Berita

Nasaruddin Umar/Net

Pancasila & Nasionalisme Indonesia (22)

Agama dan Pancasila Saling Mencerahkan

SENIN, 21 AGUSTUS 2017 | 08:59 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

AGAMA dan Pancasila har­us sama-sama memberikan pencerahan terhadap segenap warga bangsa tanpa kecuali. Agama dan Pancasila tidak bisa dihadap-hadapkan satu sama lain. Agama harus mencerahkan umatnya agar bisa menerima dan menghar­gai nilai-nilai luhur Pancasila. Sebaliknya keberadaan Pancasila juga harus mam­pu melindungi segenap umat beragama, termasuk warganya yang memilih untuk tidak beragama atau hanya beraliran kepercayaan. Agama diarahkan un­tuk mendukung tujuan Negara tanpa harus meng­enyampingkan perinsip-peinsip agama itu sendiri. Dalam Negara NKRI fungsi seperti ini sudah teruji selama puluhan tahun. Agama bisa berkontribusi untuk mewujudkan tujuan Negara tanpa menafikan substansi ajarannya sendiri. Bahkan ajaran agama digunakan sebagai otifasi di dalam mempercapat proses pencapaian tujuan negara dan tujuan pem­bangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Agama juga menjanjikan ketenangan, kedamaian, kearifan, keadilan, dan ketenteraman ke­pada pemeluknya. Namun itu semua bisa terjadi jika agama diberi peran efektif untuk memberikan pencerahan terhadap umatnya. Persoalannya sekarang, siapa yang bertanggung jawab untuk mengaktualkan fungsi pencerahan agama di dalam masyarakat? Efektif atau tidaknya sebuah agama mencerahkan dapat diukur bagaimana peran dan partisipasi tokoh dan pemeluk agama. Jika agama semakin menyatu dengan pemeluknya berati pencerahan agama efektif. Sebaliknya jika agama dan pemeluknya semakin berjarak maka pertanda pencerahan agama itu tidak efektif. Apalagi nilai-nilai agama dan Negara berhadap-hadapan, sudah pasti ada sesuatu yang salah, menyalahi konsep dasar yang telah dirumuskan oleh the founding fathers kita.

Fenomena dalam kehidupan masyarakat juga bisa diukur, yaitu apa kata agama dan apa yang di­lakukan pemeluknya? Searahkah program-program yang diterapkan UUD 1945 atau sumber-sumber hukum lainya? Jika masih berseberangan, misalnya program pembangunan negara berseberangan dengan ajaran agama, atau sebaliknya, ajaran-ajaran agama tidak sejalan bahkan menjegal tujuan pembangunan negara, maka pada saat itu ada per­soalan konseptual yang harus segera diatasi. Jika tidak maka keduanya bisa berhadap-hadapan yang pada saatnya akan membingungkan masyarakat. Kenyataannya sedang terjadi fenomena yang tidak menggembirakan, paling tidak terdapat fenomena yang kontradiktif, di dalam masyarakat kita hubun­gan antara agama dan pemeluknya. Memang sedang terjadi kesemarakan beragama, tetapi tidak diikuti dengan penghayatan dan kedalaman makna. Akibatnya sering kita menyaksikan adanya fenomena kepribadian ganda (split personality) bagi umat beragama, khususnya umat Islam.


Di kalangan umat Islam sering ada yang berada di persimpangan jalan. Dalam urusan agama seolah mereka mengesankan agama terlalu dogmatis se­mentara realitas sosialnya begitu rasional. Agama dirasakannya lebih membatasi sementara realitas kehidupannya begitu liberal. Agama dikesankan terlalu berorientasi masa lampau sementara ling­kungan profesinya sangat berorientasi masa depan. Pranata sosial keagamaan dirasakannya begitu konservatif sementara lingkungan kerjanya sedemikian canggi.

Norma-norma agama dirasakannya sedemikian statis dan terkesan kaku sementara dunia kerjanya sedemikian dinamis dan mobile. Suasana batin keagamaan dikesankan amat tradisional sementara dunia pergaulan seharai-hari di tempat kerja dan lingkungannya sedemikian modern. Kajian-kajian keagamaan dirasakan terlalu tekstual sementara kajian ilmu-ilmu umum sedemikian kontekstual. Pendekatan-pendekatan agama terkesan begitu kualitatif-deduktif sementara pendekatan keil­muan sosial sedemikian kuantitatif-induktif. Split personality ini menurut Clifford Geertz, berpotensi melahirkan berbagai kemungkinan, antara lain: Reformasi sporadis atau gradual, reformasi radikal/ liberal, revivalisme-puritanis, revivalisme-radikal, termasuk teroris, atau tidak tahu menahu apa yang terjadi di luar dirinya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya