Berita

Nasaruddin Umar/Net

Pancasila & Nasionalisme Indonesia (25)

Memancasilakan Umat Beragama

KAMIS, 24 AGUSTUS 2017 | 09:30 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

INDONESIA adalah lah­an subur untuk beragama. Agama apa saja bisa tum­buh subur di negeri ini. Han­ya saja dalam menjalankan agamanya, segenap umat beragama di Indonesia diharapkan tunduk di bawah aturan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua umat beragama harus tunduk di bawah aturan dasar tersebut. Pancasila sebagai filosofi dan dasar ideologi bangsa perlu diserasikan den­gan pola kehidupan beragama di Indonesia.

Pancasila dan ajaran agama-agama dan aliran kepercayaan di Indonesia diharapkan saling men­jiwai dan saling mengokohkan satu sama lain. Agama memberikan penguatan terhadap nega­ra dan negara memberikan penguatan terhadap agama. Pancasila dan Agama bagaikan satu mata uang yang memiliki sisi yang berbeda. Jika di kemudian hari terdapat pertentangan antara keduanya, maka perlu segera diatasi. Akhir-akhir ini isu agama seringkali tampil berhadap-hadapan dengan tatanan negara. Gerakan puritanisme atau pemurnian agama tampaknya melahirkan benturan-benturan baru antara tatanan kenega­raan dan apa yang diklaim sebagian orang seba­gai ajaran Islam.

Kecenderungan berkembangnya gerakan salafi-jihadi yang berusaha membersihkan khurafat dan bid’ah di dalam masyarakat ser­ingkali berhadapan dengan tradisi keagamaan yang sudah mapan dan mendapatkan legiti­masi negara. Misalnya hadirnya kelompok anti Perayaan Maulid Nabi, Isra' Mi'raj, perin­gatan tanggal 1 Muharram, dll dianggap seba­gai kegiatan bid'ah yang tidak berdasar. Pada­hal acara-acara tersebut sudah menjadi tradisi keagamaan rutin dan di antaranya sudah dilem­bagakan dalam acara negara, seperti Peringa­tan Maulid Nabi, Peringatan Isra' Mi'raj, dan Nuzulul Qur'an setiap tahun diacarakan se­bagai acara kenegaraan. Jika itu dibid’ahkan, apalagi diharamkan, maka bukan saja menim­bulkan masalah internal umat Islam tetapi juga berdampak pada acara kenegaraan.


Dalam pola kehidupan NKRI, apa yang su­dah dianggap positif dan diterima baik di dalam masyarakat luas, apalagi sudah diakomodasi oleh negara sebagai acara kenegaraan yang di­peringati secara nasional, sebaiknya tidak perlu diusik lagi. Pemurnian ajaran tidak mesti har­us mengorbankan kearifan dan kreatifitas lokal sepanjang hal itu tidak terang-terangan berten­tangan dengan ajaran dasar agama. Apa yang ditawarkan sebagai standar ajaran pemurnian sesungguhnya belum tentu murni. Apalagi kalau yang dijadikan standar ajaran untuk menilai lebih kental ajaran budaya Timur Tengahnya lebih ken­tal ketimbang ajaran Islamnya. Contohnya adan­ya gerakan atau seruan penggunaan cadar atau niqab, yaitu pakaian perempuan yang menutupi seluruh anggota badan kecuali kedua bola mata, penggunaan celana di atas tumit, dan kemestian memelihara jenggot, dan atribut fisik keagamaan lainnya. Menjadi seorang muslim yang baik tidak mesti harus menyerupakan diri dengan orang-orang Arab. Kita bisa menjadi The Best Muslim tetapi pada saat bersamaan kita tetap menjadi The Best Indonesian.

Beberapa contoh seruan sudah mirip den­gan "ancaman" karena bagi mereka yang tidak mengindahkan ajaran da’wah mereka ditakut-takuti dengan neraka. Kalangan masyarakat su­dah mulai bingung, mana sesungguhnya yang benar. Peran Majlis Ulama Indonesia juga se­baiknya lebih pro-aktif melindungi kepercayaan umat yang sudah mapan. MUI harus berani bi­cara bahwa suasana keberagamaan dan tradisi keagamaan (Islam) di Indonesia sudah di atas jalan yang benar. Apalagi dengan kebebasan umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa saat ini sudah sedemiki­an dilindungi oleh HAM. Semua orang dan go­longan bebas mengekspresikan ajaran agama dan kepercayaannya. Lebaran berkali-kali, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, sudah lumrah di In­donesia, meskipun pengalaman seperti ini aneh di mata umat Islam negara lain.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya