas ini juga sama-sama mengidealkan terciptanya umat yang ideal. Hanya saja Muhammadiyah lebih berkonsentrasi ke bidang pendidikan for­mal dengan format yang lebih modern. Sedan­gkan NU lebih banyak mengelola umat secara luas dengan menjadikan pondok pesantren se­bagai basis perjuangan. Pola perjuangan Mu­hammadiyah dan NU banyak memberi warna terhadap ormas-ormas lain di Tanah Air. 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya