Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah memberi dampak positif terhadap peningkatan daya saing Indonesia di kancah global.
Hasil riset Infrastructure Competitiveness Index 2017, Indonesia berada pada peringkat 60 atau naik dari peringkat 62 tahun 2016 dan peringkat 72 tahun 2015 dalam pelayanan Infrastruktur.
Untuk terus meningkatkan layanan infrastruktur dan daya saing Indonesia, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan ada lima inovasi utama dalam akselerasi pembangunan infrastruktur. Yakni kerangka hukum dan perundangan yang kondusif, inovasi pembiayaan dan pendanaan pembangunan infrastruktur, kepemimpinan yang kuat, koordinasi antar lembaga yang solid, dan juga penerapan hasil penelitian dan teknologi terbaru.
"Infrastruktur yang kita bangun saat ini berdasarkan kebutuhan untuk mengejar ketertinggalan. Selama tiga tahun kita kerja keras telah membuat ranking pelayanan infrastruktur kini kita berada di urutan 60 pada tahun 2017," jelasnya saat menjadi panelis dalam Indonesia Infrastructure Finance Forum di Jakarta pada Selasa lalu (25/7).
Selain Basuki, juga hadir Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Dirut Astra Infrastructure Wiwiek D. Santoso, dan Head of APAC Division Sumitomo Mitsui Banking (SMBC) Ryuji Nishisaki. Sebelumnya, keynote speech secara berturut-turut disampaikan oleh Presiden Direktur World Bank Group Jim Yong Kim dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Faktor pertama dalam akselerasi pembangunan infrastruktur adalah soal pengadaan tanah. Selama ini, menurut Basuki, masalah pembebasan lahan menjadi kendala utama dalam pembangunan infrastruktur Indonesia. Namun dengan berlakunya UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, masalah pertanahan mulai bisa diatasi. Ditambah lagi dengan Peraturan Presiden Nomor 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mengharuskan menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/wali kota mempermudah proses perizinan dan non perizinan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan PSN sesuai kewenangannya.
"Untuk proyek PSN, selambat-lambatnya sudah dimulai pekerjaan pada 2018. Atau proyek tersebut dikeluarkan dari daftar PSN," terang Basuki.
Faktor lain dalam percepatan pembangunan infrastruktur adalah soal pendanaan. Akselerasi terjadi melalui penyederhanaan prosedur tender atau pengadaan. Sementara dari sisi pendanaan, pemerintah melalui Kementerian PUPR membuka kesempatan seluas-luasnya bagi swasta untuk masuk ke proyek yang dilelang. Pemerintah juga membuka kesempatan melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Hal ini mengingat kemampuan pemerintah sangat terbatas dalam pembiayaan infrastruktur.
Untuk kebutuhan infrastruktur setidaknya dibutuhkan dana Rp 4.796 triliun dengan Rp 1.978,6 triliun atau 41,3 persen berasal dari APBN dan APBD, lalu Rp 1.066,2 triliun atau 22,2 persen dari BUMN, dan Rp 1.751, 5 triliun atau 36,5 persen dari swasta dengan berbagai skema pendanaan.
Selain memberikan kemudahan dalam investasi, pemerintah juga memberikan dukungan dan jaminan seperti dana talangan melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), Availability Payment, Viability Gap Fund, serta penugasan langsung kepada BUMN, dan baru alternatif terakhir menggunakan APBN.
"Faktor ketiga dalam akselerasi pembangunan adalah soal kepemimpinan yang kuat. Indonesia beruntung memiliki Presiden Joko Widodo, beliau turun langsung ke lapangan setidaknya dua kali yang membuat saya sebagai menteri harus mengecek setidaknya empat kali dan dirjen delapan kali untuk memastikan pekerjaan cepat selesai. Semua dilakukan dalam ritme rock n roll, bukan lagi ritme Bengawan Solo," tambah Basuki.
Percepatan pembangunan juga terjadi karena koordinasi antar lembaga yang sangat intens. Pada 2016, pemerintah telah membentuk Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Pusat (TP4P)/Daerah (TP4D). Di dalam tim termasuk Kementerian PUPR, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian BUMN.
"Tanpa keterlibatan aktif Kementerian ATR/BPN dan kejaksaan dalam pengadaan tanah, berbagai proyek tidak mungkin bisa terwujud dengan cepat," kata Basuki.
Faktor terakhir, percepatan juga terjadi karena dukungan riset dan pengembangan dalam pembangunan infrastruktur. Antara lain dalam penggunaan material precast dan prefabrikasi, serta penerapan teknologi terbaru dalam sektor konstruksi.
[***]