Berita

Foto/Net

Bisnis

Duh, Revisi UU Perbankan Belum Dianggap Penting

Kembali Tidak Masuk Prolegnas 2018
JUMAT, 17 NOVEMBER 2017 | 08:11 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Tantangan industri perbankan di tahun-tahun mendatang makin berat. Revisi Undang- Undang (UU) Perbankan mutlak diperlukan untuk meringankan langkah perbankan. Namun sayang, untuk kesekian kalinya beleid yang tergolong uzur ini tidak dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2018.

Diakui Anggota Komisi XI DPR Bidang Keuangan Johnny G Plate, saat ini ada dua UU yang menjadi prioritas dan tengah dibahas oleh Komisi XI DPR, yakni RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dan RUU tentang Keten­tuan Umum Perpajakan (KUP).

"Karena memang banyak sekali revisi undang-undang dan semuanya dianggap penting, namun setiap komisi hanya bisa membahas dua undang-undang secara simultan pada setiap masa sidang. Untuk itu baru dua undang-undang tersebut yang masuk prolegnas. Sementara re­visi Undang-Undang Perbankan masih ditangguhkan," terang Johny kepada Rakyat Merdeka.


Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini pun tak bisa menjanjikan, kapan revisi UU Perbankan bisa dibahas dan masuk prolegnas.

Anggota Komisi XI DPR lain­nya Misbakhun menambahkan, belum masuknya RUU Perbank­an disebabkan revisi yang belum pernah dibahas penyusunannya oleh Komisi XI sejak 2015. Sehingga tidak bisa dimasukkan lagi ke Prolegnas Prioritas.

"Prosesnya itu kan harus ada pembahasan dulu baru masuk Prolegnas," katanya saat di­hubungi Rakyat Merdeka.

Dihubungi terpisah, President Director Center for Banking Crisis Achmad Deni Daruri menyesalkan, di mana seharus­nya revisi UU Perbankan sudah dibahas sejak lama, namun selalu tertunda. Sebab, dengan kondisi ekonomi dan perbankan yang terus berubah, perlu ada pemba­haruan dalam UU tersebut.

Misalnya saja kemunculan financial technology atau biasa dikenal fintech. Keberadaan fintech tak hanya cukup diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) atau Pera­turan Bank Indonesia (PBI) saja. Mengingat potensi dan risiko yang tak kecil, UU Perbankan dibutuhkan untuk mengatur itu.

"Apalagi bisnis perbankan ke depan kan memang mengarah ke digital, fintech tak bisa lepas dari itu. Bukan hanya melulu berbicara soal kredit dan kinerja bank," kata Deni saat dihubungi Rakyat Merdeka.

Selain itu, sambung Deni, da­lam pembahasan revisi UU Per­bankan juga harus menyeluruh. Tak bisa hanya sebagian.

"Maksudnya nanti DPR jangan cuma bahas perbankan saja, tapi juga BI di dalam Un­dang-Undang Kebanksentralan terkait wewenang dan tugas dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Janganlah revisi undang-undang ini ditunda terus, mau sampai kapan kalau dinilai ini tidak penting," cetusnya.

Diharapkan, rumusan revisi UU Perbankan nantinya bisa menjawab kebutuhan pembiayaan yang saat ini masih terkonsentrasi pada sektor non produktif.

Selain itu, Deni mengusulkan norma-norma yang disusun dalam revisi UU Perbankan paling tidak dapat tergambarkan dalam delapan prinsip, yakni prinsip penciptaan lapangan kerja, peningkatan akses kredit UMKM, inklusi keuangan, pemerataan akses kredit daerah, pembentukan modal domestik, pembuatan bank khusus dan bank fokus, retriksi bank asing, serta asas resiprokalitas.

Diketahui, ada sejumlah isu krusial dalam RUU Perbankan. Ikatan Bankir Indonesia (IBI) memberikan sembilan usulan dalam RUU Perbankan. Pertama, mengenai prinsip resiprokal. Hal ini terkait tata hubungan perbank­an internasional harus memper­hatikan prinsip resiprokal guna mendukung tujuan perbankan. Lalu mengenai bentuk hukum kantor bank asing yang berada di Indonesia.

Bagi perbankan asing yang berkantor pusat di luar Indonesia harus berbadan hukum Indonesia (PT). Ketiga, mengenai izin pem­bukaan kantor bank dan kantor cabang bank itu sendiri. Dapat diberikan secara berjenjang (mu­litple license), izin untuk bank yang beroperasi di Indonesia atas dasar modal atau ekuitas.

Keempat, mengenai pem­batasan kepemilikan saham bagi pihak asing. Batas kepemilikan saham bank umum bagi setiap warga negara asing paling banyak 40 persen, sisanya 60 persen wajib dimiliki lokal. Lalu mengenai penghapusan pasal-pasal yang terdapat pada RUU Perbankan, seperti menghapus Pasal 43 mengenai penanggung jawab pengelolaan bank, dan Pasal 58 mengenai direktur kepatuhan.

Keenam, mengenai uji kemam­puan dan kepatuhan direksi dan komisaris. Kepegawaian bagi bankir lokal dan bankir asing juga harus diatur. Para bankir harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Ke delapan, mengenai batas waktu penyesuaian bagi pihak asing.

Soal batas waktu ini, bagi bank yang berkantor pusat di luar negeri tapi melakukan kegiatan usahanya di Indonesia dan memiliki saham bank umum lebih dari 40 persen diperpendek menjadi lima tahun dari yang sebelumnya 10 tahun. Yang tak kalah pentingnya adalah RUU Perbankan harus diharmonisasi dengan UU Bank Indonesia, UU Otoritas Jasa Keuangan, dan UU Pasar Modal. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya