PT Duta Graha Indah kini bernama PT Nusa Konstruksi Enjinering dihukum membayar uang pengganti lebih dari Rp 51,3 miliar. Jumlah itu merupakan kerugian negara dalam tiga proyek yang digarap PT DGI.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus pembobolan Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur atau Bank Jatim sebesar Rp 72 miliar.
"Sudah ada bukti-bukti yang menunjukkan arah keterlibatan sejumlah pihak," kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI, Sarjono Turin, kemarin.
Namun Turin belum bersedia mengungkapkan siapa saja terÂsangka itu. "Tunggu saja, segera kita umumkan nama-nama terÂsangkanya berikut dugaan peÂnyelewengan yang dilakukan," ujar bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan itu.
Kasus ini ditingkatkan ke penyidikan sejak November tahun lalu. Untuk mengumpulkan barang bukti, penyidik Kejati DKI telah menggeledah kantor Bank Jatim Cabang Jakarta dan kantor Cabang Pembantu Wolter Monginsidi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pembobolan Bank Jatim milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu dilakukan dengan modus mengajukan permohonan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Kredit Usaha Rakyat merupaÂkan program pemerintah untuk membantu usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi unÂtuk mendapatkan pembiayaan modal kerja. Pemerintah menÂjadi penjamin pinjaman yang dikucurkan.
Sebanyak 172 nasabah mengaÂjukan pinjaman KUR ke kantor Bank Jatim Cabang Pembantu Wolter Monginsidi. Pengajuan kredit dikoordinir empat orang.
Meski persyaratan yang diaÂjukan para nasabah itu minim yakni hanya berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan surat izin usaha, Bank Jatim mengabulkan permohonan pinjaman.
Selama kurun Juli 2012 hingga Agustus 2013, Bank Jatim Cabang Pembangun Wolter Monginsidi mengucurkan KUR keÂpada 172 debitur. Sesuai batasan pemerintah, setiap nasabah hanyabisa mendapatkan pinjaman maksimal Rp500 juta.
Pembayaran cicilan pinjaman pada bulan-bulan awal lancar. Belakangan, tersendat. Hingga akhirnya tidak ada pembayaran cicilan sama sekali atas pinjaÂman yang sudah diterima.
Sesuai ketentuan pemerinÂtahan, pinjaman KUR diasurÂansikan kepada Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Jamkrindo hanya menanggung pembayaran ciciÂlan bulan pertama yang tertungÂgak. Untuk bulan berikutnya tidak ditanggung.
Berdasarkan penyidikan yang dilakukan kejaksaan, empat koordinator mengajukan data-data yang tidak benar, bahkan fiktif agar Bank Jatim menguÂcurkan KUR kepada 172 debitur dengan jumlah total Rp 72,832 miliar.
Kejaksaan mencurigai telah terjadi persekongkolan dalam pengajuan dan pengucuran pinÂjaman ini. Dalam tahap penyeÂlidikan kasus ini, penyidik telah memeriksa pihak-pihak terkait.
"Nasabah sudah diperiksa. Sementara dari pihak manajeÂmen Bank Jatim Cabang Jakarta, kami sudah periksa bekas Kepala Cabang dan Kepala Cabang saat ini serta pihak Jamkrindo," ungkap Turin.
Penyidik menelusuri ke mana larinya uang hasil pemÂbobolan Bank Jatim. "Nanti kami akan sita aset-aset milik para tersangka guna mengemÂbalikan kerugian negara," tegas Turin.
Kilas Balik
4 Pejabat Bank Jatim Dimejahijaukan Kredit PT SGS Rp 147 Miliar Macet
Kasus kredit macet PT Surya Graha Semesta (SGS) Rp 147,4 miliar disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya mulai akhir November 2017.
Terdakwanya empat pejabat Bank Jatim. Yakni Wonggo Prayitno (bekas Kepala Divisi Kredit Modal Kerja/KMK), Arya Lelana (bekas Kepala Sub Divisi KMK), Harry Soenarno (Kepala Cabang Pembantu Bangil-Pasuruan) dan Iddo Laksono Hartano (Asistant Relationship and Manager).
Terdakwa Wonggo Prayitno disidang bersama Arya Lelana. Sedangkan terdakwa Harry Soenarno bersama Iddo Laksono Hartanto. Para pejabat Bank Jatim itu didakwa melakukan korupsi dalam pengucuran kredit kepada PT Surya Graha Semesta.
Dalam surat dakwaan jaksa, perbuatan keempat terdakwa terancam pidana sebagai Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP (dakwaan primair). Sedangkan dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Menurut jaksa, para terdakwa berperan dalam pemberian fasilÂitas kredit ke PT Surya Graha Semesta yang menyalahi proseÂdur dan tak sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Direksi Nomor 048/203/KEP/DIR/KRD terÂtanggal 31 Desember 2010.
"Di mana pada proses pembeÂrian penasabahan plafon kredit standby loan kepada PT Surya Graha Semesta dari nilai awal Rp 80 miliar jadi Rp 125 miliar," jelasnya.
Selain melanggar SK Direksi, pemberian kredit tersebut juga tidak sesuai dengan DER (Debt, Equity Ratio) dan dokumen SPMK (Surat Perintah Mulai Kerja) proyek.
Berdasarkan fakta, ternyata PT Surya Graha Semesta tidak pernah mendapatkan proyek-proyek APBD. Namun mengajuÂkan penambahan plafon kredit.
"Proses pemberian kredit pada PT Surya Graha Semesta tidak sesuai dengan Pedoman Perkreditan Menengah dan Korporasi. Perbuatan para terÂsangka merugikan keuangan negara sebesar Rp 147 miliar yang terdiri dari Rp 120 miliar yang merupakan selisih antara nilai pencairan kredit delapan proyek yang terminnya dijadiÂkan jaminan utama pada pemÂberian kredit PT Surya Graha Semesta," kata jaksa.
Kasus kredit macet PT Surya Graha Semesta dilaporkan ke Mabes Polri pada 2016 lalu. Dalam laporan yang dibuat LSM itu disebutkan, dugaan penyimÂpangan kredit standby loan atau dana cadangan yang disediakan Bank Jatim kepada PT Surya Graha Semesta dapat digunaÂkan bila terjadi suatu musibah, atau hal yang tidak diinginkan oleh pihak kreditor dengan cara pembayaran
revolving atau
reÂvolving loan. Pembayaran revolving loan adalah salah satu bentuk fasiliÂtas kredit yang bisa dilakukan berulang-ulang sepanjang masih dalam batas maksimum plafon yang disetujui oleh bank.
Pada tahun 2010, Rudi Wahono Direktur Utama PT Surya Graha Semesta menandatangani dokuÂmen perjanjian kredit
standby loan (SL) sebesar Rp 306 miliar dengan pejabat Bank Jatim.
PT SGS mengajukan kredit ke Bank Jatim untuk delapan proyek pembangunan. Yakni pembangunan jembatan Brawijaya di Kota Kediri, jembatan Kedung Kandang Kota Malang, proyek RSUD Gambiran Kota Kediri, gedung Poltek II Kota Kediri, kantor terpadu Kabupaten Ponorogo, kantor Setda Madiun dan kantor PT Bank BPR Jatim, serta pasar Caruban Madiun. Padahal, PT SGS tidak pernah mendapatkan proyek-proyek itu. ***