Berita

Putin-Trump/net

Rusia Sulit Patahkan Dominasi Amerika Di Indonesia

KAMIS, 23 NOVEMBER 2017 | 11:34 WIB | OLEH: DEREK MANANGKA

MIKHAIL Galuzin, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, pernah mengungkapkan kekecewaannya tentang sikap Jurnalis Indonesia.  

Pada tahun 2014,  sang diplomat diwawancarai panjang lebar. Tetapi setelah beberapa bulan, hasil percakapannya itu, tidak pernah dipublikasikan.  Mikhail pun menanyakannya kepada sang reporter.

Jawaban yang diperolehnya cukup mengejutkan. Pimpinan dari media yang bersangkutan, melarang disiarkannya hasil wawancara dengan diplomat Rusia tersebut.

Dubes Rusia itu juga mengeluh. Siaran televisi “RT” (Rusia Today) yang tadinya disiarkan oleh  teve-teve berlangganan di Indonesia. Belakangan, logo kanalnya masih ada, tetapi siarannya, tidak lagi bisa dinikmati oleh pelanggan – pemirsa Indonesia.

Padahal, ujar sang Dubes, di beberapa negara di Eropa, termasuk Inggris, “Rusia Today” bisa mengalahkan “rating” teve berita CNN dari Amerika. Sejumlah lembaga juga memberikan penghargaan, karena "RT" yang banyak menggunakan reporter berkewarganegaraan Amerika, memberikan banyak pilihan dan perspektif terhadap sebuah peristiwa-berita.

Dalam liputan berbagai konflik di kawasan Timur Tengah, apakah itu soal konflik Palestina-Israel, Irak atau Syria, dalam soal ISIS, peliputan “RT”  lebih berimbang dan jelas, ketimbang CNN.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavarov, bulan lalu datang ke Jakarta dan bertemu dengan Menlu  RI Retno Marsudi. Tapi pemberitaan media lokal  tentang pertemuan kedua Menlu tersebut, sepertinya tenggelam dalam berbagai hiruk pikuk berita lainnya.

Sangat berbeda jika ada kunjungan pejabat tinggi atau CEO dari Amerika.

“Itu terjadi karena Rusia masih dianggap sebagai negara komunis," jawab saya enteng kepadanya, di saat Mikhail Galuzin bertanya apa kira-kira yang menjadi penyebabnya.

Presiden Rusia Vladimir Putin, pun belum pernah berkunjung ke Indonesia dalam rangka hubungan bilateral.  Putin pernah ke Bali, tapi dalam hubungan multilateral. Pertemuan Puncak pemimpin APEC. Sehingga wajar jika pemahaan tentang Rusia di Indonesia, terbatas, saya tambahkan.

Mendapat jawaban seadanya seperti itu, Mikhail Galuzin pun, tertegun sejenak. Dia terdiam beberapa detik, sambil anggut-manggut lalu mengalihkan pandangannya ke arah langit-langit ruang tamu rumah kediamannya. Pertanda, jawaban enteng dan spontan dari teman bicaranya, mengandung kebenaran.

Mikhail Galuzin, sudah bertugas di Indonesia hampir lima tahun. Rencananya, akhir tahun 2017 ini, Galuzin akan kembali ke Moskow. Mikhail Galuzin merupakan diplomat karir yang dipilih sendiri oleh Presiden Vladimir Putin untuk menempati pos Dubes di Jakarta.

Dia kemudian mencoba menguji kebenaran jawaban saya, dengan menjelaskan, bukankah Presiden Putin pernah meresmikan sebuah mesjid di kota Moskow?. Beritanya beredar luas di Indonesia.

Artinya, Putin itu bukan komunis.

“Padahal Amerika Serikat yang katanya negaranya pluralis, tapi tak satupun presidennya yang pernah meresmikan penggunaan sebuah mesjid di negaranya. Mestinya ini bisa jadi pembanding," dia  beragumentasi.

“Anda benar. Tapi tanggapan yang saya baca di sini menyebutkan bahwa mesjid di Moskow yang diresmikan Putin, milik Islam Syi’ah, Islam Iran. Iran mendapat perlakuan khusus di Rusia,  karena Rusia memiliki hubungan sangat dekat dengan Iran. Negara yang menjadi salah satu musuh utama Amerika Serikat di dunia," saya menjawabnya.

Sebagai Nasrani, yang saya pahami, Islam di Indonesia lebih dekat ke Arab Saudi.

Setelah jawaban di atas, giliran saya yang menggerakkan bahu, sebagai tanda saya pun tidak tahu lagi harus memberi jawaban yang bagaimana. Biarlah persoalan persaingan pengaruh dan diplomasi itu menjadi urusannya.  

Dari tanya jawab singkat, itupun, pembicaraan kami berdua, berkembang. Terungkap sejumlah persoalan yang menjadi ganjalan dalam hubungan Rusia – Indonesia.

Pada intinya, Rusia tertinggal jauh dari Amerika Serikat, manakala berbicara soal persaingan. Pengaruh dan dominasi Amerika di Indonesia, sudah demikian kuat.  Rakyat atau publik Indonesia terlalu percaya kepada apa yang Amerika katakan.  Propaganda yang berisi kebohongan pun tetap bisa dipercaya.

Galuzin lantas memberi ulasan soal perang saudara Syria. Dia menyebut ISIS sebagai contoh. Siapa yang membentuk gerakan itu dan benarkah Amerika Serikat ingin memusnahkannya ?

Kalau menurut Hillary Clinton, saat dia menjabat Menlu AS, ISIS merupakan bentukan Amerika. Lalu bagaimana Amerika bisa atau mau menghancurkannya ?
 
Dalam soal teknologi, Rusia memiliki banyak keunggulan. Tapi tidak mudah meyakinkan orang atau pejabat Indonesia tentang soal ini.

Bicara soal persenjataan militer misalnya.  Sukhoi, pesawat tempur buatan Rusia,  memiliki kemampuan yang setara bahkan bisa melebihi kemampuan F-16, pesawat sejenis buatan Amerika Serikat. Harga yang ditawarkan Rusia kepada Indonsia pun relatif lebih murah. Dan tanpa syarat politik yang lebih membebani Indonesia sebagai pembeli.

Tapi anggapan pesawat tempur AS itu lebih unggul, sudah demikian kental melekat pada Indonesia.

Saat Rusia masih menjadi bagian dari Uni Sovyet, angkasawannya lah yang pertama kali mengorbit. Tapi keunggulan ini selalu dikalahkan oleh klaim NASA, lembaga  yag menangani industri orbit angkasa Amerika.

Sovyet atau Rusia memang tidak sempat menginjakkan astronotnya ke bulan, seperti yang dilakukan Neil Amstrong, warga Amerika Serikat.

Tapi negara pertama yang mengirim manusia – sebagai mahluk hidup ke angkasa, kemudian keluar dari pesawat  orbit, dan berjalan-jalan di luar angkasa, justru Uni Sovyet.

Rusia sebagai peninggalan Uni Sovyet menjadi satu-satunya  negara di dunia yang memiliki armada perang laut yang mampu mengimbangi kekuatan jelajah Amerika.  Namun armada laut  Rusia selalu kalah pamor dengan Armada ke-VII, AS.

Bahkan dalam soal desepsi dan diterminasi, di benua Eropa, armada Rusia, jauh lebih ungggul manuvernya ketimbang Amerika.

Eropa, menjadi kawasan persaingan terketat antara Rusia dengan Amerika. Ketertinggalan AS tidak pernah dipahami oleh publik di Indonesia. Salah satu bukti terbarunya, persaingan menguasai Laut Baltik, kawasan yang sangat strategis di persimpangan Eropa Barat dan Eropa Timur.

Rusia berhasil mempertahankan pangkalan Angkatan Lautnya di Krimea, Ukraina Selatan.  Krimea tadinya bagian dari Ukraina, negara bagian bekas Uni Sovyet di Eropa Timur.

Sewaktu Uni Sovyet terpecah oleh gagasan “glasnost” dan “perestoreika” oleh Presiden Mikhail Gorbachev,  di tahun 1989, Ukraina termasuk yang terpengaruh kemudian memerdekakan diri dari Uni Sovyet.

Setelah Uni Sovyet pecah, Krimea masih tetap di bawah pengaruh Rusia. Negara ini masih tetap bisa mempertahankan pangkalan Angkatan Lautnya di Krimea. 

Tahun 2015, setahun setelah terjadi pergantian Presiden di Ukraina, dari yang pro Rusia ke pro Amerika, Krimea justru menyatakan memisahkan diri dari Ukraina. Krimea memilih bergabung dengan Rusia. Penggabungan dilakukan sesuai dengan hasil referendum, kehendak rakyat.

Kekalahan atau kegagalan Amerika dalam menancapkan pengaruhnya di Krimea, tak pernah diulas apalagi mendapat pengakuan.

Di era Perang Dingin, perang ideologi komunis versus anti-komunis, Amerika Serikat membentuk NATO. Tujuannya untuk menyaingi  aliansi militer blok komunis pimpinan Uni Sovyet bernama Pakta Warsawa.

Pada era itu, terjadi perlombaan pembuatan senjata nuklir.  Soal nuklir, Rusia merupakan salah satu negara di dunia yang berhasil mengembangkan kemampuannya.
 
Daya jangkau senjata-senjata nuklir Rusia, sangat ditakuti Amerika. Karena konon, semua hulu ledaknya di benua Eropa, sudah diarahkan ke semua kota penting di Amerika, benua lain yang terletak puluhan ribu kilometer dari Eropa.

Jika Perang Nuklir meletus, AS diperkirakan yang akan menderita kerugian paling besar. Dengan kata lain, untuk senjata nuklir antar benua, hanya Rusia yang mampu mengalahkan atau mengimbangi kekuatan Amerika.

Dalam soal nuklir, Rusia tidak hanya terbatas mengembangkan kebutuhan perang (persenjataan). Melainkan mencakup juga nuklir untuk tujuan damai atau kesejahteraan umat manusia. Tidak mengherankan  bila Rusia merupakan salah satu negara terunggul di dunia yang menggunakan listrik dengan bantuan teknologi nuklir.

Indonesia sebagai sebuah negara besar yang kebutuhan listrikya tak bisa dipenuhi oleh listrik batubara atau jenis lainnya, semestinya menggunakan listrik nuklir.

Listrik nuklir, merupakan sebuah keniscayaan, kebutuhan yang tak terelakkan bagi sebuah negara yang mau meningkatkan daya saingnya dalam bidang industri.  Ketika Indonesia menggelar tender, Rusia ikut serta dan berhasil memenangkan tender.

“Sudah berganti Presiden, jawaban yang kami terima masih tetap sama. Belum ada keputusan kapan pekerjaan tender itu dilaksanakan. Dan kami sudah memberi rekomendasi dimana lokasi yang paling tepat dan strategis ditempatkannya pembangkit listrik. Tapi realisasinya tidak ada,” berkata Galuzin.

Dia juga mengungkapkan tentang keinginan negaranya, untuk menyewa Pulau Biak, di Papua, sebagai lokasi peluncuran satelit.
 
Indonesia akan menjadi pusat peluncuran berbagai satelit di dunia. Antara lain, biaya peluncurannya lebih murah, sebab Pulau Biak dekat dengan garis Katulistiwa.

Tidak berhasilnya Rusia mendapatkan persetujuan pemerintah, karena pengaruh lobi Amerika di pemerintaanan Indonesia, masih terlalu kuat.

Warga Papua sangat dipengaruhi oleh Amerika, antara lain dengan kehadiran PT Freeport. Dubes AS untuk Indonesia Robert Blake, sebelum kembali ke negaranya di tahun 2016, melakukan kunjungan bersejarah ke Papua.

Bersejarah sebab dari agendanya tercatat, diplomat  AS itu mengunjungi dan bertemu warga Papua yang rata-rata aktif di LSM atau gereja. Dan para aktifis ini rata-rata lebih suka pulau itu merdeka dari Indonesia.

Inilah salah satu situasi sekaligus dominasi yang mau dipatahkan Rusia. Persoalannya, Rusia masih sulit mematahkannya. [***]

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

UPDATE

Dirjen Anggaran Kemenkeu Jadi Tersangka, Kejagung Didesak Periksa Tan Kian

Sabtu, 08 Februari 2025 | 21:31

Kawal Kesejahteraan Rakyat, AHY Pede Demokrat Bangkit di 2029

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:55

Rocky Gerung: Bahlil Bisa Bikin Kabinet Prabowo Pecah

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:53

Era Jokowi Meninggalkan Warisan Utang dan Persoalan Hukum

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:01

Tepis Dasco, Bahlil Klaim Satu Frame dengan Prabowo soal LPG 3 Kg

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:50

Dominus Litis Revisi UU Kejaksaan, Bisa Rugikan Hak Korban dan tersangka

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:28

Tarik Tunai Pakai EDC BCA Resmi Kena Biaya Admin Rp4 Ribu

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:16

Ekspor Perdana, Pertamina Bawa UMKM Tempe Sukabumi Mendunia

Sabtu, 08 Februari 2025 | 18:41

TNI AL Bersama Tim Gabungan Temukan Jenazah Jurnalis Sahril Helmi

Sabtu, 08 Februari 2025 | 18:22

Penasehat Hukum Ungkap Dugaan KPK Langgar Hukum di Balik Status Tersangka Sekjen PDIP

Sabtu, 08 Februari 2025 | 17:42

Selengkapnya