Berita

Hukum

KPK Jangan Memble Usut Skandal Sertifikat Pulau Reklamasi Yang Terbit Terburu-Buru

KAMIS, 25 JANUARI 2018 | 15:47 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Pengusutan skandal penerbitan sertifikat pulau reklamasi teluk Jakarta yang tak kunjung ditingkatkan ke tahap penyidikan dan penetapan tersangka membuat sejumlah pihak mempertanyakan keseriusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kenapa KPK mengulur-ulur waktu periksa proses penerbitan hak pengelolaan lahan (HPL) dan hak guna bangunan (HGB) pulau reklamasi Jakarta?" kata Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (24/1).

Junisab menyayangkan pengusutan yang dilakukan KPK tidak jelas juntrungannya. Padahal Ketua KPK Agus Rahardjo pada Agustus 2017 menyebut penerbitan surat HGB terburu-buru dan karenanya KPK melakukan pengusutan.


Menurut Junisab sudah rahasia umum penerbitan HPL seluas 3.120.000 meter persegi lahan pulau hasil reklamasi di utara Jakarta berdasarkan keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 82/HPL/KEM-ATR/BPN/2017. Dasar keluarnya keputusan ini antara lain surat persetujuan prinsip reklamasi yang dikeluarkan Gubernur Jakarta Nomor 1571/-1.711 tanggal 19 Juli 2017.

"Itu juga artinya sertifikat HPL (SHPL) yang bermasalah tersebut diterbitkan dan ditandatangani oleh Sofyan Djalil sebagai Menteri ATR/BPN," imbuh Junisab.

Penerbitan SHPL, dikatakan Junisab, tidak memenuhi prinsip-prinsip sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 1 Tahun 1977 Jo Permen Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, khususnya Pasal 67-75.

Diantara pasal-pasal itu antara lain menyatakan bahwa penerbitan HPL lahan hasil reklamasi mengharuskan adanya Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). Lantas, secara teknis, perlu ada penerbitan SIPPT oleh Gubernur DKI.

"Kalau unsur-unsur ini tidak terpenuhi maka bisa dipastikan SHPL yang ditandatangani Menteri Sofyan Djalil cacat hukum. Dengan kata lain SHPL tidak sah, dan melanggar undang-undang," tegas Junisab.

Kejanggalan lainnya, masih kata Junisab, nampak terang benderang jika dilihat dari teknis administratif. Izin prinsip reklamasi dikeluarkan tanggal 19 Juli 2007 ketika Gubernur DKI dijabat Fauzi Bowo, sementara surat permohonan HPL diajukan tanggal 22 Desember 2015 oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Heru Budi Hartono atas nama Pemda DKI saat dipimpin Basuki Tjahaya Purnama.

"Sehingga kesimpulannya, itu adalah permohonan HPL tahun 2015 yang menggunakan sebagian dari dokumen zaman Fauzi Bowo. Intinya, itu adalah permohonan," papar Junisab.

Junisab menyarankan Pemda DKI mencabut permohonan HPL-nya. Saran ini ia sampaikan karena permintaan pembatalan SHGB oleh Gubernur Anies Baswedan malah ditolak mentah-mentah oleh Sofyan Djalil dengan dalih kepastian hukum terhadap investor. Sama sekali tidak terbersit di benak Sofyan soal keberatan Pemda DKI Jakarta yang menyuarakan keinginan rakyatnya.

"Jadi kita bingung, bagi Sofyan Djalil lebih utama dalih kepastian hukum yang oleh KPK malah sudah disebut terburu-buru ketimbang memenuhi keinginan rakyat yang tergambar dari surat permohonan Anies," tekannya.

Parahnya lagi, Kementerian ATR/BPN ternyata juga telah menerbitkan SHPL seluas 1.093.580 meter persegi atau 109 hektare untuk Pulau 1 dan pulau 2B berdasarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta tanggal 21 September 2012 Nomor 1417/2012 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau 1 dan Pulau 2B kepada PT Kapuk Naga Indah. Zunisab mengatakan patut dipertanyakan keberadaan dan keabsahan kedua SHPL yang ditandatangani oleh Sofyan Djalil tersebut.

"Pantas saja publik terus menolak reklamasi karena sarat dugaan terjadi persekongkolan dan permufakatan jahat untuk memperkaya diri dan memperkaya orang lain dengan menyalahgunakan jabatan. Dan yang pasti bahwa hal itu melanggar undang-undang," jelas Junisab.

KPK menurut Juniab perlu segera mewujudkan kinerja penyidikan sebab Ketua KPK sudah melihat hal yang tidak lazim dimana SHGB diproses dengan terburu-buru. KPK perlu memeriksa Heru Budi sebagai pihak yang mengajukan permohonan tersebut. Dari Heru bisa diketahui apakah pengajuan memenuhi persyaratan terbitnya HPL.

"Jika persyaratannya tidak lengkap tetapi kemudian Sofyan Djalil menerbitkan SHPL, itu namanya penyimpangan yang prinsip," kata Junisab.

Selain itu, kata dia, perlu juga diusut keberadaan tenaga ahli Sofyan Djalil berinisial LCW. Pria yang tinggal di Singapura dan berkantor di Kemenko Perekonomian tetapi mengambil gaji dari Kementerian ATR/BPN sebasar 15 juta per bulan selama 2 tahun, tetapi tidak pernah masuk kantor.

"Sofyan diam saja tuh. Kami harus ungkap dugaan tali-temali dasar dari persoalan ini sampai dengan SHPL dan SHGB itu terbit agar KPK lebih mumpuni lagi. Sehingga tidak hanya sekedar mengatakan penerbitan SHGB terburu-buru tetapi memang masuk dalam kategori tindak korupsi. Jadi KPK periksa dong," demikian kata Junisab.[dem]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya